8

16K 509 43
                                    

Kelopak mata dengan bulu mata lentik yang menghiasinya, perlahan mengerjapkan mata, si pemilik mata indah bak seorang putri baru saja terbangun dari acara tidurnya, setelah semalaman tubuh bagian belakangnya digempur oleh tongkat panjang dan besar kebanggaan Zidan.

"Tsah!" Suara keluhan sakit meluncur dari mulut Koko saat mencoba menggeser pinggangnya berbalik terlentang, menghadap langit-langit untuk beberapa waktu, saat itulah Koko merasa dari tulang pinggul sampai punggung begitu kram.

Disampingnya, lelaki yang menyebabkan  tubuhnya jadi pegal-pegal, juga masih terlelap dalam mimpi.

Tangan Koko menggapai, mengelus raut wajah maskulin Zidan dengan gembira, ada kesenangan saat tangannya menjamah sepanjang dahi lurus ke bibir yang berwarna sedikit hitam khas perokok aktiv, tapi terkesan gentle.

Pipi Zidan memang tak se-chubby dirinya yang punya pipi melorot karna dicabuli bibirnya Zidan, pipi Zidan sedikit tirus dan entah kenapa begitu pas dengan rahang tegasnya, membuatnya terlihat sangar dan kuat.

Dengan sedikit usaha untuk menggeser tubuh, Koko menempatkan kepalanya di dada Zidan sebagai sandaran, dia bisa merasakan deguban jantung dan deru nafas stabil Zidan, hatinya membuncah senang karna sampai saat ini dihati Zidan hanya untuk dia seorang. Tangan kanan Koko mengelus bangga dada bidang dengan enam kotak otot perut yang terukir senada rupanya yang maskulin, tanpa tau seseorang telah bangun karna sentuhannya.

Koko bisa merasakan Zidan mengecup pucuk kepalanya, membuatnya tersenyum tanpa merubah posisi.

Tangan besar Zidan melingkup bahu koko yang ter-ekspost tak tertutup selimut, lembut dan halus - lain dari kebanyakan lelaki indonesia yang memiliki kulit eksotis, kulit Koko terlihat lebih cerah dan halus, padahal dia ataupun keluarganya bukan dari keturunan Cina, begitu mengagumkan dan Zidan akan selalu senang menyentuhnya.

Perlahan tangan besar Zidan menuntut lebih ke bawah, meremas dua bongkahan daging yang begitu kenyal. Akibatnya. Koko mencubit pinggang Zidan yang hanya ditanggapi cengiran.

"Mau yang kaya semalam." Pinta Zidan tanpa persetujuan Koko langsung merentangkan dan menindihi tubuh Koko, mencumbui setiap inci wajah tanpa sedikitpun yang terlewatkan, menjelajahi leher jenjangnya dengan tidak sabaran, berakhir ke dada dan disesapnya rakus kedua nipple yang mencuat keras seperti kacang merah.

"Aku sangat suka payudara ini." gumam Zidan meremasnya, membuat si mpu mendelik sengit.

"Berhenti menyebutkan payudara, bodoh!" Koko memukul bahu Zidan karna selalu menyebut kacang merahnya-payudara?

Zidan mengusap pipi Koko lalu kembali mencumbui wajahnya, kedua tangannya memiliki tugas masing-masing yang tak kalah sibuk, tangan kiri bertugas meremas dua buah pantat dan tangan kanannya menekan tengkuk Koko agar semakin dalam mereka berciuman.

Wajah Koko sudah dibuat merah sampai ketelinga. Sisa-sisa permainan semalam pun belum hilang, bau khas sperma tercium tajam di sprey yang melingkupi tubuh bugil kedunya.

Deru nafas Koko kembali terdengar memburu seperti semalam, saat lidah Zidan bergerak menyapu setiap lekuk tubuhnya, menggigit kecil selangkangannya yang memberi sensasi menyenangkan, dengan sigap Zidan menempatkan kedua kaki jenjang Koko disisi bahunya, sebenarnya Koko masih dibilang tinggi dengan 183 cm, namun karna Zidan memiliki tinggi 190 cm membuatnya pinggulnya terangkat sedikit, mata Koko merabun dipenuhi gairah, Zidan berbasil menyulut kembali birahinya.

Wajah Zidan sangat dekat dengan penis Koko yang sudah sangat tegang sama sepertinya, ditambah cairan bening yang membasahi ujungnya langsung disapu bersih dengan lidah Zidan, tak lama seluruh penis Koko sudah diselimuti kehangatan dari mulut Zidan, merangsak maju mundur membuat Koko mengeluarkan suara orang kepedasan.

Never EnoughTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang