13

10.8K 482 101
                                    

Zidan yang notabennya ceroboh, hidupnya bertambah kacau setelah ditinggalkan Koko. Mengatasi rasa rindu dan perasaan bersalah sekaligus cukup sulit baginya, semuanya menjadi serba rumit. Hal ini juga berdampak pada kelabilan emosinya dalam bekerja, Zidan menjadi sosok yang sentiment pada apapun. Memarahi beberapa karyawan atas kesalahan kecil, pelampiasan rasa kesal pada dirinya sendiri.

Bahkan ketika malam berganti malam berikutnya, Zidan tetap berharap bisa menemukan Koko dan membawanya pulang. Dia rela melakukan apapun yang Koko minta, sebagai syarat. Asalkan Koko kembali kepelukannya.

Beberapa hari belakangan, Zidan sudah menempuh berbagai cara untuk menemukan Koko yang seolah hilang ditelan bumi. Menyuruh beberapa bodyguard dan mata-mata mencari letak keberadaan Koko pun tak ada hasilnya, mengontak semua teman dekat Koko pun mereka menyuarakan kata 'Tidak tau', bahkan Andhika sebagai sahabat dekat mengatakan hal serupa. Zidan sedikit meragukan, bisa saja Andhika bohong padanya. Ketika retina Zidan menembus dalam siluet mata Andhika, Zidan baru percaya kalau lelaki itu tak menutupi apapun, Andhika memang tidak tau.

"Jika aku tau sekalipun, aku tak akan memberitahu mu!" Ucapan ketus Andhika, membuat Zidan mendengus. Tak bisa disalahkan, Andhika juga berhak marah padanya karna telah menyakiti hati sahabatnya. Zidan sama sekali tidak tau prihal Andhika marah karna faktor lain juga, karna kelancangannya menyentuh Jordan.

Tapi, semarah apapun Andhika pada Zidan, dia tetap membantu pria besar itu mencari Koko. Sebagai sahabat, dia pun ikut khawatir. Jika ada masalah, biasanya Koko akan datang dan mengatakan padanya. Meski tak bisa mengatasi masalah yang dihadapi, setidaknya dia membantu Koko meringankan beban dengan mencurahkannya.

Kali ini tidak. Koko lebih memilih memikul rasa kecewanya sendiri. Bagaimana kalau Koko berlaku nekad?
Andhika menepis pemikiran itu, Koko orang yang pandai menyembunyikan perasaan. Seberat apapun itu, senyum indahnya tak pernah pelit ia bagi. Dengan pengendalian yang bagus, rasanya tidak mungkin rasa frustasi membuatnya melakukan hal bodoh.

"Cobalah kamu mengontaknya?" Ucap Zidan membuat Andhika menatapnya bingung.

"Kena--"

"Dia memblokir semua kontakku, tolong bantu aku."

Setelah menghembuskan kata hump!, Andhika menekan kontak Koko.

Tak lama terdengar suara...

Tuttt...tuttt...tuttt...

Lagi,

Tuttt....tutttt....tuttt...

Andhika menekan data seluler, mengaktifkan semua akun untuk membrondong Koko dengan puluhan chat, telfon, dan Vidio call.

Tapi tak satupun yang direspon oleh Koko.

Andhika mau tak mau menatap iba kearah Zidan, menggelengkan kepala dengan berat hati. Bahu Zidan merosot, dia seolah kehilangan gairah hidup.

Mereka berdua berdiam diri dengan pikiran masing-masing, memikirkan setiap tempat yang kemungkinan bakal dikunjungi Koko. Andhika melihat gelagat Zidan, sudah ratusan kali lelaki besar itu menjambak surai rambutnya gemas, lalu memejamkan mata, "Aku harap ini hanya mimpi buruk semata." Gumamnya. Saat kembali membuka mata, kenyataan seolah menamparnya, dan dunia seolah mentertawakan kemalangannya. Kepergian Koko membuatnya terpuruk sampai ketingkat paling rendah.

"Aku ingat sesuatu-." Ucap Andhika dengan mata menerawang jauh, "Tapi aku tak yakin Koko akan kembali kesana." Tambahnya, saat ditengoknya Zidan sudah menatapnya penuh harap, tak sabar menunggu kalimat selanjutnya.

"Dia pernah cerita tentang dirinya sebelum bertemu denganmu. Tentang dirinya yang dicap sebagai anak nakal dan suka berkelahi, tentang dirinya yang menjadi anggota geng motor bernama Zem's, tentang dunia malam yang sempat dilakoninya." Ucap Andhika lalu menjeda kalimatnya sesaat. "Anggota Zem's biasa berkumpul di sebuah clubing sekitar Jakarta pusat. Aku akan mencatatkan alamatnya untukmu, meski kemungkinan Koko kembali sangat kecil, apa salahnya dicoba." Selesai Andhika mengatakan itu, dia menggoreskan tinta pada secarik kertas lalu disodorkannya pada Zidan.

Never EnoughTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang