10

11.8K 439 18
                                    

Rezka bukanlah tipikal orang yang mudah percaya ucapan orang lain, apalagi perkataan Andhika tempo hari hanyalah sebuah omong kosong.

Tetap saja dirinya merasa resah, sudah 22 tahun lebih ia hidup di dunia hanya melakukan hubungan sex dengan beberapa orang, itupun masih bisa dihitung dengan jari, dan selama itu pula ia selalu menjadi kaum atas saat berhubungan badan.

Kecuali pada Ferdan! Menjadikan kejantanan Rezka tak berarti apa-apa didepannya, seumur hidup Rezka 1 kali menjadi kaum bawah dan bersedia di tusuk oleh satu orang, pada orang lain? hanya ada penolakan besar. Jadi anggaplah Ferdan begitu terhormat pernah merasakan lubang itu.

Hari ini Rezka berniat pergi menemui seorang teman yang bekerja di unit kesehatan, akan sangat memalukan ia menemuinya dirumah sakit untuk membahas masalah ini. Setelah lebih dari 4 tahun pergi ke Malaysia, bahkan baru 2 bulan belakangan di indonesia, Rezka lostcontac dengan teman sekolahnya dulu.

Memarkirkan mobilnya disebuah rumah daerah semper, Rezka berdiri mengetuk pintu dengan sopan menunggu bunyi cklak!

Si mpu menampilkan raut wajah kaget, Rezka tersenyum tapi detik berikutnya senyum itu memudar saat-

Brak!

-pintu itu kembali di tutup tepat didepan wajahnya.

Cklak!

Pintu itu dibuka lagi, pemilik rumah yang bernama dr. Handi mengucek mata, memelototi objek didepan pintunya. Masih belum percaya, Handi kembali menutup pintunya lagi.

Membukanya lagi, seolah mempermainkan tamunya. Rezka sejauh ini masih sabar, memutar bola mata jengah melihat tingkah Handi.

"Bukankah akan lebih bermanfaat kamu mempersilahkan aku duduk, ketimbang memainkan pintu." Katanya, diluar dugaan reaksi Handi malah menamparnya sekuat tenaga.

Rezka meringis di tempat, mengelus bagian yang ditampar terasa begitu menyakitkan. Belum lagi bekas tonjokan Andhika 3 hari yang lalu, masih meninggalkan nyeri.

Ketika ingin membalas dendam, Handi tertawa dengan raut wajah bahagia.
"Kamu Rezka kan? Kamu masih hidup?" Sambil memeluk Rezka penuh kerinduan, Handi menepuk-nepuk pelan pundak Rezka, begitu gembira.

"Bagaimana bisa kamu bangkit dalam kubur? Aih, ini sulit dipercaya, tapi aku senang. Sangat senang malah kamu masih hidup."

Rezka dibuat bingung harus bereaksi bagaimana, jadi dia menyerang Handi, memiting kepala itu di ketiaknya.
Memaafkan bukan gaya Rezka, tapi karna Handi adalah kawan lama dan hubungan mereka bisa dibilang cukup dekat, Rezka memberinya toleransi atas sikap kurang ajarnya barusan.

"Bukannya menanyakan kabar, kamu malah bertanya 'masih hidup' hah?! Kamu pikir aku pernah mati! Hidup cuma punya 1 nyawa, kalau aku mati tak seberuntung itu bisa hidup lagi, tau!"

"Ah, bagaimana menjelaskannya. Aku bahkan ikut melayad saat kematianmu 4 tahun lalu, sampai pemakaman aku tak beranjak dari sana, melihat tubuhmu tertimbun tanah." Handi kebingungan sendiri, Rezka diam melepaskan Handi, dia pun sama tidak mengertinya, 4 tahun belakangan ini dia di Malaysia menemani Oppanya, sampai Oppa dipanggil sang kuasa ia baru kembali ke Indonesia.

"Jangan ngawur ya?! Selama 4 tahun aku baru kembali dari Malaysia."

"Tapi Ayahmu bilang kamu kecelakaan, nyawamu tak tertolong. Ah, aku kok semakin tak mengerti ya. Apa kejadian itu hanya mimpi?" Ucap Handi masih mencerocos, kaki Rezka sudah kram terlalu lama berdiri.

"Ya kali kamu mimpi, by the way sopan sekali membiarkan tamu tetap berdiri diluar." Disindir seperti itu, Handi menepuk jidatnya, tersenyum lima jari lalu menyeret Rezka keruang tamu.

Never EnoughTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang