" pagi.. " sapa Rose sembari mengoles selai pada roti panggang saat melihat Jimin menuruni tangga.
Jimin tersenyum, matanya langsung tertuju pada gadisnya. Kantung mata menghitam melingkari matanya, menandakan ia tak tidur nyenyak semalam.
" Morning baby " balasnya kemudian mengecup pelipis Rose singkat. Membuat pipi gadis itu bersemu, walau sebenarnya Jimin sudah sering melakukannya.
Jimin kemudian mendudukkan dirinya di kursi makan, memerhatikan Rose yang sedang asyik mengoles selai pada roti.
" Coffe or tea? " Tawar Rose begitu ia selesai mengoleskan selai pada roti.
Jimin memejamkan mata lelah sesaat, membuat Rose mendekatkan dirinya disamping pria yang amat ia sayangi itu.
Jimin membuka matanya, tersenyum hanya untuk menghilangkan raut kekhawatiran di wajah Rose.
" Can i eat you? " Tanyanya sembari mengeluarkan senyuman menggoda.
Rose memukul lengan Jimin pelan " ck, serius Jimin.. "
" Are u okay? " Tanya Rose kemudian.
Jimin mengangguk, " Sure, why? " Jimin balas bertanya.
" Eung.. nothing " ucap Rose dengan ragu.
Selanjutnya Jimin membuat Rose memekik Karena tiba-tiba mengangkat tubuh Rose kemudian mendudukan Rose diatas kedua kakinya.
" Kepala aku pening banget rasanya " ucap Jimin sebelum Rose sempat melontarkan pertanyaan atas tindakannya.
Jimin menyandarkan kepalanya di bahu Rose, nafasnya hangat dan berhembus teratur. Tangan Rose terangkat untuk mengusap kepala Jimin.
" You need to rest " kata Rose pada Jimin, terselip nada khawatir disana.
" Gini aja udah cukup kok " jawab Jimin, masih enggan mengangkat kepalanya dari sandaran nyaman di pundak Rose.
Rose tahu, jika Jimin sudah bertingkah seperti ini. Manja dan mengeluhkan beberapa hal, ia pasti akan mengajak Rose untuk melakukan itu lagi. Apa lagi? Apa lagi jika bukan membunuh orang?
" Nanti malem keluar kita jalan-jalan? " Tanya Jimin tersenyum lebar, menampilkan deretan giginya yang rapi. Dan dugaan Rose benar.
Rose menggigit bibir bawahnya sesaat, berpikir sejenak tentang apa yang ingin dia katakan.
" Jim.. " ucap Rose menggantung.
" Hm? "
" I think.. we need to stop " cicit Rose ia menunduk dalam, tak berani menatap Jimin walau sesaat.
Bisa ia rasakan dekapan Jimin meremang. Ia hanya berdoa semoga tak akan ada sesuatu buruk terjadi.
" Kenapa? " Tanya Jimin, berusaha menekan amarah serta suaranya untuk tak berteriak didepan Rose sekarang juga.
Tangan Jimin yang semula melingkar di pinggang Rose kini beralih pada lengannya.
" Kenapa Rose? " Tanyanya sekali lagi.
" Ak-- aku cuma--- akh! " Pekik Rose merasakan sakit yang amat sangat pada lengannya.
Jimin meremas lengan Rose kuat, amat kuat.
Mata Rose memanas. Inilah, inilah alasan kenapa selama ini ia hanya bisa menutup mulutnya rapat-rapat dan berusaha menuruti apapun yang Jimin perintah kan. Bahkan ia harus memaksa dirinya sendiri untuk menyukai hal yang sama sekali tak ia sukai.
Ia sudah berusaha, ia sudah memberi sugesti pada dirinya sendiri. Tapi rasanya itu terlampau sulit baginya. Namun Jimin tetap tak mau tahu.
" Jim, sakit.. " rintihnya, merasakan cengkeraman Jimin kian menguat. Air mata mulai meleleh di pipi mulusnya.
" Tell me, kasih aku alasan. Kenapa kamu susah banget dibilangin?! " Nada suaranya mulai meninggi.
Jimin kemudian melepaskan cengkeraman tangannya. Tidak, bukan lega yang Rose rasakan. Melainkan rasa takut yang lebih besar dari sebelumnya.
Jimin meraih pisau yang memang dekat dengan posisi mereka. Ia mengarahkan pisau itu perlahan pada Rose.
" Or, should i say it again? " Rose menggeleng kuat-kuat, berusaha mencegah Jimin.
" Jim please.. " mohon Rose, namun sepertinya Jimin tak menghiraukannya.
" Too late baby "
Dan hari ini, Rose harus merasakan rasa sakit itu. Lagi.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
OBSESSED [Rose×Jimin]
Short StoryIni tentang mereka berdua yang punya Obsesi gila pada diri mereka sendiri dan satu sama lainnya. Mereka sakit jiwa. #JiRose#