O4

4.1K 350 30
                                    

Malam ini dingin, sinar bulan terlihat bersinar terang dari balik jendela. Tirainya berkibar karena tertiup angin yang cukup kencang.

Dari balik jendela Rose berdiri, memandang bulan sabit yang bersinar dengan terangnya. Tangannya menyidekap, pandanganya menerawang. Menerawang masa lalu.

Ditatapnya wajah Jimin yang kini sedang tertidur pulas di atas ranjang. Rautnya damai dan tenang bagaikan tak terusik. Sesekali ia bergerak gelisah, namun kembali lelap.

Rose teringat dulu, saat pertama kali ia bertemu dengan Jimin.

.

Ruangan itu sunyi dan senyap. Hanya dinding bercat putih tanpa hiasan apapun, dan 2 buah ranjang berseprai polos.

Seorang laki-laki terlihat terdiam diatas salah satu ranjang disana.

Rose memandang heran dari luar ruangan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rose memandang heran dari luar ruangan. Tepatnya pada kaca yang terdapat di pintu ruangan itu.

Yang ia tahu ruangan itu hanya dimaksudkan untuk dihuni satu orang. Lalu kenapa ada dua ranjang disana? Untuk siapa ranjang yang satunya? Begitulah tanya Rose dalam hati kira-kira.

Ia mengangkat bahu acuh, tak berpikir panjang. Lalu membuka kenop pintu dengan perlahan, dan masuk dengan pelan dan tenang.

" Oke, tenang Rose. Kamu udah biasa menghadapi pasien yang dianggap berbahaya seperti ini. Tenang.. " bisiknya pada diri sendiri.

Laki-laki itu, memang Rose diingatkan oleh dokter-dokter lain disana. Bahwa ia salah satu pasien yang paling berbahaya. Namun mereka tak menyertakan bahaya seperti apa yang dimaksud. Dan malah menyuruh Rose agar mengetahui nya sendiri.

Dan hari ini, Rose ada disini untuk menjawab rasa penasaran nya.

" Selamat siang.. " ucap Rose tersenyum ramah saat memasuki ruangan.

Ia bahkan tak berpikir panjang untuk masuk ruangan ini sendirian. Padahal berbagai kejadian tak terduga bisa menimpanya.

Laki-laki yang sedari tadi terdiam itu kini menoleh. Menatap pada Rose yang kini berdiri tegap dihadapannya.

Tatapannya tak dapat diartikan, tak terbaca.

Entah apa yang ada dipikirannya, Rose sendiri tak mengerti dengan tingkah laku dan gerak gerik yang ditunjukannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Entah apa yang ada dipikirannya, Rose sendiri tak mengerti dengan tingkah laku dan gerak gerik yang ditunjukannya.

Ia hanya memandang Rose dengan tatapan yang sama, dan tak bergerak lagi. Merasa tak berbahaya, Rose mencoba untuk menjadi lebih dekat.

Dan dengan lancangnya ia duduk di ranjang samping tempat laki-laki itu duduk. Tanpa rasa takut, tanpa ragu.

" Halo, perkenalkan namaku Roseanne Park. Atau kau bisa memanggilku dokter Rose. Aku salah satu dokter disini " jelas Rose masih dengan senyum ramahnya.

Laki-laki itu masih diam tak meresponya. Dan hanya terus menatapnya dengan tatapan yang sama saat pertama kali.

Rose menghela nafas, sebelum kemudian mulai berbicara lagi.

" Siapa namamu? " Tanya Rose.

1 detik, ia diam.

10 detik, ia masih diam.

1 menit, ia masih bertahan dalam diam.

Bukannya menjawab pertanyaan nya, kini Rose malah melihat laki-laki itu menyeringai tipis.

Seringai itu, entah kenapa tiba-tiba membuat Rose bergidik ngeri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seringai itu, entah kenapa tiba-tiba membuat Rose bergidik ngeri. Tatapan matanya, sunggingan senyumnya, entah kenapa seperti mengisyaratkan sesuatu.

Dan ya, Rose merasa hawa ruangan ini mulai mencekam. Ia mulai tidak nyaman, bulu kuduknya tiba-tiba terasa meremang.

Tanpa pikir panjang Rose segera bangkit dari sana, berniat untuk pergi.

Namun jas dokternya ditarik, lebih tepatnya ditahan.

Rose menelan ludah gugup, menoleh dengan was-was. Namun berusaha untuk tetap terlihat tenang.

" Christian, namaku Christian Park " suara unik itu menghampiri telinganya, merasuki Indra pendengarannya.

Laki-laki itu akhirnya mau membuka suara.

Rose masih belum merespon karena masih terlalu terkejut. Dan juga ia bingung mau melakukan apa.

" Tolong... " Lirih laki-laki itu.

" Tolong keluarkan aku dari sini.. " ujarnya dengan tatapan memelas yang ditujukan pada Rose.

Ya, memang benar. Benar kata dokter-dokter lain, bahwa pasien itu memang berbahaya. Dan Rose tahu bahaya macam apa itu, setidaknya menurut dirinya.

Karena mulai saat itu, hanya dengan tatapan memohon. Dan hanya dengan suara   sendu penuh permohonan miliknya, ia telah berhasil membawa Rose pada jurang kelam terdalamnya. Memerangkapnya didalam sana.

Jurang tak berdasar, tanpa jalan keluar.

.

Kilas balik masa lalu yang Rose kenang terhenti oleh Jimin.

Jimin yang tiba-tiba mulai bergerak tak terkendali, bersuara tanpa arti yang dapat dicerna. Dengan keringat deras yang mengucur di dahinya.

Rose segara menghampiri Jimin, disaat-saat seperti ini ia tahu apa yang harus ia lakukan.

Rose naik keatas ranjang, memeluk tubuh Jimin yang bergerak kesana-kemari dengan tak terkendali. Berusaha meredam kegilaannya.

" Pembohong! Pembohong! " Teriak Jimin dengan lantang, matanya masih terpejam. Tapi rautnya jelas menyiratkan ketidaktenangan.

" Ssst, tenang Jimin tenang... " Ucap Rose berusaha menenangkan Jimin.

" Ssst.. " Rose memeluk Jimin, sembari menepuk-nepuk kepalanya pelan.

Perlahan namun pasti Jimin mulai tenang, nafasnya mulai teratur.

Namun baru saja Rose bernafas lega, sekarang ia malah melihat Jimin yang menangis dalam tidurnya.

Mata Jimin perlahan terbuka, langsung bersitatap dengan mata Rose.

Jimin menatap sendu, pada Rose yang kini juga sedang menatapnya sedih. Seketika bayangan masa lalu saat Jimin menatapnya sendu kembali terputar dipikiran Rose.

Tatapan itu masih sama, masih sama seperti bertahun-tahun yang lalu.

" Rose... " lirih Jimin, sebelum kemudian merengkuh tubuh Rose dengan erat. Membawanya dalam dekapan pelukan hangatnya.

OBSESSED


OBSESSED [Rose×Jimin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang