The Truth

7.7K 1.1K 93
                                    

Jimin meringis saat jarum suntik menembus pembuluh vena miliknya.

Dokter mengatakan ini adalah obat bius. Meskipun seumur hidup Jimin sangat membenci yang namanya disuntik. Tapi itu lebih baik dibanding membiarkan luka robek di punggung menganga dan mungkin akan menyebabkan tetanus.

Jimin mengangguk saat dokter menanyakan rasa kebas yang mulai menjalari sebagian badannya.

"Kalau begitu kita mulai ya." saat kalimat barusan membuat bulu leher Jimin meremang.

Manik sipit Jimin melirik dua orang yang berada didekat ranjang. Taehyung menggigit jarinya sendiri. Berlagak menahan rasa sakit yang bahkan tidak dideritanya. Disebelahnya Jungkook hanya berdiri mematung. Sorot khawatir tergambar jelas di garis wajahnya.
Pemuda kecil melempar senyum lemah, menghibur mereka.

Jimin tidak merasa sakit meski ada benda yang bergerak menembus epidermis kulit. Itu benang dan jarum jahit. Dua orang perawat berbisik-bisik melihat kondisi Jimin. Mempertanyakan penyebab luka yang begitu parah. Menebak apa yang terjadi pada pemuda itu. Sedangkan dokter berkonsentrasi pada pekerjaannya.

Asyik memerhatikan kegiatan dokter , Taehyung tiba-tiba merasakan getaran yang berasal dari saku celana. Ponselnya.
Taehyung mengeluarkan benda itu, membaca nama yang terpampang dengan mata membulat kaget.

"Ibu Jimin meneleponku!" Pekiknya. Jimin langsung mengalihkan atensi pada Taehyung, begitu pula Jungkook. Sorot keduanya berbeda. Satu kaget, satu bingung. Memangnya kenapa? Jungkook tak mengerti.

"Sebentar aku angkat dulu." Taehyung berlalu keluar ruangan. Satu tangannya melambai sebelum konsentrasinya terarah penuh pada suara diseberang telepon.

"Kenapa kalau ibumu menelepon, hyung?" Jungkook mendekati Jimin. Berdiri tepat disamping dokter yang masih fokus pada pekerjaan.

Si pirang meneguk liur, arah pandangnya tertuju pada Taehyung yang mengurut dahi diluar pintu IGD.

"Itu artinya masalah"
.
.
.
"Aku tidak bisa menyembunyikan kondisi Jimin dari orang tuanya sendiri, Hobi."

Namjoon dan Hoseok berdebat di depan ruang tunggu. Hoseok barusan dapat kabar dari Taehyung bahwa orang tua Jimin sedang dalam perjalanan ke rumah sakit.
Kontan saja semua jadi panik. Termasuk Jimin.

"Tapi kau tak harus mengadukannya, Namjoon! Kau tahu kita masih bisa menyelesaikan ini! Apa yang akan kau katakan pada ibu Jimin? Apa kau mau mengatakan dia hampir saja diperkosa gay di asrama kita? Kau gila? Kita semua akan kena masalah!"

Namjoon membuang muka, raut gusar dan bingung jelas tergambar di wajahnya. "Aku tidak bisa menjamin keselamatan Jimin saat itu. Aku merasa gagal sebagai ketua asrama kita. Karena itu mulai sekarang aku akan memastikan segalanya tetap terkendali. Akan kukatakan pada orang tua Jimin yang sejujurnya."

Hoseok ternganga, tak habis pikir dengan keputusan orang didepannya. Namjoon melanjutkan. "Semua akan baik-baik saja. Aku janji."

"Jimin bisa keluar dari sekolah ini karena itu! Kau tahu sangat sulit baginya hanya untuk menyuarakan pendapat didepan nyonya Park, Namjoonie hyung. Aku sahabatnya. Aku paling tau bagaimana keluarga Jimin. Harusnya kau bertanya sebelum memutuskan sendiri."

Atensi dua laki-laki beralih ke yang termuda. Taehyung mencengkram ponsel. Perlahan mendekati Hoseok dan Taehyung dalam ekspresi tak kalah gusar.
"Kau mengambil keputusan terlalu cepat, hyung."

Terdiam sebentar Namjoon akhirnya menghela napas "Kau benar Taehyung-ah... Aku minta maaf."

"Minta maaf? Hyung, tidak ada gunanya minta maaf. Lebih baik cari cara agar mereka tidak jadi datang kesini dan mengetahui apa yang terjadi."

NORMAL (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang