Tomy

7.3K 1K 50
                                    

Hujan deras di kota Seoul. Untunglah ini hari libur. Jimin dan tidak perlu repot-repot bangun pagi dan beradu nyali dengan air shower yang dingin. Tapi yang namanya manusia tetap memiliki kebutuhan yang tidak bisa ditahan tahan.

Kruuk~

Itu bunyi perut Jimin.

Jungkook mati matian menahan tawa dari tempat tidurnya. Tapi akhirnya bersuara juga. Akibatnya sebuah guling melayang menghantam tubuh Jungkook. Pelakunya Park Jimin.

"Mau kubuatkan sarapan, hyung?"
Jungkook memeluk guling yang dilempar Jimin. Membiarkan setengah tubuhnya keluar dari balutan selimut.

"Memangnya kau bisa memasak?"
Suara Jimin teredam kain tebal selimut. Tidak berniat bangun sama sekali.

"Tergantung. Aku bisa membuatkan pancake atau bubur untukmu."

Hening sebentar, Jungkook menunggu jawaban dengan sabar. Selimut di seberang tempat tidur perlahan tertarik kebawah, memperlihatkan wajah kusut Park Jimin yang mungkin belum benar-benar sadar dari mimpi.

"Sebenarnya aku lebih suka susu hangat."

Jungkook menggeleng. "Kita tidak punya susu."

Helaan napas kecewa. "Kalau begitu buatkan bubur saja."

Jungkook mengangguk. Melesat cepat ke bagian dapur mini untuk memasak bubur Jimin.
Sedangkan Jimin diam-diam mengintip kegiatan Jungkook dari tempat tidur.
Mengamati pergerakan remaja tampan yang tergolong gesit.

Jungkook mengenakan kaos putih polos, menampakkan bayangan bentuk tubuhnya yang bagus. Mengundang siapa saja untuk berdecak kagum dengan postur remaja belasan tahun itu.
Jimin ingat umur Jungkook baru menginjak 17 tahun. Tapi ia terlihat sangat dewasa dari umur aslinya. Kadang Jimin melupakan kalau Jungkook adalah juniornya disekolah.

Tidak butuh waktu lama bagi Jungkook untuk memasak. Hidangan itu kini sudah tersedia di dalam mangkuk dengan asap mengepul.
Jimin bangun dari posisi berbaring. Mengendus aroma menggoda saat Jungkook meletakkan mangkuk di atas meja belajar.

"Baunya enak, Kook." Puji Jimin.

Jungkook hanya tersenyum. Menyerahkan sendok kepada yang lebih tua.

"Hyung kau akan kepanasan kalau tubuhmu ditimpa selimut begitu. Lepaskan saja."

Jimin hanya menoleh malas. Ogah menuruti perkataan Jungkook. Ia menyampirkan selimut di seluruh tubuh bahkan di posisi duduk ketika makan bubur, layaknya kepompong. Mengundang tawa geli si kelinci yang sedari tadi memperhatikan.

"Kau seperti manggaettok."

Jimin memajukan mulut sebal. "Bilang saja kalau aku gendut."

Jungkook tertawa lagi. Tangannya menyambar sendok yang hampir Jimin suap. Mengambil alih sesendok bubur panas ke mulutnya.

"Wow, aku tidak buruk dalam memasak." Puji Jungkook pada diri sendiri, tidak sadar kalau wajah pemuda di sebelahnya sudah memerah seperti kepiting rebus.

"Kook, kalau kau lapar harusnya buat satu porsi lagi. Aku tidak mau berbagi." Mangkuk ditarik ke pangkuan. Jimin berlagak melindungi bubur dari serangan mendadak Jungkook. Padahal ia hanya menyembunyikan degupan kencang di dada.

Yang lebih muda hanya memamerkan cengiran lebar. Melambai singkat sebelum beranjak menuju kamar mandi.

"Ada kelas hari ini?" Tanya Jimin sedikit nyaring agar Jungkook mendengar.

"Aku hanya menyerahkan formulir data diri ke Namjoon hyung. Nanti akan kubawakan susu untukmu." balas Jungkook dari dalam toilet. Berikutnya yang terdengar hanya guyuran shower dan suara hujan diluar jendela. Jimin menghabiskan buburnya. Menyingkirkan selimut dari tubuh yang mulai berkeringat. Mangkuk diletakkan di wastafel, Jimin membuka lemari kamar. Mencari sepasang pakaian bersih untuk dipakai Jungkook.

NORMAL (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang