Laut, aku rindu.

88 4 0
                                    

Hari ini adalah hari yang paling ditunggu Aqilla, sebab kedua orang tuanya akan mengunjunginya. Aqilla sudah bersiap-siap menjemputnya ke bandara. Ia memadukan kaos hitam polos yang dibaluti kardigan biru dengan celana jeans warna senada dengan kaosnya.

Aqilla pergi ke bandara diantar oleh Pak Tomo, Pakde dan Budenya ada urusan yang lebih penting dari sekedar menjemput. Meskipun mereka tergolong sibuk, namun Aqilla tetap merasakan kasih sayang oleh keduanya. Sekitar setengah jam akhirnya Aqilla tiba di bandara. Lalu ia melirik jam tangannya dan mencocokkan dengan jadwal penerbangan, masih ada 10 menit lagi.

"Pak aku tunggu di sana yaa", kata Aqilla setelah menyerahkan roti dan kopi untuk Pak Tomo. Pak Tomo hanya tersenyum sambil mengangguk.

Kini Aqilla sudah duduk di ruang tunggu bagi penjemputan. Matanya terus memperhatikan detikan jam yang ada dipergelangan tangannya sambil mengunyah roti yang tadi ia beli. Aqilla tidak sempat sarapan di rumah, sebab ia terlalu bersemangat menjemput Mama dan Papanya.

"Mamaaaahhhh", teriak Aqilla saat melihat Mamanya keluar. Aqilla langsung berlari dan memeluk Mamanya, Aqilla sangat merindukan sosok tersebut. Sosok yang selalu sabar membangunkannya setiap pagi untuk Sholat Shubuh. Sosok yang selalu menyiapkan sarapan sebelum ia pergi sekolah. Sosok yang selalu mengerti tentangnya.

"Loh kamu ko nangis", kata Mamanya yang telah melepas pelukan Aqilla dan kini mengusap air matanya.

"Aqilla kangen Mamah", kini tangis Aqilla pecah kembali. Mamanya kembali menenangkannya didalam pelukannya. Pelukan hangat yang sangat dirindukan Aqilla.

"Sudah Nak, kangen-kangenannya dilanjutkan di rumah. Malu tuh diliatin orang", goda Mamanya.

Akhirnya Aqilla melepas pelukannya dan tersenyum. Aqilla memang lebih dekat dengan Mamanya dibandingkan dengan Papanya. Wajar saja dia sangat merindukan sosok tersebut. Pandangan Aqilla mengedar, mencari seseorang.

"Papa kamu gajadi dateng, ada urusan kantor", ucap Mama Aqilla.

Aqilla menghela napas kecewa dengan apa yang dikatakan Mamanya. Entah mengapa Aqilla merasa Papanya lebih sayang pekerjaan daripada Aqilla. Namun Aqilla tidak peduli, yang pasti Aqilla sayang kedua orang tuanya.

Papa Aqilla merupakan direktur salah satu perusahaan besar di Jakarta. Ia selalu pergi pagi bahkan sebelum Aqilla berangkat ke sekolah dan tiba di rumah saat Aqilla sudah terlelap. Papanya bahkan jarang berkumpul bersama Aqilla saat akhir pekan tiba, entah karena rapat mendadak atau bahkan ia memilih pergi dengan teman-temannya.

Beruntungnya Mama Aqilla adalah sosok penyabar. Ia bisa mengerti kesibukan suaminya itu. Berbeda dengan Aqilla yang merasa Papanya tidak peduli dengannya ataupun Mamanya. Aqilla lebih suka menghabiskan waktu di toko baju milik Mamanya jika akhir pekan tiba.

"Kamu ngelamunin apa Sayang?" Mama Aqilla memergoki anaknya yang sedang melamun di depan TV. Aqilla hanya tersenyum lalu menidurkan kepalanya dipangkuan Mamanya.

"Papa kerja itu buat kamu Qilla. Kamu coba ngerti, kesibukan Papa itu sebagian kecil untuk membahagiakan kamu", Mamanya seolah mengerti apa yang dipikirkan Aqilla.

"Tapi Mah yang aku butuhin itu kehadiran papa bukan kekayaan papa. Aku butuh kasih sayangnya Mah", ucap Aqilla lirih

Mamanya membelai rambut Aqilla lembut. Ia sangat mengerti bagaimana perasaan Aqilla saat ini. Mamanya pun sudah berusaha memberitahu suaminya, namun hanya dilakukan beberapa kali dan setelah itu kembali lagi seperti awal.

. . . . .

"Qilla", Fajri menyenggol lengan Aqilla.

"Kenapa?" tanya Aqilla malas

Unpredictable loveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang