Chapter 10

1.9K 115 2
                                    

Habis mewek dikatain AAMV cerita gaje ama salah satu author yang aku kagumi. Sekarang waktunya bangkit kan? Oke.

Kalo pada chapter sebelumnya kata ganti untuk tokoh laki-laki aku pake 'lelaki' sekarang aku pakenya 'pria'. Entah itu vampir atau manusia aku tetep pake 'pria'. Kecuali untuk tokoh yang masih dibawah umur.

Klik bintang dong. Jangan pelit dong ama aku. Nanti updatenya ngaret lho.

Selamat membaca
~~~

Satu kata yang dapat menggambarkan tempat ini. Rapi.

Anastasia yang sedari tadi berimajinasi tentang tempat tinggal vampir ini ternganga melihat bagaimana rapinya tempat tinggal Daniel.

"Kau mau minum apa?" tanya Daniel yang sudah berjalan menuju dapur.

"Eeh? Kau bilang apa?" Anastasia bertanya sambil menyusul pria itu di dapur. Dapur dengan peralatan masak yang lengkap dan meja bar dengan empat buah kursi tinggi.

"Kau mau minum apa?" tanya pria itu sambil membawa segelas penuh sesuatu berwarna merah pekat dalam gelas kaca. Anastasia menebak gelas itu berisi darah.

"Tidak usah repot-repot. Aku tidak haus." tapi aku kelaparan.

"Ini." tampaknya jawaban Anastasia tidak digubris sama sekali karena pria itu menggeser segelas cairan putih yang dari baunya bisa ditebak itu adalah susu.

"Baiklah. Terima kasih."

Daniel kemudian duduk dihadapan Anastasia yang memainkan bagian luar gelas itu. Tampaknya gadis itu masih trauma terhadap pemberian orang sejak Rafael membiusnya saat itu. Ia terlihat berhati-hati pada Daniel walaupun saat mereka di mobil Daniel sudah menjelaskan segalanya pada Anastasia. Tentang siapa Rafael dan obsesi gilanya pada darah Anastasia. Juga tentangnya yang sebenarnya juga adalah vampir.

Gadis itu tampak tak terkejut ketika ia mengatakan hal ini. Mungkin gadis itu sudah tahu kalau makhluk seperti dirinya adalah nyata dan tinggal di dunia yang sama dengannya. Hanya saja gadis itu baru pertama kalinya bertemu mereka secara langsung.

"Tempat tinggalmu sangat rapi. Jauh dari perkiraanku. Kau yang mengurusnya?" tanya Anastasia yang mulai jenuh. Entah apa yang ia katakan untuk memutus keheningan.

"Terima kasih. Tidak, aku tidak punya waktu untuk urusan semacam itu. Ada petugas kebersihan yang datang seminggu sekali."

"Oh." gadis itu cuma mengangguk samar.

"Memangnya apa yang kau pikirkan tentang tempat tinggalku?"

"Tempat yang gelap, kotor, dan penuh genangan darah. Juga peti mati dan parit." ujar Anastasia terang-terangan.

Daniel tergelak ketika mendengar pemikiran Anastasia. Gadis ini sepertinya terlalu banyak berimajinasi.

"Itu artinya kau beruntung. Kalau tempat tinggalku benar seperti yang kau bayangkan maka kau benar-benar harus hidup dengan sangat sengsara. Karena mulai sekarang kau akan tinggal di sini." 

"Kau benar." Anastasia ikut terkekeh pelan sebelum menyadari sesuatu. Apa yang dia katakan? Tinggal di mana?. "Kau bilang apa tadi?"

"Kau akan tinggal di sini mulai sekarang." ulang Daniel.

"APA!"

"Tidak usah histeris begitu. Aku kan sudah memberitahumu tadi. Kau juga bilang setuju." Daniel berujar sambil menyesap sesuatu tersebut dari gelas. Anastasia bergidik jijik.

"Tadi? Aku kira tadi kau bercanda." kilahnya.

"Tidak. Aku serius."

"Aku tetap saja tidak mau. Lagipula orang bodoh macam apa yang tinggal se-atap dengan vampir jika tujuannya untuk menghindari vampir?"

"Lalu kau mau tinggal di mana?"

"Di tempatku yang lama."

"Bukankah tempat itu sepi? Tempat seperti itu mudah sekali dilacak oleh vampir. Bau tubuhmu juga sangat jelas karena tidak banyak manusia lain di sana."

"Kalau begitu aku akan tinggal bersama Yumi mulai sekarang."

"Kalau kau tinggal bersamanya kemungkinan ia bisa jadi target selanjutnya. Kau mau membahayakannya?"

Anastasia terdiam. Ia jelas tidak mau menyeret satu-satunya orang yang ia punya dalam posisi yang berbahaya kan? Tapi ia tidak punya tempat untuk tinggal kalau semuanya bisa dijangkau oleh Rafael.

Anastasia benar-benar tidak punya pilihan sekarang. Terima atau tidak sama sekali.

"Tetapi jika aku tinggal denganmu bukankah otomatis kau juga terlibat dengan masalah ini?"

"Aku tidak masalah."

"Benarkah? Kau benar-benar tulus membantuku? Atau ada motif lain?"

"Aku punya masalah pribadi dengan Rafael dan tampaknya kau bisa menjadi hal yang dapat membawanya padaku."

Gadis itu melotot pada pria itu.

"Jadi kau menjadikanku umpan?"

"Benar."

"Dasar b**ngsek! Aku pikir kau tulus membantuku." sembur gadis itu kesal. Tadinya ia pikir pria itu tulus membantunya namun kenyataannya ia hanya dijadikan umpan. Eh bukan, lebih tepatnya ia dimanfaatkan sebagai umpan.

"Apa ada masalah dengan hal itu. Kita sama-sama mendapatkan keuntungan bukan? Nyawamu jelas terjamin dan aku dapat membalas dendam pada Rafael." balas Daniel secara tenang. Namun hal itu tetap saja membuat Anastasia tertohok.

Gadis itu membuka mulutnya hendak membalas saat ia kehabisan kata-kata. Memang benar apa yang pria itu katakan. Mereka berdua mendapatkan keuntungan dan tidak ada yang dirugikan.

"Baiklah. Sekarang apa yang harus kita lakukan?"
Baiklah. Anastasia akan mencoba masuk dalam permainan ini.

"Kita? Lebih tepatnya kau?"

Maksudnya?

"Apa maksudmu?" Anastasia bahkan tak sadar seserius apa mereka berbicara hingga kini gadis itu tampak mencondong ke arah Daniel. Kini rasa penasaran lebih mendominasi otaknya daripada lapar dan haus yang tadi ia rasakan.

"Kau hanya perlu menjalani hidupmu dengan normal dan ketika ia bertindak maka semuanya berakhir. Aku akan membunuh vampir itu dan kau akan mendapat kebebasanmu. Cukup adil kan?"

"Tapi jika pada saat itu tiba dan kau datang terlambat maka nyawaku tidak tertolong. Iya kan?"

"Maka dari itu aku memintamu, ah tidak, maksudku menyuruhmu tinggal bersamaku. Dengan begitu aku bisa menjangkaumu selama dua puluh empat jam sehari. Selama seminggu."

Dua puluh empat jam sehari dan tujuh hari perminggu. Artinya...

"Artinya kau dan aku akan terjebak setiap saat sampai perjanjian kita berakhir." jelas Daniel.

Ya tuhan. Apakah ini mimpi buruk? Kalau iya seseorang tolong bangunkan aku. Tapi sepertinya tidak. Mimpi buruk jauh lebih indah daripada kenyataan yang harus Anastasia hadapi.

"Baiklah. Aku setuju."
***

"Kau ini mau menyeretku kemana sih?" tanya Anastasia yang sejak tadi tangannya dipegangi terus oleh Daniel sejak keluar hingga masuk ke dalam mobil.

"Kita menuju ke rumah lamamu untuk mengambil barang-barang keperluanmu selama kau tinggal di penthouse ku." Pria itu mulai melajukan mobilnya dan meninggalkan tempat parkir.

"Bisakah kita mampir dulu untuk mencari makanan?" pinta Anastasia. Sungguh ia sudah sangat kelaparan sejak bangun. Jika saja tadi ia menemukan makanan di kulkas Daniel, pasti sudah ia telan sekalian dengan bungkus-bungkusnya. Sayangnya kulkas dua pintu itu hanya berisi empat botol darah yang sengaja dibekukan. 'Supaya lebih segar' Kata Daniel saat ia bertanya tadi.

"Kau mau makan apa?"

"Pizza!"

"Baiklah kita cari tempat pizza terdekat."
~~~

Anybody miss me? Gak ada?

Kalau yang kangen Dave?

Chapter depan tuh vampir muncul kok.

Vote dan komen jangan lupa guys.

Marlia

Anastasia and Mr Vampire [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang