23. Choice

1.3K 50 0
                                    

Danias Hardian Mandala POV

Aku menghubungi rena beberapa kali. Tapi tidak satupun balasan darinya  Aku sangat khawatir dengan keadaannya. Apa aku bertanya saja pada teman-temannya? Atau pada zein? Pikiranku benar-benar kacau malam ini. Aku memutuskan untuk pergi ke rumahnya. Aku mengendarai mobil dengan kecepatan yang sangat tinggi. Aku langsung berlari menuju ke rumahnya. Aku mengetuk pintu rumahnya beberapa kali namun tidak ada sahutan dari dalam, rumahnya sangat sepi seperti tida berpeghuni. Aku benar-benar dibuat frustasi karenanya. Aku pun kembali ke dalam mobil dan pulang ke rumah kembali. Sebelum tidur aku memikirkan hubunganku dengan rena. Katakanlah aku pengecut karena memikirkan wanita lain selain istriku. Kemarin aldeera memberiku surat gugatan cerai. Aku tidak bisa menandatanganinya karena aku tidak bisa egois pada anakku sendiri. Aku tidak bisa melihat mereka mempunyai dua pasang orang tua. Walaupun aku kadang memikirkan wanita lain selain aldeera tetapi perasaan lerie dan langit sangat penting bagiku. Aku tidak akan bercerai dengannya, meski kami tidak bisa berjalan bersama lagi. Aku melihat kembali ponselku, aku lega karena sebuah notifikasi masuk dari orang yang sedang kukhawatirkan.

RenataMarwa : I'm fine, boyfriend. Maaf merepotkanmu👿
DaniHMandala : Oke, girlfriend. Where are you now? Kenapa gak ada di rumah?
RenataMarwa : Di rumah kok, rumah sakit.
DaniHMandala : WHAT? Dimana? Bilang sama aku sekarang.
RenataMarwa : Tidur dulu besok baru ketemu. Bye👅

Sebenarnya rena sakit apa? Perasaanku rasanya tidak enak. Dia seperti menyembunyikan sesuatu. Kenapa dia tidak memberitahuku? Aku senang mendengarnya baik-baik saja. Tapi rumah sakit? Tentu penyakitnya sudah agak parah. Sepertinya besok aku akan bolos sekolah untuk menjaganya. Akal sehatku sudah hilang bila sudah menyangkut dirinya. Rena seseorang yang sangat berharga dalam hidupku. Iya aku tak tau perasaan apa ini. Tapi aku pun tidak bisa memberinya harapan yang baik karena ada lerie dan langit yang harus kujaga perasaannya. Sepertinya besok aku akan menemui aldeera sebentar untuk mengatakan keputusanku. Aku tidak ingin kalah kali ini. Cukup dia yang menang kemarin-kemarin. Kali ini aku akan menang.

*****

Keesokan paginya aku benar-benar menemui aldeera di kantornya. Aku menemui sektetarisnya. Dia menyuruhku untuk menunggu di ruangan aldeera dia bilang aldeera sedang sarapan bersama temannya. Sudah kuduga itu pasti lelaki yang sama ditemuinya di café Havana kemarin. Aku menunggu sampai 30 menit. Aku menelponnya berkali-kali tapi tidak diangkat, apalagi pesan tidak ada yang dibalas sama sekali. Akhirnya aku memutuskan untuk pergi saja menjaga rena. Aku mengendarai mobil menuju rumah sakit yang telah rena beritahu di chat line kami tadi pagi. Aku menuju ruangan yang dia beritahukan. Saat aku masuk, aku melihat rena sedang tidur. Tidak ada yang menjaganya. Tangannya diinfus, wajahnya sangat pucat, aku merasa dia sedikit lebih kurus. Aku duduk di kursi dekat ranjangnya. Aku sangat khawatir dengan keadaannya. Pikiranku berkecamuk, disisi lain aku ingin membahagiakannya tapi disisi lain aku juga ingin membahagiakan anakku. Aku menatapnya dalam. Aku mengelus kepalanya, dia terganggu dengan itu. Akhirnya dia terbangun sambil tersenyum.

"Kamu kenapa my girlfriend? Sakit apa?" Ucapku.

"Apa sih aku bukan pacar kakak. Gapapa cuma capek doang kali." Ucapnya dengan suara lemah.

"Kok gaada yang jagain sih ren?" Tanyaku.

"Kak zein di kantor. Tadi malam dia jagain kok. Kalo ayah sama ibu gak aku kasih tau nanti khawatir. Aku bakalan cepet sembuh kok." Ucapnya hampir berbisik.

"Oke, sekarang tidur lagi. Aku yang jagain kamu mulai sekarang. Ayo sleeping beauty my girlfriend." Ucapku menggodanya. Dia hanya terkekeh lalu mulai memejamkan matanya kembali. Rasanya sangat damai melihat dia terlelap. Aku sangat bosan karena hanya melihatnya. Aku pun memainkan game di ponselku. Aku teringat bahwa kemarin rena menggunakan foto kami berempat saat di puncak. Happy family menurutku, karena di foto itu kami benar-benar bahagia bersama lerie dan langit. Aku pun memutuskan untuk keluar membeli makanan, dari pagi aku belum makan. Saat sedang mencari kantin. Aku melihat zein sedang bersama seorang dokter. Wajahnya nampak kusut dan frustasi. Aku berniat untuk menghampirinya karena dokter yang bersamanya itu sudah pergi.

"Zein!!" Ucapku sedikit berteriak.

"Dani? Ngapain disini? Gak ngajar emang?" Ucapnya.

"Jenguk rena sekalian bolos." Ucapku sambil terkekeh.

Kami pun terus berbincang, aku menanyakan perihal penyakitnya rena. Zein hanya tersenyum, dia bilang rena gak mau ada yang tau tentang penyakitnya. Aku menanyakan seberapa parah penyakitnya. Lagi-lagi zein hanya bilang kalo rena gak apa-apa gak ada yang serius. Tapi aku curiga ada yang disembunyikan. Dia bilang kemarin saat baru pulang rumah, dia melihat rena sudah tergeletak di lantai tak sadarkan diri. Aku merasa curiga bukankah rena pulang dengan zein? Apa dia berbohong? Atau zein telat menjemputnya? Tapi bagaimana dia bisa sampai rumah. Pikiran itu terus berkecamuk. Kemudian zein bilang kalo aku jangan sampai membuat rena sedih karena kondisi psikisnya sedang tidak baik. Aku pun berjanji, aku tidak akan pernah tega membuatnya menangis lagi selama rena bersama denganku. Meskipun aku tidak bisa memberikan harapan yang baik untuknya. Dia menitipkan rena padaku hari ini, karena dia harus mengurus beberapa berkas yang belum diselesaikan. Tumben sekali aku tidak adu mulut dengannya, mungkin karena rena tidak ada. Memang terasa sepi sekali saat kami mengobrol bersama tanpa rena. Karena yang aku tahu bahwa zein senang sekali menggodanya dengan sebutan 'istriku' aku menanyakannya mengenai kenapa dia sangat dekat dengan rena bahkan dia seperti kekasih untuk rena bukan saudara. Dia menjelaskan bahwa adiknya meninggal ketika anak-anak dan adiknya itu seumuran dengan rena makanya dia menyayangi rena seperti adiknya sendiri. Dia sangat suka mengganggu rena. Aku merasakan hal yang sama, tapi perasaanku lebih dari itu. Aku ingin berada di dekatnya setiap saat karena saat itu juga aku merasakan kebahagiaan yang tak pernah aku dapatkan dari wanita manapun. Setelah berbincang dengan zein, aku membeli beberapa makanan ringan dari kantin rumah sakit. Aku diberi tahu oleh zein dimana letak kantin rumah sakit. Aku kembali ke kamar rawat rena. Kulihat dia sedang menatap ke luar jendela. Untungnya rena berada di ruang VIP jadi aku lebih leluasa untuk mengobrol dengannya. Aku menghampirinya dengan langkah santai, dia menoleh kepadaku sambil tersenyum.

"Kak, kalo rena udah pulang dan sembuh ajak rena travelling dong sekitaran jakarta aja." Pintanya dengan puppy eyes-nya. Sudut bibirku tertarik karenanya, tidak biasanya dia seperti ini. Aku mengangguk sambil tersenyum. Aku pun duduk di sofa rumah sakit. Aku pun membuka makanan ringan yang tadi aku beli.

"Ren, kammo mao?" Ucapku dengan mulut penuh makanan.

"Hahahaha... kakak makan dulu kali gak boleh makan sambil ngomong. Rena lagi males makan." Jawabnya sambil tertawa. Aku menghabiskan dulu makanan yang tadi sedang aku makan. Aku berjalan lalu duduk di bangku dekat ranjang rena.

"Ren, janji ya cepet sembuh. Kamu nggak ngerepotin aku meski sakit. Tapi aku khawatir bukan repot. Kamu gak bisa bayangin rasanya melihat orang yang kamu sayangi sakit. Rasanya tubuh ini juga ikut merasakan sakit. Jadi, jangan mikirin apapun lagi. Kamu harus sembuh. Oke?" Ucapku panjang lebar entah kenapa aku berani bicara berkata seperti itu padanya.

"Rena gak bisa janji sembuh cepet, soalnya seneng bikin kakak-kakak rena jadi manjain rena. Terus gak ada yang godain rena lagi deh." Ucapnya sambil tertawa. Aku mencubit kedua pipinya. Pipinya pun menjadi merah merona. Kami memutuskan bermain game bersama selama menunggu zein pulang selain bermain game di hp kami pun membaca novel yang zein bawa saat dia pulang ke rumah tadi pagi selain itu aku menyuapi dia makan siangnya ketika suster di rumah sakit menyuruhnya makan siang banyak sekali kegiatan yang kami lakukan bersama hari ini hingga tak terasa waktu sudah menunjukan pukul 6 sore. Rena menyuruhku untuk pulang, karena besok pagi rena sudah boleh pulang ke rumah begitulah keterangan dari rumah sakit. Aku bilang akan menunggu sampai zein datang. Dia bilang kalo dia tidak apa sendiri, karena pasti zein akan datang. Tapi aku tidak bisa memercayainya begitu saja, makanya aku menunggunya sampai zein datang meskipun dia cemberut saja selama aku ada disitu. Zein baru datang sekitar pukul 8 malam. Dia bilang tadi pergi ke rumah dulu untuk mengambil baju gantinya dan rena. Aku pun berpamitan untuk pulang. Akhirnya rena baru mengucapkan terima kasih meskipun dengan nada yang ketus. Aku tersenyum lalu pergi menuju parkiran. Aku melihat ponselku karena ada notifikasi masuk.

AldeeraS : Tanda tangani secepatnya. Aku gak mau tau. Aku udah bilang sama mamiku dan mamimu.

Aku menghela nafas panjang, kemudian aku mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi menuju rumah.

Forbidden Love💔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang