Dua garis.
Tubuhnya merosot kembali ke lantai, dan memperhatikan beberapa test pack yang berserakan di lantai. Tidak menyangka bahwa dari semua test pack tersebut memberikan hasil yang sama. Ia mengumpulkan semuanya menjadi satu, di telitinya satu persatu. Siapa tahu ada yang terselip diantara semua itu, bergaris satu.
Namun harapan tinggal harapan. Semuanya bergaris sama. Dengan berbagai macam merek test pack yang berbeda telah di cobanya. Hasilnya tetap sama. Dan sekarang dia gelisah.
Hal pertama, dia merupakan anak dari keluarga yang baik-baik.
Hal kedua, kemarin merupakan hari bersejarah untuk dirinya dan keluarganya. Ia baru saja di wisuda.
Hal ketiga, dia bisa di bunuh maminya bila hal ini sampai ketahuan.
Dia memejamkan matanya. Mencoba untuk berpikir tenang dan mengatur napasnya yang berderu. Rasanya sesak sekali. Kepalanya berdenyut hebat. Ingin sekali ia membakar test pack sialan itu.
Perlahan, ia mencoba bangkit dan merapihkan alat bukti yang menyatakan bahwa ia hamil. Memasukannya ke dalam kantong plastik hitam lalu diikatnya. Diremas kantong tersebut, melampiaskan ketakutannya.
"Gua rasa, gua selalu minum pil kb."
Dengan kasar, dibuka tutup tempat sampahnya lalu di buang semua alat buktinya. Ia mendudukan tubuhnya di sisi tempat tidurnya. Jarinya terangkat seakan menghitung sesuatu. Mengingat apakah ia pernah melewati minum pil kbnya. Ia rasa ia selalu meminumnya.
Handphonenya berdering keras mengalunkan lagu latin yang begitu menggoda. Dengan cepat ia mengangkat teleponnya.
"Hallo?" Sapanya dengan nada datar.
"Bri! Ayo kita dugem lagi. Ada event di club langganan kita."
Suara di sebrang line begitu memekik senang. Mungkin event kali ini begitu meriah. Atau mungkin menghadirkan DJ yang hot.
"Gua gak mood."
"What??" Pekik suara cewek di sebrang line itu membuat cewek yang di panggil Bri itu menjauhkan ponselnya dari daun telinganya. "Ada Alffy Rev sayang! Kita harus kesana! Gua pengen liat dia secara langsung. I am his big fan! So, go out from your fucking apartment, now!"
Sejenak ia terdiam, "Siapa aja yang ikut?"
"Ada Lian, Inka, sama pacar lu." Jelas cewek tersebut.
Ia menghela napas sejenak, "Yang pertama, dia bukan pacar gua. Yang kedua, I'm join!"
Sekali lagi cewek di sebrang line itu memekik kencang lalu dengan cepat di matikannya. Sangar berisik sekali temannya itu.
Sekarang yang ia butuhkan hanyalah minum.
Dia beranjak ke kamar sebelah yang lebih kecil dari kamar utamanya. Kamar tersebut di sulap menjadi mini walk in closet yang begitu tertata rapih. Rapih karena kebetulan saja dia baru membereskan barangnya.
Di bukanya pintu kaca yang paling besar di antara pintu kaca bening yang memperlihatkan isinya. Mengambil beberapa baju lalu dia mencocokannya di depan kaca. Setelah menemukan apa yang akan ia pakai, ia berganti baju.
Penampilannya kali ini lebih tertutup. Baju yang biasanya dipakai adalah baju yang selalu menampilkan belahan dada besarnya serta perut ratanya. Karena ia menganggap baju itu memang pantas dipakai untuk ke club. Bukan untuk memerkan asetnya.
Tapi malam ini, ia memakai kemeja lengan panjang dan rok pendek yang lebih manusiawi. Intinya baju ini sangat manusiawi sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Ocean
RomanceBrianna merasa tolol dengan hidupnya. Mengapa selama ini ia bisa menyukai sahabatnya sendiri yang sekarang baru ia sadari hanya menginginkan tubuhnya. Dia benar-benar sudah gila. Maka dari itu, ia akan melepaskan semuanya. Ia tidak bisa begini teru...