Nam

9.3K 676 61
                                    

Happy reading✨🔥

¥o£•

Dibalik kursi kemudi, Lian duduk dengan tenang. Setelah tragedi baku hantam yang dilakukan oleh pihak pemarah, Lian sebagai saksi mata hanya bisa mengingatkan bahwa mereka harus segera mencegah sang korban. Rosa yang tadinya hanya menangis akhirnya menghentikan sikap brutal suaminya kepada anak laki-lakinya tersebut. Tidak ingin membuat calon keturunan Darmawadi hilang dari rahim Brianna.

Disebelah Lian, sudah ada Rafa yang sedang mencoba menghubungi ponsel Brianna dengan muka babak belurnya, tapi ia merasa baik-baik saja. Ia berdecak kesal saat Brianna tak kunjung menjawab telepon. Rafa mengetuk-ngetuk pahanya. Berpikir cepat namun semuanya terasa buntu. Apalagi setelah kejadian dipukul oleh dua orang pria. Pikirannya tersumbat dalam rasa kesalahan.

"Hubungin Channie, Raf." Ujar Lian setelah dia membiarkan sedari tadi.

Rafa hanya menganggukan kepalanya. Di dalam hati ia hanya bisa merutuki kebodohannya yang tidak kepikiran sampai sana. Dengan cepat, ia mencari kontak Channie dan setelah ketemu langsung di tekan dial telepon. Berkali-kali deringan berbunyi tetapi tidak ada yang menjawab.

"Gak di angkat."

Hembusan nafas terdengar begitu keras, membuat Lian melirik ke arah sebelahnya. "Bego sih lu jadi cowok!" Suara bass Lian membuat Rafa menggeram.

"Gua gak butuh komentar lu." Ujarnya dengan lirikan tajam. "Bisa lebih cepet lagi gak sih bawa mobilnya?"

Lian memutarkan kedua bola matanya, kesal mendengar ucapan dari Rafa. Seakan memerintah dan dia menurutinya. Sebenarnya ia sudah tahu dimana Brianna, tetapi dia menginginkan Rafa berusaha sedikit.

Rafa menghela napasnya panjang. Lalu tersentak seakan mengingat sesuatu. "Terus sekarang lu bawa gua kemana? Kita belom tau di mana Brianna."

"Ck. Cowo bego!" Decihan itu menghina, tapi yang dihina tidak merasa tersinggung. "Gua udah tau dimana."

"Anjing! Terus kenapa lu masih suruh gua telepon Brianna?" Teriaknya marah, ia merasa menjadi sia-sia saja menelepon cewek berkulit sawo matang itu.

Mendengar Rafa yang menggerutu, ia hanya bisa memutar kedua bola matanya. "Gua cuman mau liat rasa 'kemanusiaan' yang lu punya. Masih ada, tapi sayangnya untuk ukuran menjadi seorang suami, belom pantes aja." Ujarnya panjang lebar. Yang di nasehati hanya menggeram marah. Kesal karena telah di permainkan.

"Belom tentu gua nikahin dia."

"Si brengsek satu ini!" Mobil sedikit oleng karena Lian mencengkram erat kemudi dan dilampiaskannya kesana. "Lu tetap harus tanggung jawab, nyet! Setelah lu puas hah-hih-huh-hah terus lu gak mau tanggung jawab pas hasilnya udah jadi? Anjing bener idup lu!" Kesal Lian yang langsung di sambut oleh helaan napas Rafa.

"Gua punya pacar."

Lian membelokkan setirnya ke kanan lalu menoleh cepat ke Lian "Demi apa?" Kagetnya yang terus menjalankan mobilnya walau terkadang suka oleng ke kanan dan ke kiri. "Siapa jir?"

Dengan berat, Rafa memberitahu Lian. "Anna"

"Anna? Brianna?"

"Bukan, Annatya Permata Sri."

Lian menghentikan mobilnya saat sampai tujuan, namun sebelum turun dia harus mengintrogasi temannya. "Kayak pernah denger namanya."

Rafa menghela napas panjang. "Lu pasti pernah denger. Junior kita, anaknya mantan gubernur."

"Oh shit!"

¥o£•

"Ibu Brianna."

The OceanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang