"Lu kenapa sih Bri?" Chanie mengambil gelas wine yang ia isi dengan coca cola."Lu kok sinis banget kalo ketemu sama Rafa?"
Saat ini Chanie sedang berusaha untuk menjadi penengah antara hubungan Brianna dan Rafa yang tiba-tiba menjadi dingin. Tidak ada hangat-hangatnya. Kehabisan akal karena Brianna menjadi ketus dengan Rafa, sedangkan cowok tersebut masih berusaha mencairkan suasana.
Chanie adalah sahabat cewek satu-satunya yang Brianna miliki di dunia ini. Dia tahu jenis hubungan yang seperti apa yang di jalani oleh sahabatnya. Awalnya merasa begitu keberatan dengan hubungan tersebut, tapi lama kelamaan dia senang saat melihat Rafa selalu menjaga Brianna, dan Brianna yang hanya 'jinak' dalam pengawasan Rafa.
"Gua hamil."
PRANG
"APA?"
Teriakan kali ini bukan jenis teriakan yang begitu riang. Bukan yang seperti biasanya.
"Lu tolol tau gak! Udah gua bilang main aman, bego. Main aman!" Teriak Chanie sedikit emosi. "Gila! Rafa udah tau belom?"
Brianna yang sudah bisa memperkirakan apa yang di ucapkan Chanie hanya santai saja. Seakan ini bukan masalah besar. Lalu dia menggelengkan kepalanya pelan. "Belom."
"Lu sakit ya?" Geram Chanie yang di balas tatapan biasa oleh Brianna. "Lu harus bilang. Biar dia tanggung jawab."
"Gua gak pernah liat dia deket sama cewek lain." Nostalgia Brianna. "Selama gua bersahabat sama dia, gak pernah sekalipun dia perhatiin cewek selain gua. Dia selalu melihat ke arah gua, membuat gua yakin hubungan yang selama ini gua ciptakan sama dia gak bakal retak. Tapi ternyata brengsek juga dia."
Chanie mengangkat alisnya tinggi. "Siapa yang lu maksud?"
"Gua nyaman banget sama dia. Gua yakin dia juga nyaman sama gua. Gua jatuh cinta sama dia, apapun yang dia lakukan, di mata gua itu sangat manis. Gua gak pernah mengalami hal kayak gini. Dia yang pertama buat gua dan gua yang pertama buat dia." ucapan Brianna membuat Chanie mengerti siapa yang dimaksud cewek itu. "Gua selalu jatuh cinta sama Rafa. Setiap hari."
Chanie tersenyum tipis, "terus apa lagi yang lu tunggu? Kasih tau soal kehamilan lu sama dia. Dia bakal seneng banget. Gua yakin." Tapi yang dilihat Chanie, Brianna menggelengkan kepalanya. "Kenapa?"
"Rafa punya pacar."
"APA?"
Brianna merasa pusing dengan teriakan Chanie pun berdiri, "Gak usah teriak terus. Beresin aja pecahan belingnya." ia memasuki kamarnya lalu mengunci diri.
Yang ditinggal hanya bisa diam saja. Menatap nanar pintu yang sudah di kunci oleh pemiliknya lalu ke arah pecahan beling. Dia tidak bisa ikut campur soal ini. Hal ini begitu pribadi sehingga Chanie tidak bisa bertindak leluasa. Tetapi dia tidak bisa berdiam diri seperti ini. Dia harus menyelematkan temannya. Teman seperjuangan yang selalu membantu dirinya dalam keadaan susah.
"Gimana ini?" lirihnya.
***
Muntahan di pagi hari membuat Brianna mendesah kesal. Sudah empat hari ini gejala orang hamilnya kumat, dan tidak bisa dihentikan dengan cepat. Ia harus meminum teh manis hangat untuk menghilangkan mualnya. Sedangkan untuk berjalan dari kamar mandi ke dapur yang jaraknya begitu dekat saja dia sudah merasa lemas.
Brianna menghela napas pelan. Pusing mendera kepalanya. Chanie sedang dalam perjalanan menuju apartementnya, harus menunggu sekitar setengah jam jika perjalanan lancar dan satu jam jika jalanan padat. Untuk jam 10 pagi, kemungkinan jalanan sudah lengang.
Masih duduk di lantai kamar mandi yang masih kering, dia mencoba menghubungi Chanie yang berujung tidak diangkat. Tak selang lama, dirinya kembali memuntahkan cairan bening. Air matanya sampai ikut menetes karena sudah tidak ada lagi yang dimuntahkan oleh Brianna. Dia masih bingung apa yang harus dilakukan.
Suara dering ponsel itu menggema kamar mandi kecilnya. Tanpa melihat namanya dia mengangkat, "Chanie? Dimana sih? Sumpah gua udah gak-- Hoek.."
"..."
"Chanie cepetan sih! Jangan lupa beliin susu juga ya, gua lemes banget." Ucapnya tanpa semangat. "Chanie!!" Geramnya karena Chanie tidak kunjung memberi tanggapan.
"Bri?"
Bulu halus Brianna berdiri.
Mendengar suara yang hampir dua minggu ini tidak ia dengar membuatnya meneteskan air mata. "Are you ok?"
Pip.
Brianna mematikan sambungan teleponnya. Ia hanya tidak sanggup mendengar suara tersebut. Suara tangisannya pecah. Meratapi kesedihan yang entah mengapa muncul. Ia hanya merasa sedih karena berjauhan dengan Rafa. Walau semua ini, ia yang membuatnya. Dan dirinya tidak suka dengan keputusan yang ia buat sendiri.
Ia terlalu merindukan Rafanya.
Persetan dengan Rafa yang punya pacar! Ia sekarang butuh Rafa karena ia sedang mengandung anak dari cowok tersebut. Tangannya dengan cekatan mencari kontak Rafa. Tanpa menunggu lama, teleponnya terangkat. "Brianna! Akhirnya!"
Dan lagi, tangisannya pecah. Mendengar suara tangisan Brianna yang pertama kalinya di dengar dengan tambahan sesegukan seperti ini membuat orang yang ada di sebrang telepon begitu bertambah khawatir.
"Lu kenapa? Lu baik-baik ajakan? Siapa yang bikin lu nangis kayak gini?"
Brianna semakin menangis mendengar nada khawatir Rafa yang telah membuat hatinya lumpuh.
"Rafa. Kangen."
Hening beberapa saat. Lalu suara kekehan terdengar di sebrang line. "Gua akan..."
"BRIANNA! SUSU HAMILNYA UDAH GUA BELI! AYO KELUAR DARI KAMAR MANDI!
"Bri??"
Secepat kilat, Brianna mematikan sambuangan teleponnya lalu membantingnya ke tembok.
"CHANIE!!" Teriakan Brianna membuat suara dorongan pintu terbuka dengan keras.
"Kenapa Bri?" Panik Chanie berubah menjadi kerutan melihat muka Brianna yang memerah. "Gua kira muka lu bakal seputih mayat karena mual tapi kenapa..."
"Anjing lu ya Chanie!"
"Kenapa lu anjingin gua?"
Brianna menghela napasnya. "Congor lu barokah!"
Kerutan dikening Chanie semakin dalam. Memasang wajah bingung. Tanpa banyak kata dia mengangkat temennya itu. Lebih tepatnya merangkul dan membantu Brianna yang berdiri serta berjalan lemas walau wajah temannya itu sudah semerah kepiting.
"Kenapa sih?"
Brianna yang baru saja duduk segera menangis. "Rafa tau gua hamil."
"Hah?" Teriak Chanie yang seperti biasa. "Terus-terus? Sekarang gimana?" Mendengar Rafa sudah tahu kalau Brianna sedang hamil, membuat Chanie senang dan bahagia. Setidaknya temannya ini akan ada yang menjaga, tidak dia yang hampir setiap pagi di buat bangun oleh Brianna hanya untuk rengekan-rengekan kecil tetapi membuatnya kesal.
"Gak ada terus-terusan." Brianna menghela napas panjang.
"Kita tunggu aja reaksinya ya?"
Brianna mengangguk setuju lalu memeluk bantal sofanya dengan erat. Ia yakin Rafa akan segera datang.
Sekarang Brianna hanya bisa berharap, semoga dewi fortuner datang dan menyelamatkan hidupnya.
¥○L●
Aku tau ini masih sangat amat sedikit! Tapi mohon ya kemaklumannya, acara kampus ini sudah membunuhku!
Semoga suka sih shay!
Jangan lupa voment ya shay! AKU CINTA KALIAN❤
20 VOTE akan membangkitkan semangat menulisku🔥🔥 Maacih yaw💕
KAMU SEDANG MEMBACA
The Ocean
RomanceBrianna merasa tolol dengan hidupnya. Mengapa selama ini ia bisa menyukai sahabatnya sendiri yang sekarang baru ia sadari hanya menginginkan tubuhnya. Dia benar-benar sudah gila. Maka dari itu, ia akan melepaskan semuanya. Ia tidak bisa begini teru...