"Bri.."
"Brianna.."
Dengungan itu membangunkannya. Matanya menatap sekeliling yang ada dikamar ini. Mencari seseorang yang memanggil namanya dalam tidur indahnya.
Namun saat menyeka titik-titik peluh yang mengalir dari pelipisnya menjadi bukti bahwa itu adalah sebuah mimpi. Suara itu nampak begitu jelas dan nyata di telinganya.
Mimpinya kali ini begitu indah. Ia melihat dirinya sendiri sedang berciuman dengan Rafa. Oh tidak, ia rindu dengan pria itu -- yang telah menjadi bagian hidupnya lebih dari 7 tahun. Dengan kilasan indah melalui mimpinya, air matanya meluncur tanpa izin membasahi pipi tirusnya.
Suara pintu terbuka mengalihkannya, semburat cahaya lampu dari luar kamar mulai menerpa wajahnya.
"Bri.. Are you ok?"
Dalam hatinya bertanya. Apa dia baik-baik saja? "Ya, I'm ok" Demi matahari yang dikelilingi bumi. Tentu saja ia tidak dalam kondisi baik. Dia ingin Rafa. Ingin sentuhan hangat Rafa.
Chanie datang membawa air putih. "Wanna go home?" Cewek itu memberikannya pada Brianna dan segera ditenggak habis.
Pertanyaan itu menyentil hatinya. Bulir-bulir itu kembali turun dan bahunya mulai berguncang hebat. "I miss my home. I miss my family."
Chanie menatap Brianna begitu sendu. "Kita pulang yuk. Semua orang pasti cari lu." Ia kembali mengingatkan sahabatnya yang mulai terlihat sedikit depresi. Selama satu bulan mereka pindah ke kota pelajar ini, kondisi Brianna benar-benar menurun. Tubuh sintalnya juga mulai mengurus. Chanie memegang perut Brianna yang mulai membuncit. "Kasian kan janinnya, Bri."
Refleks, Brianna ikut memegangi perutnya. Tiga bulan. Janinnya berkembang dengan baik. Padahal, tiada sang papa yang memberi kasih sayang untuknya. Bahkan sang papa dengan dengan tega membawa sang mama untuk meluruhkan janin ini. Mengingat itu kembali membuat dadanya bergemuruh. Kepalanya menggeleng pelan, "dia pasti marah kalau janin ini masih ada."
Chanie memeluk Brianna dengan sayang. Selama ia berteman dengan cewek sintal ini, tidak pernah sedikitpun menunjukkan kesedihannya lebih dari 1 jam. Bahkan hidupnya dipergunakan untuk melakukan banyak hal yang ia ingini. Tapi melihat Brianna seperti ini, Chanie mengerti satu hal, baik janin dan laki-laki brengsek itu, berharga bagi Brianna.
Keheningan menyelimuti mereka. Tidak lama, karena perut dari sang mama berbunyi keras. Seakan janinnya minta diisi makanan. Chanie melepaskan pelukan hangat, mengganti ekspresi sedihnya dengan seringaian menyebalkan dimata Brianna.
"Baiklah bumil, your tummy was concert." Dia berdiri dan melangkahkan kakinya ke dapur. Meninggalkan Brianna yang termenung sendiri di atas kasur single yang tak begitu empuk.
Di kota pelajar ini, Brianna mengontrak rumah dengan tipe 45. Lumayan luas dan nyaman dengan 2 kamar, dapur beserta isinya. Tanpa ada orang yang mengetahui kepergiannya ---kecuali Chanie tentu saja --- mungkin mereka semua panik mencari dirinya yang menghilang tanpa kabar. Sedangkan Chanie yang merasa bahwa dirinya tidak memiliki siapa-siapa lagi di dunia ini, mengikuti kemanapun sahabatnya itu melangkah. Takut-takut dirinya melakukan hal konyol, kata Chanie.
Alasan ia pergi dari Jakarta bukan hanya soal ketakutannya akan Rafa yang mengambil janinnya tapi juga reaksi keluarga Brianna yang pasti sangat tidak baik. Membayangkan tatapan kecewa dari kedua orang tua serta kakak-kakaknya, membuatnya tidak tega menorehkan luka kepada mereka. Dalam kata lain, biarkan dia saja yang menanggung beban ini semuanya.
Mata itu bergerak pada benda pipih yang tidak pernah ia hidupkan selama berada disini. Ia sudah mencabut kartu sim dengan harapan agar persembunyiannya tidak ada yang mendeteksi. Dengan sedikit gontai, kakinya melangkah menuju benda pipih di atas nakas. Lalu dengan ragu dinyalahkannya dan muncullah logo apple yang terkikis disatu sisinya.
Pertama yang ia lihat dari handphonenya adalah wallpaper dirinya dengan sahabat-sahabatnya, termasuk dengan Rafa. Ia menatap dirinya dan Rafa yang berdiri bersampingan di wallpaper tersebut. Dengan senyum mereka yang begitu merekah tanpa beban. Seakan mereka tidak memiliki masalah sama sekali. Seketika membuat Brianna sadar bahwa sekarang tidak akan pernah kembali sama.
Airmatanya tanpa ia sadari mengalir. Brianna memegangi pipinya yang tiba-tiba menjadi basah. Dia menangis, meratapi kesedihannya seorang diri.
Dia rindu Rafa.
Dia rindu sahabat-sahabatnya.
Dia rindu keluarganya.
Brianna rasanya ingin kembali. Namun begitu dia mengingat bahwa disana akan terlalu kejam untuk dihadapi, dia ragu untuk kembali.
Di dalam hidupnya tidak pernah ia merasa seputus-asa ini. Tidak pernah merasa setakut ini. Rasanya ia ingin mati, ia tidak ingin merasakan perasaan ini.
Brianna berbaring. "Tolong" lirihnya. Tangannya menangkup dadanya yang terasa berdenyut, "tolong jangan."
Air matanya kembali turun. Tetapi tidak ada isakan hebat, ia menatap datar ke arah jendela yang menampilkan langit malam yang begitu terang dengan cahaya rembulan. "Tolong, rasanya sakit."
Brianna menatap nanar ke arah bulan yang begitu bulat sempurna. Terasa begitu dekat di penglihatannya. "Kenapa?" Air matanya kembali turun, perasaannya sangat sakit.
Ia rindu semuanya.
Brianna membuka aplikasi musik di handphonenya. Tangannya yang lentik bergerak mencari lagu kesukaan dirinya dan Rafa.
Alunan pertama. Dan Brianna menangis kencang. "Kenapa? Tolong sakit." Isaknya. Brianna memegang dadanya begitu erat. Dadanya sampai ia pukul untuk menggantikan rasa sakit yang muncul, membuatnya sangat tidak nyaman dengan perasaannya sendiri.
Chanie mengintip dari celah pintu yang sengaja ia tidak tutup rapat. Dirinya ikut menangis. Ia tidak pernah melihat Brianna sedih seperti ini. Suara tangisannya sangat menyakitkan, menandakan sahabat terbaiknya benar-benar rapuh dan diambang kematian kecil.
Chanie menyenderkan tubuhnya di dinding. Membawa tubuhnya berjongkok di samping pintu dan membiarkan dirinya hanyut dengan rasa sakit Brianna.
"Ya Tuhan, bagaimana ini?"
¥o£•
HELLOWWWW!!!
Apakah masih ada yang tersisa di cerita ini???
Semoga masih ada ya.
For my lovely reader, sorry ya aku suka ngaco. But I'm still memantau pergerakan wattpad walau ku sudah bingung ya dengan cerita ini. Because tiba2 ku lupa dengan alur ceritanya. Mungkin dikarenakan daku terlalu lama ya mengendapkan cerita ini sampai berdebu parah.
SEMOGA KALIAN SUKA!!!
Jangan lupa VOTE N KOMEN YAW
LUVLUV♥️♥️
KAMU SEDANG MEMBACA
The Ocean
RomanceBrianna merasa tolol dengan hidupnya. Mengapa selama ini ia bisa menyukai sahabatnya sendiri yang sekarang baru ia sadari hanya menginginkan tubuhnya. Dia benar-benar sudah gila. Maka dari itu, ia akan melepaskan semuanya. Ia tidak bisa begini teru...