LOVE IN SENJA

112 19 3
                                    

Hari kedua MOS telah selesai. Sekarang Zerra kembali ketujuan pertamanya. Yakni menghampiri sahabatnya yang bekerja di sebuah toko kue. Ia bernama Nada. Sudah sekitar 1 tahun ia bekerja di sana. Mencari nafkah untuk keluarganya. Seharusnya dia lulus SMP bersama Zerra. Namun dengan perekonomian di keluarganya yang tidak mencukupi. Terpaksa Nada harus memutuskan sekolahnya.

"Aku hanya ingin membantu Bapak saja.!" Ucap Zerra.

"Nanti biar aku bantu bicara pada pemilik toko kue ini!" 

Zerra tersenyum lebar. "Tolong usahakan ya!" Memegang tangan Nada.

Nada menganggukan kepalanya sembari tersenyum. "Eh tapi bagaimana dengan sekolahmu?" Tanya Nada kembali.

"Emm kalo soal itu nanti biar aku yang bicara pada pemilik toko kue ini.!"

"Baiklah, oh iya kamu mau minum apa?"

"Tidak terimakasih. Aku mau pulang saja ini sudah sore! Takut kemalaman.!" Bangkit dari duduknya. "Tolong usahakan ya. Sampai jumpa!" Memberi salam dan pergi menjauh dari toko kue itu.

Hari sudah semakin gelap. Beberapa meter dari toko itu perjalanan pulang masih harus di tempuhnya. Lumayan melelahkan menguras tenaga berjalan di tengah kegelapan yang teramat mencekam ini. Jalanan juga sudah semakin rentan kendaraan. Sepi hanya beberapa yang berlalu lalang. Zerra berjalan bukan ia tak punya uang sepeser pun, hanya saja angkutan umum atau bis sekali pun jarang bila sudah malam seperti ini. Kini Zerra berjalan dengan luhlai, ia berjalan dengan memasang kepala yang tertunduk kebawah. Memperhatikan jalan yang ada di hadapannya.

Tidak berapa lama ia berjalan, seseorang datang dari arah berlawanan. Zerra yang berjalan tertunduk kini ia hentikan dengan mata yang mendapati seorang berdiri di hadapannya. Namun Zerra tidak bisa melihat jelas wajah pria yang berdiri di hadapannya itu. Dikarnakan di belakang pria itu tepat di atas kepalanya terdapat lampu yang teramat terang. Hingga wajahnya tidak bisa terlihat jelas, hanya sebuah tubuh yang tinggi, mengenakan jaket hitam, dan sebotol minuman di tangan kanannya. Sekarang bola mata Zerra bermain memperhatikan pria yang setengah tidak sadarkan diri itu. Degupan kencang dari dalam dada pun perlahan mulai menggetarkan seluruh badan Zerra.

"Permisi.!" Ucap Zerra yang segera akan melangkah melewati sisi kanannya. Kaki yang telah melangkah beberapa meter darinya harus terhentikan kembali, dengan cepat pria itu menangkap pergelangan tangan kiri Zerra. Membalikan badan Zerra dan menyenderkannya ke sebuah tembok jalanan yang sepi itu. "Apa yang akan kau lakukan?" Tanya Zerra dengan wajah yang tertunduk masih dalam genggaman pria tinggi itu. Air mata pun kini ia rasakan mengalir dari sudut kedua matanya. Melintasi kedua pipinya dan bercucuran kebawah. Setelah ia melihat sebuah jaket yang pria itu kenakan kini tak lagi terpasangkan. Melainkan pria tinggi itu melemparkannya ke atas jalanan. Serta botol yang ia genggamnya pun ia lemparkan bersamaan.

Kaki pria itu semakin mendekat ke hadapan Zerra, tangan kiri Zerra masih dalam genggaman tangannya. Lantas tangan kanan pria itu kini ia gunakan untuk menyentuh lembut pipi Zerra. Sebelum ia menaruh tangan kanannya lebih lama, ia terlebih dahulu mengusap air mata yang keluar dari penjuru mata Zerra. Kemudian setelah itu ia menaikan dagu Zerra keatas. Mata Zerra tertutup rapat, sebelum ia benar-benar melakukan hal rendahnya. Ia terlebih dahulu menatap gadis yang berdiri gemetar di hadapannya dalam-dalam. Tanpa pikir lama lagi lantas pria itu menaruh tangannya di pipi sebelah kanan Zerra dengan lembut. Pria itu semakin mendekati tubuh Zerra, wajahnya sebentarlagi akan mendara di wajah Zerra. Yang pria itu incar ialah bibir Zerra yang merah merekah. Hingga setelah benar-benar dekat ia  memiringkannya kesebelah kiri. Dan segera memejamkan matanya.

"Tolong aku…!" Kini suara serak Zerra berhasil membawa seseorang untuk menyergap pria yang akan berbuat tercela itu. Seseorang datang dengan amarah yang menjadi. Membantingkan pria itu dengan pukulan-pukulan mautnya. Perkelahian di antara keduanya pun mulai menjadi. Zerra yang terlepas dari genggaman pria itu, hanya terduduk lesu sembari mengalirkan air matanya. "Buk…" Satu pukulan mengenai bibir penjuru Daniel. Ya Daniel, ia selalu ada di samping Zerra bila ia ada masalah. Bila ia membutuhkan teman dan membutuhkan bantuan seperti sekarang ini Daniel selalu datang dengan tiba-tiba.

Perkelahian masih berlanjut. Kini kedua tangan Daniel berada di kerah baju pria yang setengah sadarkan diri. Menekankannya ke sebuah tembok dekat Zerra yang masih terduduk menangis. Daniel yang segera melayangkan tangannya ingin memukul pria itu. Terhentikan oleh telinganya yang mendengar isakan dari mulut Zerra. Tatapan matanya ia alihkan pada wanita di bawahnya itu. Yang terduduk bergetar ketakutan. Tanpa meneruskan pukulannya Daniel melepaskan genggaman tangannya. Lantas pria itu berlari sempoyongan menjauhi Zerra dan Daniel.

"Kau tidak apa?" Tanya Daniel panik sembari memasangkan sebuah jaket bomber ketubuh Zerra. Air mata masih keluar dari sudut mata Zerra, dan Daniel hapus dengan lembutnya. Raut wajah Daniel begitu benar-benar panik melihat keadaan Zerra sekarang ini. "Aku akan mengantarmu!" Memegang kedua pundak Zerra untuk membantu berdirinya.

"Daniel aku takut.!" Ujar Zerra setelah mereka berdiri menghadap motor milik Daniel. Pandangan Zerra melekat dalam pandangan mata Daniel. Hingga Daniel harus mendekap erat tubuhnya.

"Kau tenanglah sekarang aku disampingmu!" Sahut Daniel meletakan kedua tangannya di pipi Zerra. "Sekarang aku akan mengantarmu pulang!" Merapikan jaket yang terpasang di tubuh Zerra. Zerra hanya tersenyum, dan menganggukan kepalanya pelan.

***

Pagi-pagi sekali semua kelompok telah berbaris rapi di lapang upacara. Sementara tas-tas semua peserta, panitia simpan di kelas tempat mereka akan menginap. Ini adalah hari terakhir Zerra menjalani MOS, ada banyak kenangan dan kebencian. Hingga Zerra tidak tahu harus bahagia atau harus bersedih.

"Hari terakhir.!" Desis Zerra sembari menghembuskan napas.

"Huh" Tiba-tiba saja seseorang datang mengagetkan Zerra dengan cara meniup telinga sebelah kiri Zerra.

"Daniel" Ucap Zerra setelah ia membalikkan badannya menghadap Daniel. "Sudah ku duga itu pasti loe.!" Kembali ke posisi semula.

"Loe itu baperan ya!" Lanjutnya setelah Daniel berdiri bersampingan dengan Zerra.

Zerra menautkan kedua halis, tidak mengerti. " maksud loe?"

"Ya loe itu baperan!" Sembari tersenyum simpul. "ketika semuanya akan berakhir loe tangisi, dan ketika semuanya sedang loe jalani loe malah mengeluh. Wanita memang aneh!" Memasukan kedua tangannya kedalam saku jaket yang ia kenakan.

"Heh itu terjadi bukan hanya pada wanita saja, Itu sudah penyakit semua orang! Loe juga baperan kali, elonya saja yang gak sadar!" Melihat Daniel sinis. Ketika Zerra melihat wajah Daniel, matanya mengarah melihat luka lebam di ujung bibirnya Daniel. "Luka itu…?" Sembari menunjuk.

Daniel memegang bagian ujung bibirnya. "Tidak apa, ini cuma luka lebam.!"

"Maaf ya!" Kali ini Zerra berkata sembari menatap Daniel tulus. "Gara-gara gue loe jadi terluka!" Lanjutnya sembari menundukan kepala.

"Tak usah di pikirkan anggap saja itu mimpi.!" jelasnya Sembari mengacak-acak rambut Zerra dan pergi berlalu menuju sekumpulan kawannya.

Zerra menatap Daniel yang berjalan menjauh darinya. Setelahnya dia tersenyum. Kau baik tapi kau menyebalkan. Batin Zerra sembari memegang kepala yang baru Daniel acak-acak sedikit.

"Aneh ya sama kedua hewan ini, kemarin berantem ehhh sekarang saling baper.!" Cetus Zahra yang sengaja berbicara pada Analiza menyindir Zerra.

"Apaan si kalian, amit-amit ya kalo aku sampai baper sama si Kudaniel itu, apa lagi sampai suka.!"

"Heh jaga tu mulut, kualat tahu rasa loh!" Kata Analiza dengan serius.

Zerra tertawa renyah sembari meletakan kedua tangannya di bahu Zahra dan Analiza. "Begini saja jika kalian tidak percaya, kalo aku sampai suka ATAU sampai jadian, aku akan teraktir kalian selama satu minggu.!" Tersenyum simpul dan menaikan kedua halisnya keatas.

"Lalu…?" Tanya Zahra spontan

"Lalu jika aku tidak sampai jadian, sebaliknya kalian berdua harus teraktir aku selama satu minggu, satu minggu.!" Menaikan kedua jari telunjuknya kehadapan Zahra dan Analiza. "Setuju…?"

Mereka berdua bersitatap kemudian mereka tersenyum. "Deal."
Zerra pun balas tersenyum, kemuadian mereka bertiga berjalan menuju kelas yang telah panitia sediakan.

***

~BERSAMBUNG~
Baca terus cerita aku ya! Jangan lupa juga vote + comentnya. Yang ikhlas + yang mau saja nge vote, nggak juga gak papa 😉
Ini hanya menuangkan imajinasiku dan hobi ku saja!

LOVE IN SENJATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang