Perjalanan yang melelahkan untuk pagi ini bagi Zerra. Dengan tas dan buku yang memenuhi seluruh tubuhnya. Membuat tangannya harus menderita kesemutan untuk sesaat. Zerra meletakan ketiga tasnya di masing-masing tempat duduk mereka. Lantas setelah itu Zerra menghampiri bangkunya untuk beristirahat sekejap. Merenggangkan kedua tangannya dan memejamkan matanya. Ketiga wanita itu seenaknya memperlakukan Zerra dengan permainannya. Kini entah apa lagi yang akan mereka lakukan. Padahal Zerra sendiri tidak tahu apa kesalah Zerra pada ketiga wanita itu. Apa karna ia menolak untuk pindah bangku? Entahlah yang jelas ini semua awal dari permainan mereka.
Setelah sedikit peluhnya memudar, Zerra memutuskan untuk pergi menghampiri kedua sahabatnya. Yang mungkin saat ini mereka telah tiba di sekolah ini. Terlebih jam sudah menunjukan pukul 07:25. Tidaklah mungkin bagi kedua sahabat Zerra untuk melebihi jam sampai beberapa menit.
Suasana di sekolah perlahan-lahan semakin bergemuruh. Dari koridor lantai dua terlihat bahwa Zahra dan Analiza sedang terduduk di kursi besi dibawah pohon rindang taman sekolah. Yang sepertinya mereka berdua sedang berbincang seru. Tawa dan sebuah tunjuk menujuk membuat mereka asik melengkapi perbincangannya. Tanpa pikir lama lagi Zerra segera melangkahkan kakinya sedikit agak terburu.
Zerra terus berjalan melangkahkan kakinya dengan gontai. Hingga sesaat kemudian seseorang dari arah belakang menggapai ikat rambut yang Zerra kenakan, lantas ia lepaskan dari rambut Zerra. Lalu memasukannya kedalam saku jaket bomber yang ia pakai. Dengan santainya ia melalui Zerra tanpa melirik Zerra. Ia hanya sedikit melontarkan kata pelan.
"Aku suka melihat rambutmu tergerai seperti itu!" Yang tidak lain itu adalah suara Daniel yang nampaknya tidak ingin memperlihatkan wajahnya kali ini. Jelas Zerra terkaget atas kejadian sekilat tadi. Tapi kali ini Zerra tidak melayani Daniel dengan peluru seribu perdebatannya. Malah sekarang sebaliknya, Raut wajah Zerra berubah merona merah padam. Senyumpun terlukis dari mulut Zerra yang berdiri sembari menundukan kepala. Namun itu semua hanya sesaat, Zerra cepat tersadar dari lamunannya. "Astaga Zerra dia musuh bebuyutanmu. No Baper! Hilangkan Zerra hilangkan!" Desis Zerra dan kembali melangkahkan kakinya.
"Cape banget kayanya!" Sapaan yang pantas bagi Zahra untuk Zerra yang baru saja terduduk di sampingnya. Zerra tidak memperdulikannya dia terus mengatur napasnya sembari memejamkan mata.
"Wah tumben rambutmu kau gerai seperti ini!" Cetus Analiza memegang sedikir rambut Zerra dari sebelah kanan. "Kayanya kau ingin mengikuti Daniel yang berubah kece itu!" Lanjutnya sembari diiringi tawa kecil.
Zerra memalingkan wajahnya sekilat. "Ini ulah Daniel! Dia mengambil ikat rambutku di persimpangan sana!" Jelasnya.
"Haha… jelas sekali Zer bahwa dia tuh suka sama kamu!" Timpal Zahra yang sedang sibuk dengan cemilan di tangannya. "Benarkan na?"
"Setuju! Kamunya aja yang gak sadar" Menyenggol badan Zerra.
"Apaan si udah ah! Yang aku ingin bahas bukan tentang aku dan dia! Tapi tentang buku biologi. Apa kalian melihat buku itu?" Raut wajah Zerra berubah seketika. Zerra saat ini benar-benar serius menanyakannya. Kedua wanita di hadapan Zerra ini menggelengkan kepalanya cepat. Kembali Zerra melemaskan badannya. "Bagaimana ini!"
"Kayanya penting banget?"
"Memang! Masalahnya itu bukan buku milikku. Tapi buku milik bu kepsek!"
"Kenapa bisa sama kamu?" Tanya Analiza penasaran.
"Rumit ceritanya! Pokoknya jika kalian melihat buku itu tolong kembalikan padaku ya!"
Mereka berdua mengangguk pasti. Lantas percakapan pun telah terhentikan. Oleh jeritan bel yang membuat telinga membengkak. Jika dekat hehe. Melengking nyaring membuat semua siswa/siswi SMA MOON AND STAR berhamburan meninggalkan aktivitasnya menuju kelas masing-masing. Termasuk ketiga sahabat yang beberapa saat terduduk di kursi panjang yang terbuat dari besi di taman itu.
***
"Selamat sore pak!" Sapa Zerra setelah ia sampai di toko kue itu. "Apa aku bisa mulai kerja sekarang?" Lanjut Zerra dengan pertanyaannya.
Pak Aron sedikit tersenyum. "Iya!" Lantas menganggukan kepalanya. "Ini seragammu. Pakailah dan layani tamu dengan baik!" Perintahnya sembari menyodorkan pakaian seragam berwarna biru ber pelat putih.
Zerra menggapai baju itu dari tangan pak Aron. "Kalo begitu saya permisi pak. Saya akan mengganti baju ke belakang!"
Pak Aron mempersilahkan Zerra untuk keluar ruangan. Dengan tangan yang sengaja ia gerakan mengarah ke pintu. Tak lupa dengan senyum ramahnya yang ia pasang kembali. Tidak ingin mengecewakan atasannya. Zerra pun membalas senyumannya dengan manis pula. Setelahnya ia keluar dari ruangan pak Aron dengan membawa baju yang pak Aron berikan padanya. Lantas ia pun berjalan menggerakan kakinya, berjalan menuju dapur dan menghampiri kamar kecil yang terletak di sebelah kiri lemari dapur.
"Seperti artis korea!" Ucap Zerra pelan sembari tersenyum kecil. Tangannya ia gerakan untuk memasang pita mengikat rambutnya. Menghadap kaca yang tersedia dalam toilet. Baju yang ia kenakan pas dengan perawakan Zerra. Imut ketika Zerra mengenakannya. Rok yang selutut dan sepatu yang ia kenakan itu cukup membuat penampilan Zerra cocok. "Semangat! Selamat bekerja" Menatap dirinya sendiri menembus kaca. Lantas Zerrapun keluar dari toilet dan dapurnya. Ia memulai bekerja dengan senyumannya.
"Wah cocok sekali!" Seru Nada memperhatika Zerra. Tanpa menjawab kekaguman Nada dia hanya memberi senyuman padanya. "Bagaimana sekolahmu?" Tanya Nada tiba-tiba.
Dengan tiba-tiba pula Zerra terbawa arus pertanyaan Nada. Ia kembali teringat dengan kejadian tadi pagi di sekolah. Semuanya kacau, orang-orang di sekolah sekarang memandangnya sebagai gadis pencuri. Padahal itu semua hanya akal-akalan ketiga wanita itu semata.
Pelajaran pertama di mulai dengan suasana yang menegangkan. Dimulai dari teriakan Firzinia yang mengaku sebuah kalungnya hilang. Yang mengaku pagi tadi dia menaruh kalungnya di dalam tas miliknya. "Saya yakin tadi pagi saya meletakan kalungnya di tas ini.!" Kata Firzinia dengan raut wajah yang meyakinkan. Kedua sahabatnya pun ikut larut dalam kegelisahan Firzinia. "Coba kau ingat-ingat lagi!" Seru bu Lili berusaha menenangkan Firzinia. Sekejap mata ketiga wanita itu memandang ke arah Zerra kasar. Setelahnya Firzinia bangkit dari duduknya dan menghampiri bu Lili. Entah apa yang Firzinia bisikan pada bu Lili. Yang jelas setelah itu bu Lili memerintahkan semua murid untuk menaruh tasnya di atas meja.
Satu persatu tas di bukanya dan di periksanya oleh bu Lili. Kini saatnya tas Zerra yang di rajia. Untuk memastikan siapa di antara murid IPS 3 yang mencuri sebuah kalung milik Firzinia. Raut Wajah ibu Lili seketika berubah drastis. Ia menatap Zerra dengan raut wajah yang memerah. Membeludak seketika. Dan kalian tahu apa yang terjadi?. Zerra di tuduh sebagai pencuri kalung milik Firzinia. Saat itu juga Daniel yamg ada di sebelah zerra bangkit dari duduknya terkejut. Sementara bu Lili masih memegang kalung itu dan menyodorkannya ke arah Zerra. "Kau pencurinya Zerra!" Tegas bu Lili yang membuat hati tertusuk-tusuk. Zerra ingin sekali membela diri namun nihil Firzinia dan kedua sahabatnya tidak membiarkan Zerra untuk mengeluarkan sedikit patah katapun. Hingga ia harus kena sangsi yang begitu sedikit berat. Selama satu bulan ini ia harus membersihkan seluruh toilet yang terdapat di setiap penjuru sekolah itu. Cukup beruntung bagi Zerra hanya di berikan sangsi seperti itu. Karena ia masih bisa bersyukir tidak di berikan sangsi skorsing.
"Ehmm kau melamun?" Nada berdehem diiringi dengan pertanyaannya kembali dan kini berhasil merobohkan lamunan Zerra.
Zerra tersenyum kaku. "Tidak! Kau tidak pulang?" Tanya Zerra mengalihkan pembicaraan awal.
"Aku kerja lembur! Lumayan gajinya Ra!" Sahutnya sembari menaruh uang ke dalam kasir.
Zerra hanya menyahutnya dengan anggukan kepala saja. Karena ada pelanggan yang melambaikan tangan ke arahnya. "Sebentar!" Ucap Zerra menepuk pundak Nada. Lantas Zerra pun menghampiri pelanggan itu. "Silahkan!" Meletakan sebuah kertas yang tertera macam-macam kue dan kopi.
"Capuccino dingin dan kue lemon!" Ucapnya seraya melirik Zerra.
Zerra langsung memainkan balpennya di secarik kertas yang ia genggam.
***
Bersambung…
Terimakasih untuk votenya. Terus ikuti cerita aku. Eh jangan lupa baca cerita aku yang kedua judulnya WHY? 😀