Bagian 19

8.7K 367 14
                                    

Entah sudah berapa kali Alder memelukku secara tiba-tiba seperti ini. Aku langsung melepaskan pelukannya, memalingkan wajah. Aku berdeham untuk menetralkan ekspresiku supaya terlihat baik-baik saja.

"Lo mau ikut gue, nggak?"

Aku menatap Alder yang tengah menatapku. "Ikut ke mana?"

"Rooftop." Sedetik kemudian, dia menarik tanganku dan menggandengnya. Memaksaku untuk berjalan mengikutinya dari belakang.

Aku tak berontak. Daripada sendirian di kelas yang katanya ada "kuntilanak", lebih baik aku ikut dengannya. Alder terus menggandeng tanganku, sampai kami sudah berada di rooftop, dia baru melepaskannya. Aku berjalan sedikit menuju tepi rooftop. Melihat pemandangan di bawah sana yang menampilkan siswa-siswi memasuki gerbang sekolah.

Alder duduk di sampingku, aku pun ikut duduk dan mengayun-ayunkan kaki. Kulihat Alder memejamkan mata, seakan menikmati semilir angin yang menerpa wajahnya. Aku melakukan hal serupa. Damai. Itulah yang kurasa pertama kali.

Tak ada yang bicara. Kami sibuk menikmati suasana saat ini.

"Kita berhasil." Alder buka suara.

Aku lantas menoleh pada Alder yang masih setia memejamkan matanya. "Apa yang berhasil?"

"Sandiwara pacaran kita." Alder membuka mata, menatap lurus ke depan.

Aku mengerti apa yang Alder maksud. "Baguslah kalo gitu."

"Mantan lo udah nggak ngehubungin lo lagi emang?" tanyaku penasaran.

Alder tersenyum tipis padaku dan mengangguk mengiyakan.

"Syukur deh kalo gitu," jawabku seadanya. Aku ikut lega saat tahu bahwa mantannya tak mengganggunya lagi.

"Lo sendiri gimana? Udah bisa move on dari cowok itu?"

"Walaupun belum sepenuhnya, seenggaknya gue bisa ngalihin perhatian dari dia," aku menatap lurus ke depan, "dengan kata lain, masih proses." Aku terkekeh.

Alder geleng-geleng, namun dia ikut terkekeh.

"Dari skala satu sampe seratus, proses lo udah sampe berapa persen?"

"Ehm ..." aku berpikir, dan akhirnya menjawab, "enam puluh persen kali ya."

"Butuh waktu berapa lama buat bisa seratus persen lo move on dari dia?"

Walau sempat bingung kenapa Alder bertanya seperti itu, aku tetap menjawab, meski asal.

"Tiga bulan mungkin."

Alder mengangguk paham. "Oke, kalo gitu selama tiga bulan ke depan lo masih berstatus pacar gue."

What?

"Hah? Maksud lo? Kena—"

"Udah, jangan bawel. Gue tahu lo butuh bantuan gue buat bisa bener-bener move on dari dia. Iya, 'kan?"

Benar. Semua yang dikatakan Alder itu benar. Aku menatap lurus ke depan.

"Udah, anggep aja ini hubungan timbal balik sebagai makhluk sosial. Lo udah bantuin gue, dan sekarang giliran gue yang bantuin lo."

Aku menoleh dan mendapati nada kesungguhan darinya.

"Ya udah, gue setuju."

"Oke kalo gitu." Alder tersenyum padaku, cukup lama.

Entah kenapa, aku tak memalingkan sedikit pun pandanganku darinya. Seakan senyumannya itu adalah hal langka yang dia tunjukkan. Tanpa sadar, aku pun tersenyum padanya.

Truth or Dare (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang