Bagian 36

10.5K 376 69
                                    

Alder menatapku. Tatapannya begitu dingin dan menusuk. "Gue paling nggak suka sama orang yang tukang bohong. Gue kira lo tahu itu, Tari."

Aku tercekat begitu mendapati Alder ada di depanku sekarang. Dia menatapku dingin tanpa ekspresi. Tatapannya begitu mengintimidasiku, membuatku tak berani menatapnya balik dan hanya mampu menunduk. Salahku memang. Berbohong mengenai aku yang bilang padanya akan ke perpustakaan, tapi malah bertemu dengan Rakha di taman belakang sekolah.

"Tenang, Der, cewek lo cuma ngembaliin sweater gue doang."

Tanpa menghiraukan penjelasan Rakha, Alder langsung berjalan meninggalkan kami berdua.

Sebelum Alder hilang dari pandanganku, aku langsung berlari mengejarnya. Menyejajarkan langkahku yang kecil dengan langkah lebar milik Alder.

"Alder, tunggu!"

Langkah Alder semakin cepat di tengah lorong koridor yang mulai sepi.

"Alder!" Aku mempercepat langkahku agar bisa menahan Alder dan menjelaskan semuanya.

"Awh!" ringisku ketika terjatuh karena menginjak tali sepatuku yang tak terikat sebelah. Aku meringis saat merasakan lututku mencium lantai koridor.

Alder masih berjalan tanpa menoleh ke arahku yang sedang serba salah sekarang ini. Sepinya koridor membuatku bingung meminta bantuan kepada siapa untuk sekadar berdiri dan kembali mengejar Alder, karena lututku sangat perih dan menghasilkan memar merah.

"ALDER, GUE JATUH!" teriakku di tengah suaraku yang bergetar menahan tangis, berharap Alder berhenti sejenak dan membantuku.

Dia berhenti. Membalikkan badannya dan menatapku lelah.

"Tolongin gue. Gue jatuh." Air mataku turun.

"Terus kenapa kalo lo jatuh?"

Lagi-lagi aku tercekat mendengar pernyataan Alder yang terdengar seperti acuh tak acuh padaku.

"Gue nggak bisa ngejar lo! Nggak bisa nyamain langkah lo yang semakin jauh dari gue." Air mataku semakin deras turun membasahi pipi.

Dia menghela napas, lalu perlahan berjalan mendekat ke arahku. Berdiri di hadapanku yang membuatku mendongak untuk menatapnya.

"Lo nangis gara-gara jatuh gini doang? Dasar cengeng." Dia berdecak, lalu berjongkok memunggungiku. "Cepet naik."

"Ngapain?" Aku menghapus jejak air mataku di pipi.

"Masih kuat jalan nggak? Kalo enggak, cepetan naik."

Aku menurut, karena memang lututku masih perih. Aku langsung naik ke atas punggungnya. Alder membawaku ke ruang UKS, mendudukkanku di atas kasur, kemudian menyuruh anggota PMR yang tengah berjaga untuk mengobati lututku. Setelahnya, dia langsung beranjak keluar tanpa mengatakan sepatah kata pun.

***

Pemanasan, adalah hal paling penting yang harus dilakukan saat akan berolahraga. Seperti yang sedang aku dan para anggota klub basket lakukan saat ini. Membentuk lingkaran di tengah lapangan dengan satu orang pemandu di tengah-tengah dan melakukan pemanasan step by step dari mulai kepala sampai kaki secara berurutan. Sampai akhirnya kami dihimbau untuk berlari keliling lapangan sebanyak tiga putaran.

Aku berlari bersama Hana di sampingku. Fokusku hanya berlari saat ini, sampai Hana menyenggol tanganku.

"Diajak ngomong malah bengong. Mikirin apa, sih, Tar?" tegur Hana.

"Eh? Lo tadi ngomong apa emang?" tanyaku bingung, karena tak memperhatikan.

"Mikirin apa, sih, sampe nggak fokus gitu?" Langkah kami mulai melambat.

Truth or Dare (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang