3. Deeply

36 2 0
                                    

"Kurang ajar banget sih mereka ngata-ngatain lo kayak gitu. Kalo gue jadi lo, mungkin gue udah nyiram tuh orang pake air selokan!"



Ellisa hanya mendelik mendengar ocehan-ocehan panjang yang sedari tadi keluar dari mulut sahabatnya, Salsha. Ia telah menceritakan semua kejadian yang dialaminya di kantin. Kejadian yang sangat menyebalkan.



Ellisa menunjuk dadanya dengan gaya alay, lalu tersenyum. "Sakitnya tuh di sini..."



"Buek ..." Salsha tiba-tiba merasa ingin muntah melihat tingkah Ellisa yang tambah lebay. Memang sudah terlalu...



"Lo digituin masih... aja sempat-sempatnya alay." Ellisa hanya tersenyum geli.



Itulah Ellisa. Seakan-akan tidak pernah terlalu larut dalam kesedihan. Mau dapat untung, rugi, sakit, apapun itu, pasti dia hanya akan tersenyum dan berkata "Never Give Up!"



Tapi bukan berarti dia tidak punya perasaan. Mungkin saja perasaannya itu dipendam. Dan pulang-pulangnya malah nangis histeris dalam kamar, gigit bantal mikirin nasibnya.



"Kok, lo mau sih disuruh Karel kayak gitu?" heran Salsha.



Ellisa tampak berpikir, "Perjanjian..." ucapnya kemudian.



"Perjanjian apa?"



"Perjanjian antara Beib Bryan sama Karel si rel kereta!"



"Terus apa hubungannya sama lo? Kenapa lo mau ngikutin semua perjanjian itu tanpa mikir lebih dulu?!" Ketus Salsha.



Salsha tahu hal gila apalagi yang akan Ellisa lakukan untuk Bryan. Pasti dengan bodohnya Ellisa akan menuruti semua yang disuruhkan Bryan. Sudah terlalu biasa jika mendengar sikap Ellisa terhadap Bryan.



"Jangan kayak gitu dong..!" Sambar Ellisa berusaha menenangkan Salsha. Kalau seperti ini, Salsha tidak segan-segan untuk melabrak orang yang menurutnya menjadi pengganggu.



Salsha menggeleng, tak percaya. "Gue sendiri yang bersedia buat jadi taruhannya!" Jelas Ellisa.



Salsha memejamkan matanya mencoba tenang mendengar kebodohan Ellisa. "Astaga... Lo bener-bener gila tau nggak sih?" Ellisa mengangguk menyadari dirinya sendiri. Mungkin memang dia benar-benar sudah gila karena Bryan.



"Kemarin gue ketemu Bryan." Ellisa mulai mengingat kejadian ketika pertemuannya dengan Bryan.



"Terus?"



"Terus, gue bilang tuh sama dia. Apapun bakalan gue lakuin buat buktiin kalo gue...." Lanjut Ellisa. Ia berusaha mengingat kejadian kemarin, bahwa apapun akan dia lakukan untuk Bryan sebagai bukti kalau dia benar-benar tulus.



"Dan hasilnya apa?! Lo jadi gini deh." Salsha memutar bola matanya kesal. "Gue Cuma ngga habis pikir aja sama sikap lo yang udah sangat berlebihan..."



Ellisa tertawa. "Udah-udah jangan dipermasalahin lagi!" Gumamnya santai. Tapi beberapa saat kemuadian Ia terlihat seperti tampak berpikir.



"Oh iyya, Bryan mana sih?"



"Giliran Bryan aja, pasti semuanya jadi serius" Kesal Salsha.



Ellisa tampak tak perduli dengan perubahan ekspresi sahabatnya itu. Ia bangkit dan keluar dari kelas meninggalkan Salsha yang dibuat semakin heran setengah mati.



"Kalo gitu gue mau ke Karel aja deh..." kata Ellisa sebelum akhirnya hilang diambang pintu.



***



Ellisa berjalan di koridor sekolah setelah meninggalkan Salsha. Matanya menyapu seluruh bangunan sekolah. Mencari seseorang(?).



"Bryan ..." Ada senyum dibibirnya ketika menyebut nama itu. Tampaknya orang yang dia cari sudah Ia temukan.

Truly Madly DeeplyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang