8. Semua Rasa

26 2 4
                                    

“Udah dijemput tuh. Gue pulang duluan yah Shal. Bye…!” Pamit Ellisa ke Salsha.

“Iya. Dasar anak manja.“ Ledek Salsha.

“Apaan sih…“ Ellisa memperlihatkan wajah sok galaknya.

Anak Manja?!  Panggilan itu memang sudah biasa. Tapi cewek yang dijuluki itu mempermasalahkannya. Awas saja!

“Gadeng. Canda…“ Damai Salsha.

“Ya udah kalo gitu. Bye…!”

“Bye…”

Jarak dari rumah Ellisa ke sekolah sekitar 3 km. Jadi tak terlalu lama diperjalanan, akhirnya ia sampai dirumahnya.

Seperti biasa, di rumahnya tampak sepi. Keadaan itu mungkin sudah terlalu biasa. Karena memang hanya pembantunya yang tinggal dirumah itu kalau Mama-Papanya sedang bertugas dikantor.

Ellisa berjalan memasuki dapur “Assalamu alaikum..”

“Walaikum salam, Non…“ Jawab Bi Anisa, pembantu Ellisa.

Ellisa duduk di samping meja makan lalu mengambil segelas air, “Bi, Mama sama Papa belum pulang?” Tanyanya basa-basi, walau sebenarnya ia sudah tahu jawabannya.

“Belum Non, kata Nyonya kalau sempat secepatnya pasti akan pulang.“

Ellisa hanya meng’Oh’kan sambil sesekali meneguk zat cair bening dalam gelas yang dipegangnya.

“Non udah makan?” Tanya Bi Anisa penuh perhatian.

“Sudah Bi.“ Jawab Ellisa, sejurus kemudian bangkit menuju lantai atas kamarnya.

Ia menghempaskan badannya di ranjang, melepas penat.
“Bete banget deh hari ini. Di sekolah ngga bisa nyapa-nyapa Bryan. Dan harus ikut Karel si Rell kereta. Siapa yang bisa nahan coba?! Nyebelin-nyebelin nyebelin…!” Pekiknya ditengah keheningan kamar yang bernuansa biru langit itu.

Cewek ini terus menatap langit-langit kamarnya, sibuk memikirkan kejadian demi kejadian yang membuatnya pusing sendiri.

Daripada sibuk menebak-nebak hari esok, cewek ini perlahan memejamkan matanya mencoba untuk menjelajahi alam mimpi.

***

“Sepi juga kalo ngga ada tuh cewek.” Bryan seakan tersadar tentang cewek manis itu, Ellisa.

“Ha?! Kok jadi mikirin Ellisa sih?!“

Seakan tersadar dari lamunannya, ia lalu menempelkan tangannya didahinya, sesekali menggeleng.

Yah, kenapa tidak, Ellisa bisa dibilang 1 diantara banyak kaum hawa penggemar cowok blasteran Indo-Jerman itu, Bryan.
Ellisa. Satu-satunya cewek yang beruntung bisa dekat dengan Bryan selain Cassie, tentunya.

“Lebih baik sekarang gue ke taman. Daripada di rumah, suntuk banget!”

Bryan bangkit dan meraih kunci mobil yang tergeletak di atas meja kecil disamping tempat tidurnya, lalu keluar kamar menuruni satu per satu anak tangga menuju ke bagasi.

Setelah sampai di taman, Bryan lebih memilih untuk duduk disebuah kursi kayu di bawah sebuah pohon rindang.

***

Ellisa mengusik sebentar, sesekali mengerjapkan matanya. Rasanya sangat malas untuk beranjak dari tempat tidurnya. Membuka mata saja rasanya sangat berat.

Ponselnya berdering, ada panggilan masuk. Tanpa menunggu lebih lama, ia meraih ponsel itu lalu meletakkannya ditelinga kanannya.

“Halo..!” ……..

Truly Madly DeeplyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang