Semua orang berbalik kesumber suara, dan ternyata disana sudah ada Karel yang berdiri membantah semua hal yang dituduhkan ke Ellisa.
"Gue putus sama Imaji bukan karena Ellisa. Semua itu cuma karena kesalah pahaman." Jelas Karel.
Pertama, teman-temannya tidak yakin. Tapi karena sudah ada penjelasan dari Karel, maka semuanya sudah tentu menjadi sangat jelas. Mereka bertatapan secara bergantian, lalu mengangguk setuju. Karena mereka percaya Ellisa tidak akan berbuat seperti itu. Apalagi mereka tahu, Ellisa hanya menyukai Bryan Dperca seorang.
Apa untungnya menghancurkan hubungan orang lain?***
"Makasih yah udah mau belain aku tadi." Ucap Ellisa tanpa berbalik ke Karel yang berjalan disampingnya. Ia hanya terus berjalan melewati koridor sekolahnya yang mulai sepi.
Karel terkekeh, "Biasa aja kali..."
"Kok kamu malah ketawa sih?" heran Ellisa, ia menoleh kesamping memperhatikan Karel yang menatapnya."Nggak papa kok. Jangan salah paham."
"Siapa yang salah paham?! Nggak ada kali."
Karel menemani Ellisa untuk pulang. Ya sekedar mengantarnya ke parkiran saja. Tidak akan ada gosip miring lagi setelah itu. Karena toh Karel sudah menjelaskan. Ellisa juga sudah terbiasa dengan Karel yang dikenal adalah anak dari teman mamanya sendiri.
"Lo suka yah sama gue?" senyuman jail tampak menghiasi bibir Karel.Ellisa mengernyit, menatap kesal kearah Karel. Apaan coba?
"Iih... Lo ngomong apaan sih?! Tetap aja yah, sikap nyebelin lo itu nggak bisa hilang." Ellisaa langsung meninggalkan Karel, karena supirnya sudah menjemput.
Karel itu benar-benar aneh bin misterius. Setelah kejadian kemarin, cowok itu malah kayak gak terjadi apa-apa.
Karel sedikit berteriak melihat Ellisa yang sudah berjalan agak jauh didepannya.
"Hahaha... Salam buat Sopir pribadi lo yah."
Ellisa sedikit curiga dengan Karel. Mengapa Karel bilang seperti itu? Apa hubungannya coba dia dengan supirnya? Memangnya mereka saling kenal? Apa jangan-jangan Karel diam-diam tapi pasti mengidolakan supirnya? Ya enggak lah..... *Ngaco*
***
"Akhirnya anak Mama udah pulang..." Ranty langsung menyambut Ellisa yang baru tiba dirumah.
Ellisa hanya tersenyum menatap kedua orang tuanya yang tengah duduk di sofa menikmati secangkir kopi dan teh. Di atas meja juga terlihat beberapa berkas. Entah itu berkas apa, yang jelas Ellisa tidak pernah memperdulikannya."Sini dulu dong sayang!"
Ellisa mengangguk menuruti Papanya, "Ada apa Pa, Ma?" Ellisa menatap bergantian kedua orang tuanya. Ia curiga. Mereka sebenarnya mau bilang apa.
Karena jika mereka sudah berkumpul dan memanggilnya ditengah-tengah. Tunggu saja pengumumannya.
Papanya berdehem, lalu memulai. "Begini, Papa sama Mama kan mau keluar negeri buat beberapa bulan lamanya. Jadi kami hanya meminta persetujuan dari kamu, sayang."
Ellisa langsung bangkit, berbalik dan menatap kedua orang tuanya, syok. "Maksud kalian apa?"
Ranty mencoba menjelaskan kembali. Ia membujuk putrinya agar bisa memahami mereka berdua. Karena walau bagaimana pun, itu semua demi Ellisa.
Kedua orang tua Ellisa akan pergi ke Australia selama beberapa bulan. Urusan bisnis di negeri Kanguru itu. Jadi, Ellisa akan tinggal sendiri lebih lama. Hal yang paling dibencinya. Bukan hanya itu, kedua orang tuanya akan menitipkannya kepada seseorang yang merupakan teman dekat dari kedua orang tuanya.
'Pasti lebih membosankan lagi', Ellisa hanya bisa memekik dalam hati.Ini nih yang Ellisa maksud tadi. Feelingnya selalu benar kan. Ujung-ujungnya persetujuan darinya saja. Toh Ellisa bisa apa. Mau protes bahwa dia tidak setuju? Dia mah apa atuh. Bisanya nurut saja.
Tidak ada yang bisa Ellisa perbuat. Protes pun tidak akan menghentikan kedua orang tuqnya. Tapi, kenapa harus di titipkan segala? Memangnyanya barang......
To Be Contiuned
Tinggalkan Coment 😃 dan Vote ☆ thanks.. 😊
KAMU SEDANG MEMBACA
Truly Madly Deeply
Teen Fiction"Aku seorang pecinta bukan pejuang, tapi aku akan memperjuangkan apa yang aku cintai. Namun sayangnya, aku tak mampu membuatmu mencintaiku seperti halnya cara ku mencintaimu." _Ellisa "Hanya orang hebat yang terdorong dan berusaha sekuat tenaga untu...