6. Sial

3.7K 197 6
                                    

"Awal yang baik,belum tentu berakhir dengan baik juga."

🌙🌙🌙

Bel pulang sekolah berbunyi. Siswa siswi kelas XMIPA.7 memberi ucapan salam dan terima kasih kepada guru mata pelajaran MTK yaitu bapak Rahmat. Sesuai dengan jadwal Nadira hari ini, ia akan kerja kelompok untuk tugas Bahasa Indonesia di rumah Nissa.

"Nad, lo ikut nggak ke rumah Nissa nggak?" Tanya Ara sambil membereskan barang-barang di atas mejanya ke dalam tas.

"Pasti"Sahut Nadira yang masih berkutat dengan buku matematikanya karena ada hal yang belum ia salin di papan tulis.

"Nad, Ra gue duluan ya. Bareng Feli ntar kalean nyusul aja oke?" Ujar Nissa yang pamitan kepada Ara dan Nadira.

"Siippp" Sahut Ara dan Nadira sambil mengacungkan ibu jari mereka. Nadira kembali terfokus ke depan."Dit, jangan ngapus dulu dong. Gue masih mau nyatet. Jangan mudah ngehapus kayak lo ngehapus Ara dari pikiran lo." Teriak Nadira yang ketawanya meledak setelah melihat ekspresi Radit dan Ara yang sudah menjadi mantanan.

"Apaan sih Nad"Ara langsung mencubit tangan Ara dengan sekencang-kencangnya agar tawa sahabatnya yang satu ini berhenti.

"Aww...Ra selow dong. Kalau udah nggak suka mah kalem kalem aja kali." Nadira terekeh melihat kelakuan sahabatnya ini.

"Heh Nad, buruan lo ato ga gue hapus nih" Ancam Radit dengan muka juteknya yang super duper nyeremin kayak badut it.

"Iya,ya dit selow dong. Jangan pada ngegas kasihani Nadira ini." Nadira kembali terkekeh sambil menulis.

"Nad, kenapa lo nggak poto aja sih?" Tanya Ara yang kini sedang memotret pelajaran matematika yang ada di whiteboard.

"Gapapa, biar cepet inget aja. Dasar lu mah, kids jaman now. Dikit-dikit cekrek." Sahut Nadira yang baru saja selesai menulisnya dan merapikan barang barang miliknya.

"Nad, langsung--" Ucapan Ara terpotong oleh Mischa yang berteriak. Tatapan mereka berdua langsung teralihkan kepada Mischa yang mendadak meneriakkan nama Nadira.

"Nad, lo dicariin kakel tuh." Ujar Mischa sambil menggebrak meja Nadira tidak terlalu keras namun, menimbulkan suara yang cukup keras. "Lo tau ketua geng "Dare Squad" yang anggotanya alay-alay tapi kalo udah ngamuk bisa kayak setan kesurupan. Yang ketuanya ka Naya. Nah lo itu dicariin ka Naya. Mampus lo. Habis lo sama kakel kakel itu." Ucap Mischa yang membuat Nadira bulu kuduknya berdiri. "Oke, Nad mereka nungguin lo di taman belakang. Gue mau lanjut piket lagi ya bye." Mischa pergi mengambil sapu dan melaksanakan piket seperti tidak terjadi apa-apa.

"Nad, gue ik--"

"Gausah, gue bisa sendiri." Ujar Nadira yang kini berdiri dari tempatnya dan memasang wajah seram layaknya singa yang menemukan mangsa. Namun, itu hanya untuk menutupi perasaan takut Nadira. Sebenarnya Nadira sangat takut, ia ingin Ara menemaninya. Namun, ia takut terjadi apa-apa pada sahabatnya itu. "Lo, tungguin gue di sini ya gue pasti balik." Ucap Nadira berpamitan kepada Ara yang melihat Nadira bingung. Karena sebelum ia berpamitan wajahnya bagaikan singa mendapatkan mangsanya. Namun, saat ia berpamitan wajahnya seperti bidadari dari surga.

"Lo ati-ati" Melambaikan tangan kepada Nadira yang punggungnya mulai menghilang dari pandangan Ara. Ara khawatir masa lalu Nadira akan terulang. Ara terus memikirkan keadaan Nadira saat ini.

Kini Nadira tengah berhadapan dengan Naya dan kawan-kawannya. Sudah bisa ditebak awal mula permasalahannya. Bagas. Sudah pasti cowok itu yang mengakibatkan perselisihan ini terjadi. Sang es mencair hanya karena anak kelas 10? Itulah yang masih menjadi pernyataan selama ini di benak Nadira.

BagasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang