Part 8

189 16 0
                                    

Semakin lama
Aku menyangkal rasa ini
Semakin pula
Menyeruak dalam Hati
🕊🕊

"Raina, dengerin gue dulu." Kata Daniel sambil mengejar gue.

"Apa yang perlu gue dengerin? Semua udah jelas, dari awal seharusnya gue sadar lo cuman main main sama gue." Kata gue sambil berusaha menahan air mata.

"Ini nggak kayak yang lo pikirin, plis beri gue waktu buat jelasin." Ujar Daniel sambil melangkah mendekat ke gue.

"Apa lagi Daniel? Gue udah liat sendiri." Ujar gue dengan tegas.

"Tapi itu salah! Bukan itu yang sebenarnya. Aku minta kamu percaya sama aku." Daniel mulai meyakinkan gue lagi.

"Gue percaya sama lo? Hasilnya kayak gini sama aja gue ngulangin kesalahan lagi." Air mata gue pun langsung lolos begitu saja menuruni pipi.

"Jangan nangis Raina, aku minta maaf kalau salah, tapi kali ini dengerin penjelasan aku dulu."

"Jangan sekarang! Aku mohon tinggalin gue sekarang, gue butuh waktu. Kita selesaiin besok aja." Kemudian gue pergi ke parkiran dan masuk ke mobil Galih yang kebetulan kuncinya gue bawa.

Lalu gue mengetik pesan ke Galih kalau gue nunggu dia di mobil tak berselang lama tiba tiba Galih udah ada di tempat parkiran lalu masuk mobil.

"Mau pulang atau makan dulu kak?" Tanya Galih tanpa bertanya alasan gue balik dulu.

"Pulang." Jawab gue singkat, kemudian mobil melaju membelah jalanan malam yang lumayan sepi.
Ketika sampai rumah dan keluar dari mobil gue sadar sifat gue terlalu kekanakan sehingga Galih tidak jadi beli sepatu.

"Maaf dek, karena gue lo nggak jadi beli sepatu." Ucapku dengan penuh penyesalan.

"Santai aja kali kak, ya udah sana masuk ke rumah." Kata dia sambil tersenyum.

Lalu Galih segera masuk kamarnya sedangkan gue juga ke kamar. Lalu gue langsung merebahkan diri di pulau kapuk kesayangan. Karena sedang mood tidak bagus gue malah isenh membuka akun sosial gue dan tak menemukan 1 chat pun dari Daniel.

Hati gue sebenarnya mulai sakit apalagi mengingat kejadian di Mall tadi, pikiran buruk mulai berkeliaran di kepala" Ya tuhan kenapa rasanya sakit, padahal aku baru saja mengenal dia? Mengapa dia sama sekali tidak memberi kabar atau sekedar minta maaf?" batinku. Dari pada aku galau langsung aja gue ke kamar Galih untuk curhat karena tidak kuat menahan sendirian.

Ketika tiba di depan pintu kamarnya gue langsung mengetuk pintu

Tok

Tok

Tok

Tok

Dari dalam kamar aku mendengar Galih menjawab.
"Masuk aja kak tidak di kunci pintunya".

" Iya, gue ganggu istirahatmu tidak dek?" sambil berjalan menuju ranjang Galih, sedangkan dia duduk di karpet sambil liat TV.

" Enggak kok kak, santai aja. Tumben ke sini biasanya telfon ntar gue suruh ke kamar lo."

" Lagi pingin aja ke sini" sambil nyengir kuda.

" Ada apa lo? Gue tau lo ke sini pasti ada tujuan."

" Hehehe mudah banget ya nebak maksud gue." Kemudian gue sunggingkan senyum termanis.

" Jelas lah, liat wajah kakak itu udah mirip buku yang terbuka lebar."

" Ihhh apaan sih lo!" sambil memanyunkan bibirnya.

"Jadi cerita nggak? Kalau enggak gue mau tidur aja."

"Iya sabar, jadi gini lho si Daniel tadi juga ada di Mall dia sama cewek lalu cewek itu begelayut manja ke dia, Danielnya responnya nggak nolak pas tau ada gue, dia langsung kayak salting. Jujur gue kecewa, seharian dia nggaka da kabar tiba tiba ketemu dia sama cewek lain. Walau kita baru kenal tapi ntah kenapa sakit aja gitu liatnya." Cerita gue dan di dengarkan Galih dengan seksama.

" Bilang aja lo cemburu, dasar cewek selalu aja kayak gini." Balas Galih yang kini menatap gue.

" Bukannya cemburu tapi ya setidaknya dia sadar diri. Apalagi sampai sekarang dia nggak chat gue sekedar minta maaf." Kata gue sekali lagi.

" Lo bilang kalau lo butuh waktu nggak?" Tanya Galih sambil masih berfikir.

"Iya."

"Ya udah itu alasannya, karena dia takut kalau chat lo, malah nantinya jadi berantem semakin hebat. Dia nurutin kemauan lo supaya kakak lebih tenang. Jadi dia nggak salah nggak chat kakak." Ujar Galih dengan nada lembut.

"Ya tapikan nggak gitu juga." Elak gue.

" Ego mu terlalu tinggi, jangan sampai nyesel cuman karna mentingin itu ego. Terkadang kita harus kasih waktu buat orang bicara." Nasihat Galih sekali lagi dan setelah gue pikir tenyata ada benarnya juga.

"Thanks buat saran lo, gue balik ke kamar dulu." Lalu gue keluar dari kamar Galih.

Setiba di kamar, gue rebahkan tubuh ini ke kasur. Tiba tiba gue kembali mengingat semua tentang dia tapi gue rasa ini bukan cinta ya ini bukan cinta mungkin hanya sekedar rasa biasa.

Namun hati ku bergejolak jika aku mengatak ini hal biasa, aku sungguh belum sanggup lagi jika harus jatuh pada lubang yang sama. Di sisi lain sepertinya gue mulai mencintai dia. Gue cemburu liat dia deket sama cewek lain, seharusnya gue seneng dengan begitu gue nggak perlu cari alasan putus yang masuk akal tapi gue sakit liat dia dekat dengan yang lain.Tak terasa gue mulai masuk ke alam mimpi.

Kring

Kringgg

Kringg

Seperti biasa jam beker gue berbunyi dan menunjukan pukul 5 pagi.
Lalu gue membuka ponsel dan melihat notive dari grup alay gue.

Fitriani : Hai gais, udah pada bangun belom nih?

Alifia : Kalau gue mah jelas udah, calon istri idaman tu ya kayak gue ini.

Nessa : Apaan sih lo pi, gayanya doang mau jadi istri idaman tapi nggak bisa masak.

Raina : No comment:v

Alifia : Sirik aja kalian itu. Gais udah lama banget kita nggak hang out bareng, nanti pulang sekolah ke Mall yuk?

Raina : Kuy

Fitriani : Let's go

Nessa : Cuss.. berangkat..

Alifia : Okey kalau gitu, sampai ketemu di sekolah my baby

Fitriani : Hueekkk

Raina : Gakuku ganana

Nessa : Mules nih perut gue.

Dan berakhirlah percakapan singkat di grup gaje gue. Segera gue mengambil handuk dan berjalan ke kamar mandi,selesai gue bersiap memakai seragam lalu mengucir rambut gue. Setelah merasa siap dan tak ada buku yang ketinggalan, gue langkahkan kaki ini menuju ruang makan.

Di sana seperti biasa ada Bi Ani yang sedang menyiapakan sarapan buat gue dan Galih, tapi saat gue tiba di ruangan hingga sekarang gue belum liat batang hidung anak tersebut.

"Galih mana Bi?" Tanya gue sambil duduk di kursi.

"Tadi pagi sudah pergi Nona, katanya mau pulang ke rumah dia dulu soalnya ada barang yang ketinggalan. Tuan muda tadi juga berpesan hari ini tidak bisa mengantar Nona dan dia juga udah bilang Pak Man untuk mengantar Nona hari ini." Terang Bi Ani sambil menyiapakan segelas susu untukku.

"Oh, ya sudah. Bi aku minum susu aja, soallnya masih kenyang." Minta gue pada Bi Ani.

"Baiklah Nona." Balas Bi Ani dengan tersenyum.

Setelah menghabiskan susu gue berpamitan sama Bi Ani dan berjalan keluar rumah. Di sana gue udah liat Pak Man yang sedang nunggu gue.

Can You Back To Me?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang