Bagian Sembilan

1.2K 235 75
                                    

Lama tidak menulis membuat jari dan kata-kata kaku. Silahkan bagi yang masih menunggu ff ini lanjut, saya sarankan untuk baca ulang dari awal chap agar fell dan alur masih di ingat.
#plak

sujud sungkem karena ff ini tidak lanjut selama hampir 2th lamanya.
Beri aku saran dan masukan jika kalian menemukan kesalahan. Tapi saya harap bukan Typo yang kalian ungkit.

Selamat membaca!
***
.
.
.

***

※Midnight in Spring※

☆Sherry Kim☆
.

Jaejoong baru saja membuka pintu perpustakaan sa'at mendengar suara tegas Nenek Kim dari dalam. Seumur-umur baru kali ini Jaejoong mendengar Neneknya yang biasanya lemah lembut itu berbicara dengan suara yang mampu membuat takut seorang penjahat. Penasaran, Jaejoong melongok ke dalam dan mendapati ruangan itu di penuhi oleh para pelayan yang berdiri tegak berhadapan dengan Neneknya.

"Apa kalian pikir suamiku akan senang mendengar hal ini?" Nenek Kim menatap para pelayan satu persatu. "Uang itu tidak akan pernah aku terima. Kaliam sudah bekerja keras guna mengumpulkan uang itu, demi masa depan dan keluarga kalian. Bagaimana mungkin aku bisa renang jika menerima uang kalian. Tidak! Meski suamiku bersedia menerimanya aku akan menentang keras kebaikan kalian." Jaejoong beringsut mundur ke samping pintu. Menutup pintu sama pelannya sebagaimana ia membukanya tadi.

Di dalam sann para pelayan terlihat membangkang. Tidak seperti biasanya. "Kami tidak memberikan tabungan kami dengan cuma-cuma, Anda bisa mengembalikan uang ini jika sudah mengambil surat perkebunan suatu hati nanti Nyonya." ujar salah seorang pelayan tua yang Jaejoong kenali sebagai kepala pelayan lantai atas. Pria tua itu sudah bekerja di sini semenjak Jaejoong bisa mengingat, memperlakukan Jaejoong dan cucu-cucu Kakek Kim seperti cucunya sendiri.

"Kalian pikir berapa uang yang harus kita bayar, jumlahnya tidak sedikit."

"Hasilnya memang tidak seberapa, namun jika di gabungkan, uang tabungan kami semua tidak lah sedikit."

"Ya Tuhan," Nenek Kim memijat batang hidungnya kesal. Bagaimana mungkim dia bisa menerima uang mereka jika gaji mereka setiap bulannya tidaklah seberapa. "Aku tetap pada pendirianku. Simpan kembali uang kalian dan jangan membantah. Kami bisa mencari jalan lain. Jika memang harus kami bisa pindah, maka itu yang akan terjadi. Simpan uang kalian sampai kalian mencari dan menemukan pekerjaan kalian di tempat lain."

Ruangan itu berubah hening.
Dengan perasaan sakit karena dadanya tidak bisa menghirup udara Jaejoong menutup pintu dan beranjak pergi. Mengutuk Ayahnya dan kebodohan pria itu. Ayahnya telah membuat segalanya kacau balau, membuat puluhan pelayan kehilangan pekerjan dan puluhan pekerja terpaksa mencari pekerjaan lain jika perkebunan teh jatuh ke tangan orang lain.

Jaejoong tidak akan pernah mema'afkan Ayahnya yang dengan kejam merenggut satu-satunya harta keluarga dan membawa semua keluarga dalam masalah serta penderitaan. Oh kenapa Ayahnya sampai tega melakukan hal ini. Jaejoong tidak habis pikir.

***

Yunho mengamati mobil mewah itu keluar dari parkiran dengan jantung berdetak tak karuan, melaju mulus melewati jalan raya sebelum menghilang di tikungan. Kedua tangan Yunho terkepal erat, tubuhnya terasa kaku dan sulit untuk di gerakkan. Perasaan yang ia rasakan campur aduk menjadi satu, kerinduan yang tak pernah ia rasakan muncul begitu saja hanya dengan melihat sosok Ayahnya yang jauh terlihat tua dari terakhir Yunho ingat pergi dengan mobilnya, dan perasaan takut juga muncul ketika ia mengamati rumah berlantai tiga di kawasan elit ibu kota.

Midnight In SpringTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang