Bagian Tujuh

1.9K 388 79
                                    

☆Midnight in Spring☆
※Sherry Kim※
.

Kim Sang Joong mengamati cucunya dari balkon lantai atas cukup lama untuk tahu bahwa Jaejoong mencari sesuatu. Rumah itu cukup besar, tidak biasanya Jaejoong berjalan hilir mudik tak karuan ke hampir semua ruangan dan kembali lagi ke kebun sayur di sebelah rumah utama untuk mencari entah apa itu.

"Jongie," Pemuda itu mendongak, mencari keberadaan suara yang memanggilnya. Kakek Kim menyondongkan tubuh untuk melihat Jaejoong lebih jelas. Pemuda itu melihatnya dan seulas senyum itu pun muncul di bibir cherrynya. "Apa yang kau cari?"

"Kakek melihat Yunho. Beruang itu menghilang sejak pagi. Dia juga tidak mencariku saat makan siang dan membiarkanku kelaparan."

"Kau tahu di mana letak dapur, bukan kah pelayan sudah memanggilmu untuk makan siang." Kakek Kim melirik jam pada dinding di belakang ruangan, menunjukan pukul tiga sore. "Mintalah pelayan untuk menyiapkan sesuatu untuk kau makan. Jangan merekpotkan mereka hanya karena kau terlambat makan siang lagi. Pekerjaan mereka sudah cukup banyak tanpa perlu kau ganggu."

Senyum Jaejoong semakin lebar. Pemuda itu memang suka sekali mengganggu para pelayan, setidaknya itu dulu. "Jongie tidak ingin makan jika bukan Yunho sendiri yang memasaknya." Jaejoong menaiki tangga samping rumah. Berjalan ke arah Kakek Kim dan bergabung dengan pria tua itu di balkon kamar Kakeknya di lantai dua. "Apa yang Kakek lakukan di sini?"

"Bukan kah perkebunan kita sangat indah."

Jaejoong mengiyakan. Pemuda itu menatap hamparan hijau luas perkebunan di balik tembok luar rumah mereka, tanah perbukit serta kaki gunung yang di tumbuhi pohon teh berjajar rapi terlihat menakjubkan. Ia menyukai pemandangan ini, mereka semua menyukainya. Dan tidak ada niat untuk meninggalkan tempat ini selamanya.

Seakan mampu membaca apa yang ada dalam benak Jaejoong, Kakek Kim bertanya. "Apa nenekmu sudah memberitahumu bahwa kau harus pindah ke Jepang?"

"Aku tahu."

"Sudah memberitahu Yunho?"

Jaejoong menggeleng. Sadar bahwa Kakek Kim membelakangi tubuhnya, ia berkata. "Aku tidak mau memberitahunya sampai tiba saatnya aku pergi. Yunho pasti akan marah sekali. Dia selalu berpikir bisa bersamaku untuk selamanya."

"Kau tahu itu tidak mungkin."

Mata sayu Jaejoong mengamati tubuh tua Kakeknya. Uban menghiasi rambut yang dulunya hitam itu dengan rakus, menyisakan sedikit sekali helaian kusam disana sini. "Tidak bisakah aku tetap tinggal, Kakek? Aku suka tinggal di sini."

"Ini permintaan Ayahmu, nak. Kau akan tinggal bersama keluarga Pamanmu. Dia akan mengambil alih tanggung jawab sepenuhnya atas dirimu. Kau membutuhkan sosok kedua orang tua yang lengkap, aku dan Nenekmu sudah cukup tua untuk mengambil tanggung jawab itu."

"Kalian masih sehat, akan selalu seperti itu sampai aku menikah dan memiliki anak. Aku juga lebih suka di sini bersama yang lain."

"Yang lain juga akan pindah."

"Bukankah perkebunan akan sepi tanpa kami. Hanya Kakek dan Nenek, bagaimana mungkin rumah sebesar ini hanya di huni kedua orang tua seperti kalian."

Kakek Kim mengabaikan kata kasar cucunya, ia tahu Jaejoong merajuk sebagaimana tanggapan akan pindahnya mereka semua. Bukan hanya Jaejoong, cucunya yang lain pun mengatakan penolakan yang sama tentang ke-pindahan mereka.
"Kota lebih indah dan maju untuk kalian para anak muda."

"Berisik, iya," gumam Jaejoong. "Aku lebih suka pedesaan."

"Anggap saja ini permintaan terakhir Kakek."

Midnight In SpringTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang