Bagian Dua Belas

1.8K 242 31
                                    

°Midnight in Spring°
®Sherry Kim

.
.
 


Ponselnya berdering tanpa henti, bahkan ketika ia sudah menolak panggilan itu berulang kali pun masih saja berbunyi. Karena dongkol, Jaejoong mematikan ponselnya sibuk dengan layar game di hadapannya sa'at ini.

Orangtuanya pasti marah. Mereka bertengkar karena Jaejoong menolak untuk di kirim ke inggris, dan ini bukan kali pertama mereka bertengkar. Sudah seminggu terakhir orangtuanya selalu membujuk Jaejoong untuk pergi, yang selalu ia tolak. Dan karena alasan itu pula ia tidak pulang, memilih mampir ke tempat game usai dari kampusnya.

"Jongie tidak akan pulang sampai Papa dan Mama berhenti  membujuk Jongie untuk melanjutkan kuliyah di ingris. Bukankah sebentar lagi Jongie wisuda, untuk apa melanjutkan pendidikan jauh disana ketika di korea banyak perguruang tinggi." Gumamnya.

Malam datang dengan cepat, Jaejoong melirik jam dinding yang berada di ujung dinding. Hampir jam sepuluh malam. Doe Jaejoong mendelik terkejut, selama itukah ia bermain.

Perasaan takut itu mulai hadir. Ia tidak ingin pulang akan tetapi hati kecilnya berbisik untuk kembali. Dengan enggan Jaejoong meraih ransel yang ia selipkan di bawah meja, berjalan lesu keluar tempat game dan mendapati trotoar masih ramai oleh pejalan kaki.

Jalan raya di tutup di depan sana, bis tidak di ijinkan berputar masuk, memaksa Jaejoong turun pada satu halte bus sebelumnya. Pandangan Jaejoong menatap keramaian di depan, banyaknya mobil polisi dan pemadam tidak di indahkan karena pikiranya sibuk mencari alasan agar orangtuanya berhenti membujuk Jaejoong pergi.

Jaejoong menghela napas berat. Pikirannya kacau dan ketika sampai pada tikungan jalan menuju rumahnya, ia baru tersadar. Jalan beraspal di bawah kakinya basah padahal tidak hujan.
Jaejoong mengamati sekeliling, semua orang terlihat kacau dan teriakan disana sini membuat jantung Jaejoong berdetak tak karuan. Lampu mobil polisi membuat Jaejoong takut, dan suara ambul di depan sana terdengar memekakan telinga.

Langkah Jaejoong yang tadinya berjalan cepat berubah menjadi langkah lari panjang. Jantung Jaejoong seakan di cabut dari tempatnya melihat rumahnya telah berubah menjadi gunung api. Jika ia tidak salah itu memang rumahnya, benarkah itu rumahnya?

Tatapan Jaejoong mengamati sekeliling, ia mungkin saja berjalan di jalan yang salah. Tapi pagar itu, rumah yang berada di sebelahnya dan seorang pelayan yang menghampiri Jaejoong dengan wajah penuh derai airmata itu nyata.

"Jongie, akhirnya kau kembali nak... ." Jaejoong tidak mampu mendengar apa yang di katakan pelayan keluarganya itu. Ia fokus ke depan. Dimana orang tuanya.

"Ajhuma, dimana Papa dan Mama."
Wajah-wajah sedih itu, rasa dikasihani yang mereka perlihatkan membuat Jaejoong muak.

Jaejoong tidak peduli jika tas yang ia lempar mengenai seseorang, ia juga tidak peduli teriakan teriakan itu meneriaki dirinya. "Ma... Pa.... "

Petugas polisi dan pemadam menghalangi Jaejoong, menyeret Jaejoong menjauh dari tempat kejadian, dimana orang tuanya masih berada di dalam. "Papa masih di dalam. Aku harus menyelamatkanya. Maaaa... ." Kemudian kegelapan itu merengkuh Jaejoong.

Jaejoong membuka mata, ia tidak sadar bahwa dirinya menangis sampai Yunho mengusap wajahnya dengan tangan dingin pria itu. Jaejoong berpaling, menemukan wajah Yunho yang mengamatinya dengan rasa khawatir yang begitu nyata.

Angin malam meniup rambut Jaejoong menutupi wajahnya, Yunho menyibak rambut itu dan tersenyum hangat. "Semua orang menghawatirkanmu." Pria itu tidak bertanya mengapa ia menangis. Hanya tersenyum tulus memandangi Jaejoong.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 21, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Midnight In SpringTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang