Bagian Sepuluh

1.1K 226 26
                                    

*Midnight in Spring*

®Sherry Kim
.
.

Changmin menatap pintu yang tertutup di hadapannya dengan perasa'an bingung. Kaki pemuda itu bergerak-gerak gusar sembari otaknya berputar untuk berpikir. Apakah ia harus mendobrak pintu itu, atau mengetuknya terlebih dahulu. "Aku kan juga bagian dari keluarga ini, kenapa mereka mengucilkan aku dalam rapat keluarga?" gumamnya pada diri sendiri.

Melirik sekertaris Kakek Jung yang duduk di sofa sebelah kanan pintu pemuda itu bertanya. "Kenapa Paman duduk di luar? Bukankah seharusnya Paman menemani Kakek dalam rapat ini?"

Pria paruh baya itu tersenyum menanggapi cucu sang majikan. Ia mengenal baik pemuda satu ini, dan ia sempat takjub sa'at Changmin hanya berdiri di sana cukup lama tanpa melakukan apapun. Ketika wajah pemuda itu menunjukan mimik jengkel seakan berniat mendobrak pintu di hadapannya. Dengan suara dalam, pria itu menjelaskan. "Karena aku belum di panggil masuk oleh Kakekmu, bocah."

Sebelah alis pemuda itu naik karena terkejut. "Aneh sekali, bukankah Paman sudah seperti ekor Kakek, kemanapun Kakek pergi biasanya Paman selalu membuntutinya." Itu benar, tidak biasanya sekertaris kakek berjauhan dengan kakeknya. Dan kenapa pula pengacara keluarga dan beberapa pemegang saham datang dan pergi sepanjang seharian ini. Changmin memang tidak berada di rumah sampai sore, tapi bukan berarti dia tidak tahu apa yang sedang terjadi di rumahnya. Kepala pelayan akan memberitahu semuanya kepada Changmin, tentu saja dengan sedikit gertakan dan ancaman.

Baiklah, meski ia mengakui kurang paham dengan apa yang sedang terjadi dua hari terakhir ini, itu pasti karena rumor dari para pelayan itu benar adanya. Bukan berarti ia suka bergosip atau mencuri dengar pembicaraan mereka. Akan tetapi adakalanya itu berguna, terlebih untuk sa'at ini. Dan benarkah apa yang di katakan kepala pelayan, jika kakaknya bangkit dari kematian. Bersama'an dengan pemikiran itu Changmin memutar handel pintu, terkunci? Yang benar saja. Grutunya.

"Apa apa'an ini, bagaimana bisa mereka mengunci pintu sialan ini?" teriak pemuda itu kesal.

Tak lama kemudian pintu terbuka, Mr. Jung berdiri di sana dengan tatapan datar dan kerutan samar yang Changmin baca sebagai teguran. "Siapa yang mengajarimu caranya mengumpat Jung Changmin?"

Pemuda itu berjenggit mundur mendengar nada tegas dari ayahnya, namun tak ayal menengok ke balik bahu sang ayah, berusaha membaca situasi apa yang terjadi di dalam sana, dan mustahil untuk mampu melihat apa yang sedang terjadi di dalam mengingat pintu hanya terbuka sepertiga bagian. "Ma'afkan aku Papa aku hanya sedang... sedang, memastikan... ."

"Pergilah ke kamarmu, kau akan di panggil jika waktunya tiba."

Mr. Jung berbalik, pintu sudah akan tertutup ketika suara Changmin melengking bagai peluit kereta yang akan melaju, cukup keras mengejutkan semua orang. "Kapan?" Teriaknya tidak terima. "Kapan waktu yang tepat untuk aku bisa berkenalan dengan Kakakku, Papa? Hyung sudah disini selama tiga hari dan aku belum pernah sekalipun bicara dengannya. Sama sekali." Ada tekanan yang begitu kentara dari kata terakhir Changmin.

"Masuklah Changmin." Terdengar suara penuh wibawa Kakek Jung dari dalam ruangan.

Senyum Changmin mengembang sempurna, tubuh tinggi kurus pemuda itu menyelinap di antara tubuh ayahnya dan pintu yang setengah terbuka. "Leganya aku, terima kasih Kakek." ujar Changmin penuh kebahagia'an.

Langkah Changmin terhenti. Tatapan pemuda itu menyapu ruangan dan menemukan Ibunya duduk di sofa tunggal dengan Kakenya d sisi lain sofa. Pemuda itu mengamati sosok pria dengan tubuh yang lebih besar dari bayanganya. Ya Tuhan, apakah dia benar-benar Kakaknya. Sosok tinggi itu, tubuh tegap bak tentara siap perang yang pernah Changmin lihat di televisi

Midnight In SpringTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang