26 - Still Miss You

498 23 2
                                    

Nathan menyusuri koridor rumah sakit sore itu. Ia sudah membawa sebuah novel dan brownies cokelat di tangannya. Paviliun yang ia tuju semakin dekat. Ia mempercepat langkahnya lalu segera masuk ke dalamnya. Hal pertama yang ditangkap matanya adalah sosok Nadia yang tergolek dengan oksigennya. Nathan menghampiri gadis itu lalu berbisik.

"Hai Nadia," bisiknya lembut.

Tidak ada jawaban. Nadia masih koma.

"Bangun, Nad. Gue disini, pengin banget kenalan dan liat senyum lo," tambah Nathan. Nathan lalu meletakkan novel dan brownies cokelat itu di atas nakas.

"Cepet sadar ya, Nad," kata Nathan sekali lagi. Setelah itu ia langsung keluar dari paviliun itu.

***

Mikha, Windy, dan Cinta sedang berada di perpustakaan daerah untuk kerja kelompok bersama. Cinta sedang sibuk membaca buku ensiklopedia, Mikha sedang mencari novel, dan Windy malah sibuk memainkan gadgetnya.
Cinta mendengus ketika melirik apa yang sedang dilakukan Windy. "Main hape mulu, bacanya kapan?"

Windy yang merasa disindir itu langsung meletakkan ponselnya lalu menatap Cinta. "Udahlah Cin, lo itu tetep nggak bisa maksain diri lo sendiri. Lagian menurut gue, masalah lo sama Ersen itu masih bisa banget dimaafin. Jadi, mendingan lo bilang aja ke dia kalo lo itu nggak suka keadaan yang kayak gini, ya tujuannya biar dia minta maaf."

Cinta mengerutkan alisnya. "Buat mengenal dia yang dulu aja susah, Win. Gimana mau ngomong baik-baik sama dia?"

"Usaha dong, Cin. Lo belom dicoba, udah sugesti duluan. Siapa tau Ersen emang gengsi buat minta maaf ke lo," sahut Mikha dengan santai.

"Udah ah, nggak usah ngomongin dia, gue juga males," ujar Cinta sambil menopang dagunya.

***

Ersen sudah rapi dengan kemeja flanel-nya. Ia memutuskan untuk menjenguk Nadia sore ini. Ia pun segera mengambil kunci mobinya dan meninggalkan rumah. Sebetulnya pikiran Ersen sedang bercampur aduk. Ia sedang tidak bisa berpikir jernih hingga beberapa tawaran endorse pun ia tolak. Namun, ada satu hal yang selalu terbesit di pikirannya. Gadis itu.

***

Ersen membelai ujung kepala Nadia dan menatapnya prihatin. "Ersen, kamu udah makan?" tanya Camalia, ibu Nadia.

Ersen menolehkan kepalanya. "Belum, Tante. Nanti aja di rumah," jawab Ersen sambil tersenyum.

"Nanti kamu sakit loh, tante beliin makanan ya," tawar Camalia.

Ersen menggeleng cepat. "Makasih tante. Saya pamit pulang dulu ya, tante, masih banyak tugas sekolah yang harus diselesaiin," bual Ersen. Setelah berpamitan, Ersen langsung meninggalkan rumah sakit itu.

***

Ersen memegang gulungan kertas yang bisa dibilang berukuran sedang. Beberapa kali ia melirik jam tangannya sambil melihat ke gerbang.

Tak lama kemudian, sesosok gadis yang ia tunggu pun tiba. Penampilannya begitu manis dan sederhana. Rambut lurus sebahunya dibiarkan digerai sehingga akan terlihat semakin sempurna ketika tertiup angin. Bibirnya yang tipis dan hidungnya yang mancung juga mempermanisnya. Tanpa ia sadari, gadis itu sempat melirik ke arahnya.
Ketika gadis itu melewati Ersen, ia segera memanggilnya.

Ketika Selebgram Jatuh Cinta [TBS #1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang