8 : Sad (2)

34 9 0
                                    

HIGHSHOOL

Sedih bagian 2

***

Aira menenggelamkan wajahnya dibalik bantal tebal miliknya. Berkali-kali tubuhnya bolak-balik gelisah. Seakan dirinya kepanasan dikamar bersuhu rendah.

Sial!

Aira bangkit dan terpaku menatap cermin rias tepat didepannya. Wajahnya sangat kacau. Menangis sejak tadi membuatnya sedikit berantakan. Tidak, ia butuh ketenangan saat ini.

Aira bangkit san mengambil hp dan jaket tebalnya. Tanpa menghiraukan ucapan ibunya yang khawatir, Gadis itu berjalan keluar meninggalkan rumahnya. Mencari ketenangan untuk pikirannya yang kacau.

Disinilah Aira berdiri. Menatap buliran air yang mengalir deras dari atas jembatan tengah kota. Disuguhi pemandangan lampu sudut kota yang mengagumkan, gemercik air yang menenangkan. Aira sesekali menghela nafasnya, menghirup udara segar untuk paru-parunya yang seakan sesak.

"Seandainya aku bisa memutar waktu. Pasti aku memilih untuk terlahir lebih dulu dari kakak."

Embun malam mulai berjatuhan menyentuh kulit wajah nan mulus Aira. Gadis itu menengadah menatap langit kelam yang entah kenapa lebih indah daripada sekelilingnya.

"Terkadang hidup memang gak adil. Waktu bisa jadi bumerang yang menakutkan."

Aira terkejut sejenak. Setelahnya menoleh menatap wajah mempesona yang dikaguminya saat pertama ketemu. Ya, dia Rayhan.

Ini bukan mimpi!

Aira menatap heran sosok Rayhan yang kini tengah menatap sungai panjang didepannya. Ada yang aneh dengan sosok pria dingin itu. Aira sadar itu. Sesuatu yang jarang sekali Rayhan perlihatkan.

"Lo bakal ngerti disaat lo udah kehilangan. Bener kan?" Rayhan menoleh sejenak sambil mengluarkan pertanyaan yang sebenarnya ia tujukan untuk dirinya sendiri. Tapi jujur, ia bingung untuk sekedar mengiyakannya.

"Iya." Jawab Aira sekenanya. Gadis itu menatap lurus kedepan. Lupakan sejenak perasaan cintanya. Yang jelas, ia nyaman dengan sosok yang menjadi cinta pertamanya itu.

Rayhan tersenyum tipis. Sanagt tipis.

Aira dapat merasakan itu lewat lantunan melodi yang tercipta diantara celah kecil bibir Rayhan. Gadis itu tersenyum. Menikmati momen bahagia yang terselip di kisah sedihnya hari ini.

"Gue sering banget berharap hari itu gak pernah berlalu. Tetap seperti saat itu. Namun waktu menghianat, semua hanya kenangan usang diantara sejuta keping masa lalu yang terselip."

Iya benar..

Aira tersenyum.

"Hari ini aku sedih, tapi detik ini aku bahagia." Ujarnya pelan sambil tersenyum pada langit diatas sana.

"Hmm."

****

"Pokoknya papa gak mau tau, kamu harus bisa ngalahin anak berandal itu daj ikut olimpiade!!"

Lami menundukkan kepalanya manatap piting berisi makanannya dengan senyum miris. Ayahnya tidak akan berubah. Ia terus tertekan.

Apakah ini yang namanya tuhan srlalu adil?

Tapi kenapa ia tidak diperbolehkan mencari jati diri dan kemampuan alaminya sendiri. Kenapa ia selalu saja ditekan seperti ini?

Jujur... "Lami lelah!"

"Apa?"

Gadis berperawakan putih dengan rambut panjang hitam alaminya itu memberanikan diri mentapa manik sang ayah. Melawan hawa panas yang terpancar dakam bola kristal hitam sang ayah.

"Lami tuh capek yah, Lami punya impian sendiri!" Teriak gadis itu Mulai terisak.

Andai saja sang ibu masih ada. Andai saja ibunya masih diperbolehkan tuhan mendampinginya didunia ini. Lami pasti tidak akan seperti ini.

"Kamu mau membantah ayah? Iya!?"

"Lami bukan mau membantah, tapi Lami menuntut keadilan yah. Ini gak adil buat aku. Kenapa sampai sekarang hidup aku kayak robot kendali ayah! Lami capek yah. Hiks."

Ayah Lami mendengus. Membiarkan anaknya menangis, ia tidak tega. Tapi apa boleh buat, ini demi anak semata wayangnya itu.

Iya.. ini yang terbaik untuk anaknya. Lami.

***

Pendek? ^^

Iya tau...

Tbc

HIGHSCHOOLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang