11. sweet day

39 3 0
                                    


HIGHSCHOOL

Hari yang manis

Bisikan demi bisikan kecil dari hampir seisi sekolah terdengar ditelinga Rayhan. Dirinya bersama dengan para sahabatnya berjalan seperti biasanya tanpa peduli tatapan aneh yang ditujukan padanya. Ini semua karena hampir seluruh wajahnya penuh dengan lebam dan plester. Mulai dari sudut bibir, pinggiran mata  pipi, hidung sampai dagu dan jidatnya tampak lebam dan beberapa dibalut denfan plester.

Teman - temannya juga tampak srdikit khawatir dengan kondisi pimpinan mereka. Terutama Rezky yang paling dekat dengan Rayhan.

"Lo gak usah terpancing sama suara gak jelas itu." Nasehat Resky sambil menepuk punggung Rayhan.

Sudah sepantasnya bukan seorang sahabat saling mengingatkan?

Sial!

Rayhan jadi teringat 'mantan' sahabatnya.

Disaat seperti ini kenapa juga nama mereka melintas dikepala Rayhan. Terutama Raka, pria itu benar-benar menimbulkan teka - teki dibenak Rayhan.

'Gue bukan peduli sama lo, tapi gue cuma jadi manusia yang punya nurani.'

Nurani? Cih

"Ray." Rayhan tersentak saat Rezky menepuk punggungnya lagi.

"Lo ngelamun aja dari tadi, kenapa?"

"Ohh gak ada. Cuma ngantuk aja gue."

Rezky mengangguk. Belum saatnya Rayhan menceritakan masalahnya. Rezky tau sahabatnya itu belum siap. Ia sedikit menjengit heran saat menyadari tatapan Rayhan sesekali melirik kearah yang sangat jarang ia lakukan. Raka.

Sedikit senyuman Rezky perlihatkan. Ia rasa 2 orang bersahabat itu mulai sadar.

Karena pada akhirnya rindu itu akan menyatukan kembali.

****

Dani menyuruput jus mangga miliknya dambil tersenyum menatap gadis didepannya. Menurutnya kesegaran jus tak ada artinya jika tak ada pemandangan secantik memandangi wajah Aira.

Sedangkan yang menjadi objek hanya sesekali melirik Dani sambil malu-malu. Aira dalam merutuki 2 temannya yang entah hilang kemana setelah pamit ketoilet. Perasaan toilet gak harus butuh sampe selama ini juga.

"Kenapa mandangin mulu sih? Malu tau." Ucap Aira pada akhirnya. Dani hanya terkekeh.

"Entahlah, tiba-tiba aja mata gue gak bisa lepas dari wajah lo. Gue hars gimana dong?"

Blush

Pipi Aira sedikit memerah. Ya wajar sih digombalin gitu siapa yang tahan.

"Lucu deh kalo lo blush gitu, Imut." Tambah Dani. Tangannya terulur mencubit pipi kiri Aira hingga Gadis itu mempoutkan bibirnya.

'Gue cium juga lo Ra.' Jerit Dani dalam hati

"Udah ahh makan tuh, mau bell nih." Aira kembali mengalihkan wajahnya kearah makanannya yang masih tersisa sedikit. Penghuni kantin juga sudah mulai sedikit berkurang mengingat jam pelajaran sebentar lagi.

Bukannya menurut, Dani malah terkekeh lagi. Memperhatikan setiap gerakan wajah imut Aira. Merekam semua ekspresi gadis itu. Jika boleh ia akan membawa Aira pulang dan memajangnya dikamar.

"Dani ihh..."

"Iya iya nih makan aku," ucap Dani sambil nyengir. "Tapi nih bantuin aaaa."

Aira melotot menatap sendok yang diayunkan Dani kearah mulutnya. "A-apa?"

"Buka mulut aaaa.."

"Ishhh malu ahh nih aku masih punya nih." Tolak Aira lalu memakan makanannya sendiri. Hal itu membuat Dani mengurungkan niatnya namun tetap senyum geli.

Aira memang membuat Dani selalu tau gimana caranya untuk tersenyum.

*****

"Ra.. duluan yah." Intan melambaikan tangannya sebelum mobilnya melaju meninggalkan halte. Sedangkan Aira kembali duduk menunggu bus. Sebenarnya Intan menawarinya untuk mengantarnya namun ditolak begitu juga Dani tadi. Sedangkan itu Amira sudah lebih dulu pulang dengan Arya.

Ahh anak dua itu saling suka tapi malu-malu meong aja.

Aira tersenyum sambil menyumpal telinganya dengan earphone. Entah kenapa ini kali pertama ia bahagia menunggu bus. Tak ada bosan tak tak lelah. Hanya rasa bahagia yang merasuk ke hatinya.

Hari ini cerah, sesekali semilir angin hinggap menyentuh kulit bersih gadis itu. Jalan yang lengang juga menambah ketenangan sore ini. Sesekali kaki dan jari Aira bergerak mengikuti irama lagu yang mengalun lembut dikedua indra pendengerannya.

Tak lama Aira merasakan ada semacam wangi mint yang merasuk kehidungnya. Diikuti sebuah tarikan yang membuat earphone sebelah kirinya tercabut.

Aira membuka mata reflek. Namun sedetik kemudian mendengus geli.

"Kebiasaan." Cibirnya pelan lalu tersenyum dan menutup matanya kembali. Lengkap sudah waktunya saat ini, bosan semakin ditelan waktu.

Raka tersenyum tipis dan mengangkat bahu acuh. Dipasangnya earphone sebelah kiri Aira di telinga kanannya.

"Nungguin gue yah?"

"Gak."

"Tadi gue dari kantor kepsek, disuruh ikut lomba mtk."

"Ohh biarin." Ledek Aira sok acug namun tetap tersenyum tanpa membuka matanya. Tanpa menyadari dua bola mata Raka sudah menatapnya dari dekat.

Bibir pria itu melengkung keatas
, "kenapa gue selalu aja gak bisa nahan senyum gue sama lo..?"

Aira membuka matanya lalu menoleh. Pandangan keduanya bertemu. Saling menatap dalam diam, membiarkan setiap hembusan angin lewat tanpa peduli. Melewatkan setiap detik penting dalam kisah mereka.

Apa ini?

Dag dig dug

"Apa?" Tanya Aira pada akhirnya. Membuat lembaran kertas imajinasi Raka terbang terbawa angin.

"Gue...,"

"Kamu apa?"

Bus berhenti tepat saat Raka mengatakan sesuatu dengan nada pelan. Suara bis yang berhenti ditambah satu telinganya terpasang earphone membuat Aira kurang bisa kendengar ucapan Raka.

"Apa tadi?"

Raka menggeleng, "Gak, ayo tuh bis dateng."

Raka menarik tangan Gadis itu menuju keatas bus. Mengambil tempat yang memang sudah menjadi tempat favorit mereka. Pojok.

"Tadi kamu bilang apa?" Tanya Aira saat duduk didekat jendela. Jendela? Biasanya Raka yang duduk disana.

"Gak. Lo duduk disitu biar gak ada yang nyulik lo kalo gue tidur." Ucap Raka terkekeh sambil menutup wajahnya dengan jaket.

Deg

Deg

"Dasar."

Namun pada akhirnya Aira mengambil jaket Raka dan ikut bersandar disamping kepala Raka. Menutup wajah mereka berdua dengab jaket tadi.

"Sekarang gak ada yang bakal tau aku apalagi nyulik."

Raka terkekeh, "gue suka sama lo."

Apa?!

'Tadi gue bilang itu."

Ohh tidak.. ada apa dengan jantung Aira??

"A-aapa?"

"Budek."

"Ishhh dasar nyebelin!"

"Biar."

****

HIGHSCHOOLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang