Dinding kamar kami bercat hijau gelap dengan jendela mengarah ke Cafetaria. Ada dua buah ranjang tingkat, yang masing-masing merapat ke dinding. Empat buah loker pakaian dengan nama kami yang ditempel dengan selotip, serta dua rak buku yang sekarang masih kosong.
Aku mengamati ruangan, mencari keberadaan kamar mandi tapi nihil. Itu artinya kami harus menggunakan kamar mandi umum. Aku sungguh kecewa, karena aku punya masalah dengan mandi cepat dan mengantre. Aku menghempaskan tubuhku ke kasur sebelah kiri, sementara yang lain masih sibuk membongkar koper mereka.
"Kau sangat beruntung ya, Brant?" ucapku. Brant berhenti dari kegiatannya memasang poster di dinding atas karena ia menempati ranjang bagian atas.
Kau tahu poster apa yang dia pasang? Hm ... sekelompok cewek berbikini dengan wajah Asia, berkulit putih yang sangat menantang. Aku jadi penasaran masalah apa yang akan timbul karena poster itu.
"Maksudmu beruntung karena punya wajah tampan dan pesona yang memikat?" balas Brant dengan mengangkat kedua alis. Aku mendengus sementara EVe memeragakan adegan muntah yang parah.
"Maksudku, kau sekamar dengan tiga gadis cantik," balasku sambil mengedipkan mata dengan centil.
"Apakah kalian serius menganggap diri kalian cantik?" Brant membalas dengan nada pura-pura terkejut.
"Kurasa aku ingin mematahkan lehernya," desis EVe. Tangannya meremas buku yang sedang ia tata di rak.
"Aku tak akan menghentikanmu, EVe!" ucapku menyetujui. Mera hanya menggeleng bosan melihat tingkah kami. Kemudian aku bangkit berdiri dan meraih ponselku yang ada di atas nakas. "Aku keluar dulu. Saat kembali kuharap kau sudah selesai mematahkan lehernya."
"Oh, tentu saja! Itu tak akan memakan waktu lama," jawab EVe dengan seringai yang menurutku cukup mengerikan.
"Oke, kalau begitu." Aku keluar dan menelepon seseorang.
Dering pertama dan dia sudah mengangkatnya. "Aku sudah menduga kau akan segera menghubungiku."
"Ken, kenapa kau tidak mengeluarkan koperku?" gerutuku.
"Agar kau mencariku," jawabnya mudah tanpa ada rasa bersalah sedikit pun.
"Seharusnya aku sudah menduganya. Dimana kau sekarang?" tanyaku malas.
"Perpustakaan." Aku langsung memutus sambungan itu dengan jengkel dan melenggang ke perpustakaan.
Aku menemukannya sedang duduk di salah satu meja baca dan membolak-balik halaman buku bersampul tebal.
"Mana kuncinya? Aku akan ambil sendiri," ucapku dari balik punggungnya.
"Aku ambilkan," balasnya. Menutup buku yang tadi dia baca dan berdiri.
"Tidak usah! Kau terlihat sibuk, berikan saja kuncinya!"
"Aku tak akan memberikan kunci Jaguar XJ Sentinel kepada sembarangan orang," ucap Ken.
"Apa kau pikir aku akan mencurinya?"
"Siapa yang tahu, kan?" jawabnya. Dia meraih tanganku dan menarikku ke luar.
"Yah benar. Siapa yang tahu?" balasku setengah jengkel.
Kurasa aku dapat memahami kenapa EVe selalu ingin memukul kepala Brant. Karena saat ini aku juga sangat ingin menjitak kepala Ken.
"Bagaimana dengan Tim-mu?" tanyanya.
"Baik," jawabku ketus. Dia menoleh melihatku.
"Apa kau marah soal mencuri tadi? Aku hanya bercanda."
KAMU SEDANG MEMBACA
ARAS: The Betrayer
FantasyFANTASY-ROMANCE Book 1 of ARAS Trilogy ARAS: The Betrayer Aku hanyalah seorang gadis berusia 18 tahun yang biasa pada umumnya, setidaknya begitu pikirku. Waktu kecil aku sering melihat monster seperti Boogeyman yang bersembunyi di dalam lemari bajuk...