Saat aku sadar, bau antiseptik khas ruang kesehatan memenuhi rongga hidungku. Aku mengerjapkan mata beberapa kali hingga dapat melihat siluet orang-orang yang mengelilingi ranjangku.
"Dia sudah sadar," bisik suara yang kukenali sebagai suara Brant.
"Nyx, kau bisa mendengar kami?" Kali ini suara EVe.
Aku mencoba menjawab tapi yang keluar dari mulutku malah suara erangan.
"Istirahatlah, kau butuh itu!" bisik Mera di dekat telingaku.
Kemudian gorden yang membatasi bilikku tersingkap terbuka, Mrs. Laurens masuk dan mengusap dahiku. "Tidak demam, artinya tidak ada infeksi. Itu bagus," gumamnya. "Jadi, apa yang kau rasakan sekarang?"
Aku berpikir sejenak. Tidak ada. Aku sama sekali tidak merasakan apapun.
"Entah. Tidak ada kurasa," jawabku. Dan sekarang itu membuatku takut.
Bukankah luka bakar parah malah tidak akan terasa karena sarafnya ikut terbakar? Aku bergidik memikirkan itu.
"Apa luka saya sangat parah?" bisikku.
"Ya. Kau beruntung Masou menahan semburan api itu. Tapi tetap saja bagian kanan tubuhmu melepuh parah. Aku sudah memberimu obat penghilang rasa sakit. Kuharap dosisnya cukup," jawab Mrs. Laurens.
"Jadi tidak sampai membakar sarafku, kan?" Dia tertawa ringan.
"Tidak. Tidak separah itu," jawab Mrs. Laurens lalu ia membantuku duduk. "Minumlah!" Mrs. Laurens memberikan segelas cairan berwarna coklat seperti susu padaku. Tapi ketika cairan itu sampai di lidahku, rasanya sungguh menjijikkan.
Bagaimana aku bisa menjelaskan rasanya? Rasanya seperti campuran pupuk kompos, lada, dan kotoran telinga.
Jangan bertanya bagaimana aku bisa tahu rasa-rasa itu! Karena aku tak mau membahasnya!
"euh ... apa ini?"Aku mengernyit jijik.
"Obat. Tidak seampuh salep peri memang tapi cukup membantu untuk membuat lukamu cepat kering," jawabnya dan memaksaku untuk menghabiskan sisa cairan itu.
Ya, cairan. Aku tidak sudi menyebutnya obat.
"Sebaiknya kalian membiarkan Nyx istirahat," ucap Mrs. Laurens dan dia pergi membawa gelas yang sudah kosong itu.
"Kurasa Mrs. Laurens benar," ucap EVe. "Kami sebaiknya pergi dan membiarkanmu istirahat dengan baik." Lalu dia berbalik.
"Cepat sembuh. Kau terlihat payah saat ini," ujar Brant dan ia mengikuti EVe.
Saat Mera akan menyusul mereka aku menahan pergelangan tangannya. "Aku ingin bicara sebentar."
"Kau butuh istirahat. Kita bisa bicara saat kau sembuh," balasnya. Aku menggeleng.
"Hanya sebentar," bujukku.
"Ada apa?" desahnya.
"Dimana Senior Aleks? Apa dia tidak menjengukku?"
Mera menatapku serius. "Banyak hal yang terjadi, Nyx. Dia sedang sibuk mengurusi hal lain saat ini."
Aku mendesah tak dapat menyembunyikan ekspresi kecewa dari wajahku. "Hal penting seperti apa?" Mera langsung berubah gelisah. "Mera? Apa yang terjadi?"
Dia menghela napasnya terlihat enggan menjawabku. "Pedang Bayangan hilang.
Tidak. Itu tidak mungkin. Tunggu. Tentu saja itu mungkin.
Kemudian otakku memutar mimpi itu. Hydra. Orang berjubah. Pembobolan.
"Hydra itu hanya pengalih perhatian?" gumamku.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARAS: The Betrayer
FantasyFANTASY-ROMANCE Book 1 of ARAS Trilogy ARAS: The Betrayer Aku hanyalah seorang gadis berusia 18 tahun yang biasa pada umumnya, setidaknya begitu pikirku. Waktu kecil aku sering melihat monster seperti Boogeyman yang bersembunyi di dalam lemari bajuk...