Aku meraih ponselku yang ada di atas nakas, melihat pukul berapa sekarang. Pukul 5.30. Aku sudah tidur lima jam tapi mataku masih berat. Pasti karena tidurku tidak nyenyak berkat mimpi-mimpi buruk itu. Aku berdiri, merenggangkan tubuhku dan mengambil pakaianku di loker. Mengedarkan pandanganku, berharap muncul kamar mandi secara ajaib tapi itu tak terjadi. Dengan langkah gontai aku keluar dari kamar itu, tanganku sudah hampir meraih kenop pintu saat pintu itu mengayun terbuka.
"Pagi!" sapa Mera. Rambutnya masih sedikit basah.
"Hai ...," balasku sambil menguap.
"Kau tidak bisa tidur semalam?"
"Begitulah. Dimana kamar mandinya?" tanyaku.
"Lorong sebelah kiri dekat tangga," jawab Mera. Dia masih sibuk memasukan pakaian kotornya ke dalam keranjang di sudut ruangan.
"Oke, dan sebaiknya kau bangunkan mereka berdua." Aku menunjuk Brant dan EVe.
Ada delapan kamar mandi yang berjajar di sana tapi semua pintunya masih tertutup. Aku berdiri di luar pintu, menunggu orang yang ada di dalamnya keluar, tak lama anak-anak yang lain mulai berdatangan dan melakukan hal yang sama denganku. Beberapa saat kemudian pintu di depanku terbuka, aku baru akan melangkah masuk tapi tiba-tiba ada yang menarikku dan menyerobot masuk, membanting pintu itu tertutup di depan mukaku. Aku berteriak dan menggedor pintu itu dengan keras.
"Hei! Kau! Keluar atau kau akan tahu akibatnya!" ancamku tapi orang yang ada di dalam sana malah tertawa.
"Apa yang bisa kau lakukan, pecundang?" balas orang itu.
Aku kenal suara itu.
Bagaimana mungkin aku bisa lupa dengan suara menjengkelkan dan menjijikan itu!
"Pirang! Jangan salahkan aku jika berbuat nekat!" ancamku sekali lagi dan dia kembali tertawa merendahkan.
Kupikir menguncinya di dalam adalah ide yang bagus tapi masalahnya masih ada beberapa anak yang mengantre. Jadi itu tidak mungkin.
Beberapa saat kemudian pintu di depanku kembali mengayun terbuka dan saat Si Calista akan melangkahkan kakinya, aku langsung mengulurkan kakiku dalam satu gerakan cepat untuk menjegalnya. Dia limbung dan tersungkur mencium lantai. Beberapa anak terkikik menahan tawa.
"Opss ... maaf, aku tak sengaja," ejekku membuatnya semakin murka.
"Kau!" teriaknya dengan telunjuk teracung di depan wajahku.
"Apa?" tantangku.
"Awas! Aku pasti membalasmu!" ucapnya geram dan berlalu pergi.
***
"Kau membuat masalah dengan Calista lagi?" bisik EVe di telingaku.
"Tidak. Kenapa kau berpikir begitu?" balasku. Masih menyuapkan sup ayam yang mengepulkan uap panas ke mulutku.
"Dia melotot ke arahmu dengan bola mata yang hampir melompat keluar," desis EVe. Aku mengangkat kepalaku dan memandang ke arah yang dilihat EVe.
Benar saja. Calista sedang melotot dengan mengerikan.
"Abaikan saja!" ucapku. Meneruskan makan.
"Dengar! Jangan cari masalah dengan dia!" Aku mendesah karena EVe masih belum selesai dengan ocehannya.
"Kenapa sih, EVe? Kau berani mematahkan leher Brant yang tubuhnya tiga kali lebih besar darimu, tapi dengan Si Calista kau sangat ...," aku mencoba menemukan kata yang tepat, "berhati-hati?"
KAMU SEDANG MEMBACA
ARAS: The Betrayer
FantasyFANTASY-ROMANCE Book 1 of ARAS Trilogy ARAS: The Betrayer Aku hanyalah seorang gadis berusia 18 tahun yang biasa pada umumnya, setidaknya begitu pikirku. Waktu kecil aku sering melihat monster seperti Boogeyman yang bersembunyi di dalam lemari bajuk...