Mom mulai mengomeliku sejak kami masuk ke dalam mobil. "Apa-apaan ini Nyx?" tanya Mom dengan penuh amarah.
"Mom, aku tak melakukan apapun," jawabku.
Tapi bagian lain dari diriku meneriakiku, 'KAU BERCIUMAN DENGAN PRIA YANG ENAM TAHUN LEBIH TUA DARIMU!'
"Oh ya? Lalu kenapa kau sampai pingsan?" Tatapan mata Mom yang garang membuatku menggeliat di kursi dan menggigit bibirku tapi aku tetap bungkam. "Apa kau minum terlalu banyak?"
"Tidak. Mom tau aku tidak suka minum," jawabku cepat.
"Kalau begitu jelaskan!"
Aku benci kalimat itu keluar dari mulut Mom. Kalau Mom sudah meminta penjelasan mustahil bisa menghindar.
Ayolah Nyx! Pikirkan kebohongan yang masuk akal!
Aku tidak bisa mengatakan pada Mom kalau aku baru saja digigit Vampire, kan?
"Aku sedang berjalan pulang dari cafe lalu tiba-tiba ada berandal yang menggangguku. Kebetulan Shura lewat dan menolongku. Terjadi baku hantam dan salah satu tinju Si berandal mengenai kepalaku, jadi aku pingsan," ucapku semeyakinkan yang aku bisa.
Mom masih terus menatapku, mencari tanda-tanda kebohongan dariku. Dan aku tahu Mom ahli dalam hal itu jadi aku berusaha mengatur ekspresiku agar terlihat tak bersalah.
"Dia seharusnya mengantarmu pulang," ucap Mom akhirnya.
Bagaimana Shura bisa mengantarku pulang dalam kondisi seperti itu?
"Entahlah, mungkin dia panik," belaku.
"Kau berubah sejak bertemu dengannya," gerutu Mom.
"Itu tidak benar, Mom," balasku meski aku sendiri tidak yakin dengan perkataanku.
"Tentu saja itu benar." Kemudian hening.
Kalau dipikir-pikir Mom memang benar, aku berubah sejak bertemu Shura. Aku bertemu dengannya musim panas tahun lalu, saat aku pergi ke karnaval bersama Mom dan Dad. Aku sedang melihat-lihat suvenir waktu itu, saat aku mendengar suara geraman yang sangat mengerikan. Alih-alih menjauhi suara geraman itu, aku malah mencari suber suara itu. Dan di sanalah aku pertama kali melihatnya. Seorang pria yang sudah kepayahan dan dipojokkan sesosok monster. Pedangnya tergeletak beberapa meter darinya tak berguna.
Saat itu kukuira aku berhalusinasi lagi, tapi kemudian monster itu mengangkat pentuangannya dan akan mengayunkannya ke arah pria itu. Refleks aku berlari ke arah mereka dan mengambil batu yang cukup besar untuk kulemparkan ke kepala monster itu. Meski pun lemparanku tepat sasaran, monster itu sepertinya tidak merasakan sakit sedikit pun, tapi hal itu cukup untuk membuatnya jengkel dan mengubah targetnya.
Monster itu berjalan dengan langkah lebar ke arahku dengan pentungan yang siap diayunkan. Tinggi monster itu sekitar tiga meter dengan kepala yang besar dan ditumbuhi sedikit rambut, lengan panjang berotot serta tubuh yang kekar dan kulit berwarna kehijauan yang menjijikkan. Saat itu aku yakin pasti bakal mati. Tapi tiba-tiba monster itu menjerit kesakitan dan aku melihat pedang yang menembus perutnya dan membelah tubuh monster itu, lalu tanpa aba-aba monster itu berubah menjadi debu.
Pria itu berdiri di sana, masih memegangi pedangnya dan tersenyum ramah padaku meski pun pakaiannya ternoda darah dan robek di beberapa bagian.
"kurasa aku berhutang padamu," ucapnya seakan apa yang baru saja terjadi adalah hal yang sudah biasa.
"Barusan itu apa?" tanyaku gemetar.
"Kau tidak tahu? Apakah kau bukan pemburu?" dia balas bertanya padaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARAS: The Betrayer
FantasyFANTASY-ROMANCE Book 1 of ARAS Trilogy ARAS: The Betrayer Aku hanyalah seorang gadis berusia 18 tahun yang biasa pada umumnya, setidaknya begitu pikirku. Waktu kecil aku sering melihat monster seperti Boogeyman yang bersembunyi di dalam lemari bajuk...