Chapter 17

431 50 0
                                    

Aku terbaring di lantai kayu, tak bergerak sedikit pun. Entah bagaimana aku merasa seperti telah menikam Shura meski aku tahu itu hanya Incubus. Hingga orang yang tadi mendorong pintu, masuk dan berderap ke arahku langsung merengkuhku dalam pelukannya. Aku sama sekali tidak memberontak, aku menggigil dalam tangisku dan membiarkannya membungkusku dengan lengan berototnya. Membiarkan dia menyalurkan kehangatan tubuhnya pada diriku yang kini membeku. Kehangatan itu tidak membakarku, kehangatan itu menenangkanku dan melingkupiku dengan perasaan aman dan nyaman. Aku menarik napas dalam-dalam membiarkan aroma Shura menyeruak ke dalam rongga hidungku bagai obat penenang. Lalu aku mendongak dan bertemu dengan mata coklat hangatnya yang kini menatapku khawatir.

"Rasanya seperti membunuhmu," bisikku sambil membelai lembut pipinya. "Dan itu sangat mengerikan."

"Aku di sini," ucapnya tersendat mungkin karena melihat kondisiku yang menyedihkan.

"Ya. Kau di sini," gumamku. Merangkulkan lengannya ke punggungnya dan menenggelamkan wajahku ke dadanya. Hingga aku merasakan tubuhnya berguncang. Aku mendongak dan untuk pertama kalinya aku melihat Shura menangis.

"Aku tak bisa melihatmu mati," bisiknya. Tanganku terulur untuk mengusap air matanya tapi ia menahanku. "Dan demi Tuhan, monster itu mengambil wujud diriku! Jangan lakukan itu, Nyx! Aku tidak pantas!"

"Aku tak bisa menghentikannya. Aku tak bisa berhenti menyukaimu." Perasaanku lebur menjadi gumpalan awan kepedihan saat dia memintaku untuk berhenti, memintaku untuk menyerah.

Dia menatapku dengan tatapan menyesal dan penuh rasa bersalah. Tangannya mengusap rambutku dan berhenti di tengkukku menarik kepalaku ke arahnya hingga henbusan napasnya yang hangat kini menerpa wajahku. Aku bergeming, dan hanya fokus pada mata coklat yang suduh menjeratku. "Bolehkah aku mencuri satu ciuman lagi darimu? Aku membutuhkannya meski setelah itu aku akan mengutuk diriku sendiri karena sudah melakukan itu."

Mataku sedikit melebar, terkejut dengan permintaannya. "Apa itu artinya kau mengakui perasaanmu atau kita harus melupakan ciuman ini lagi?"

"Aku hancur Nyx. Dan kau sempurna, sampai kapan pun aku tak akan berani berpikir untuk memilikimu," jawabnya tapi aku tak peduli.

Aku juga membutuhkannya. Jadi sama seperti yang terakhir kali, aku mendekatkan bibirku ke bibirnya dan menutup mataku. Dalam hitungan detik kami sudah larut dalam ciuman kami. Dia memperdalam ciumannya dan aku membalasnya dengan tak kalah panas. Jantungku berdetak tak beraturan dan rasanya seperti melayang. Ini bukan ciuman penuh gairah tapi rasa frustasi, seolah kami saling mengeluarkan racun dari dalam tubuh kami, racun yang jika dibiarkan lebih lama lagi akan membunuh kami.

Pintu kembali mengayun terbuka dan memperlihatkan tiga orang yang berdiri di ambang pintu. Brant berdiri di tengah, lengannya dikalungkan ke leher Mera dan EVe untuk menjaganya tetap berdiri karena dia masih pingsan. Tatapan Mera dan EVe saat melihatku berciuman dengan Shura begitu terkejut dan meski aku yakin Shura juga tahu ada yang melihat kami dia tidak berhenti, dia terus menciumku dan baru berhenti saat aku mulai kehabisan napas. Jarinya mengusap bibirku lembut dan ia kembali menjatuhkan satu kecupan ringan di bibirku lalu menarikku kembali ke dalam pelukannya. "Terimakasih," bisiknya di telingaku.

"Kami akan kembali ke mobil duluan," ucap Mera jengah sementara EVe masih membisu dan mereka pergi.

Kami masih bertahan dalam posisi seperti itu selama beberapa menit hingga Shura melepaskanku dan berdiri, berjalan ke sudut ruangan memungut kemejaku dan memakaikannya untukku memasang kancing satu per satu lalu membantuku berdiri.

"Bagaimana keadaan Brant?" tanyaku saat sudah lebih tenang.

"Dia hanya pingsan, aku sudah memeriksanya sebelum menghambur ke mari." Dia melingkarkan lengannya di pinggangku dan menarikku ke tubuhnya.

ARAS: The BetrayerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang