Sudah hampir seminggu Hana berada di Jepang. Gadis itu bertingkah seperti biasanya, bersikap anggun dan tenang ala Hana. Tapi Hana manusia biasa, beberapa kali Jonghyun dan Ara mendapati Hana menitikkan air mata terkadang perempuan itu terlihat termenung begitu menyedihkan.
Ara, Jonghyun dan Eric sudah melakukan banyak cara aneh yang tidak menghasilkan apa-apa. Kini Paman Nam JoHyuk sebagai satu-satunya orang dewasa diantara mereka mencoba mendekati Hana yang duduk dikursi taman belakang seorang diri.
"Apa yang Hana lihat?" Paman Nam duduk disebelah Hana membuat perempuan itu tersenyum simpul sambil menggelengkan kepala.
"Apa yang akan Hana lakukan sekarang?" Paman Nam kembali bertanya yang dibalas perempuan itu dengan gerakan yang sama, menggeleng kepala.
"Orang tua mu jahat, ya." Kelakar Paman Nam membuat Hana membulatkan matanya kaget. Paman Nam tersenyum mendapat perhatian Hana. Sambil menghela nafas, lelaki itu melanjutkan berbicara.
"Pergi tiba-tiba, meninggalkan anak semata wayangnya yang cantik ini sendiri dalam kebingungan. Kalau ingat itu, Paman juga jadi sebal. Selain memikirkan nasib restoran yang tiba-tiba harus Paman urus sendiri, Paman juga jadi memikirkan anak Paman yang tiba-tiba seperti orang linglung, Paman takut otak cerdasnya menguap sedikit demi sedikit gara-gara kebanyakan termenung."
Hana mendengus sebal mendengar ocehan Paman Nam yang mengelus kepalanya seperti mengelus kucing yang Jonghyun pelihara diam-diam.
"Sekesal apapun Paman, Paman tidak bisa melakukan apa-apa. Semua itu sudah kehendak Tuhan. Tuhan sudah mengatur jalan hidup setiap manusia. Begitu juga Hana. Hidup Hana tidak boleh berhenti disini hanya karena kehilangan orang yang Hana sayang. Hana tidak sendirian, lihatlah masih banyak yang menghawatirkan Hana."
Paman Nam menunjuk arah pintu dengan dagunya. Hana mendapati ketiga temannya tengah mengintip dan dengan kompak memperhatikan kuku masing-masing ketika Hana mendapati mereka mencoba menguping dari sana. Hana terkikik geli ketika melihat mereka saling menyalahkan karena ketahuan.
"Hana boleh bersedih, tapi jangan berlebihan ya. Hana harus melanjutkan hidup, jika perlu apa-apa bilang dengan Paman. Kita semua keluarga. Restoran ini setengahnya juga punya orang tuamu, dan sekarang menjadi milikmu." Paman Nam sedikit berbisik untuk bergurau. "jadi kamu jangan takut tiba-tiba tidak bisa makan."
Hana terkekeh sambil tersenyum simpul, entahlah apa tujuan Paman Nam yang tidak pernah bisa serius itu, mungkin niatnya memang menasehati Hana. Hana menghela nafasnya banyak-banyak. Beberapa Hari ini Hana bukannya tidak berfikir tentang apa yang harus dia lakukan untuk menyambung hidup, untuk cita-citanya dan untuk selanjutnya. Hana bukan tipe yang hanya duduk diam menikmati hasil kerja keras orang tuanya, selama ini Hana cuma tahu restoran ini bisa dijadikan tempat makan gratis karena orangtuanya bekerja disini.
"Hana tidak bisa melanjutkan kuliah di Korea."
"Kenapa? Kamu tidak mau sekolah lagi? Kalau masalah biaya, uang orangtua Hana kan ada, Paman juga bisa bantu." Panik paman Nam.
Hana menggelengkan kepala. "Aku akan melanjutkan sekolah disini saja, lalu bekerja disini juga. Rasanya tidak sanggup jika sendirian disana. Biar lebih mudah melihat Tou-san dan Kaasan, juga aku ingin meluangkan waktu melihat orang-orang yang kusayangi lebih banyak."
Paman Nam mengerucutkan mulut seolah menahan tangis, dua tangannya yang jahil menarik kedua pipi Hana dengan kuat. "Paman kira kamu tidak mau sekolah lagi, sayang sekali otak cerdasmu itu. Paman tidak mau anak perempuan paman tidak berpendidikan, karena paman rasa Ara sulit sekali untuk diterima di universitas~"
Hana menganggukkan kepala saja supaya cepat. Supaya pipinya cepat dilepas dari cubitan gemas yang tidak dinantikan Hana.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Scent In Winter (✓)
Fanfiction"Kamu terlalu baik. Bilang saja aku kampungan, tapi aku memang baper. Jadi sejak kapan kamu menyukaiku?" - Lee Hana- "Aku tahu aku bukan tipe idaman. Tapi aku itu pemilih, aku menyukai wanita anggun, bukan wanita setengah alay." -Min Yoongi- . Bang...