4

3.7K 166 6
                                    

Key berlari cepat menjauhi gerbang yang tadi ia panjat. Ia tahu ini akan berakibat buruk baginya. Keluar dari gerbang yayasan pada malam hari bukanlah hal yang baik. Ini buruk tapi ia sama sekali tak peduli.

Kaki mungilnya melangkah mencoba menyeberang jalan. Ia agak sedikit ragu, ia masih belum tahu betul bagaimana cara menyeberang jalan, terlebih lagi pada malam hari yang minim cahaya. Hanya lampu kendaraan yang membuat matanya menyadari segala sesuatu yang ada disekelilingnya.

Kakinya sedikit gemetar, kepalanya menoleh ke kanan dan ke kiri. Memperhatikan jalan raya yang dilintasi berbagai kendaraan.

Tempat tujuannya ada di seberang jalan, hanya beberapa langkah. Kaki mungilnya bergerak tanpa perintah dari otaknya. Terus melangkah, tangannya terulur memberi isyarat agar beberapa kendaraan berhenti dan membiarkannya membelah jalan raya itu.

Beberapa dari pengemudi kendaraan berdecak kesal ketika melihat cara berjalan Key yang begitu lamban. Mereka mempunyai banyak urusan yang harus mereka selesaikan. Mereka tak ingin urusan mereka terhambat hanya karena bocah itu.

Bunyi klakson seakan memekakkan pendengaran Key. Langkahnya terhenti saat mendengar berbagai bunyi kendaraan yang semakin riuh. Apakah seisi dunia ini benar-benar membencinya?

Dari sekian banyak pengemudi kendaraan di jalan raya ini, kenapa tidak ada satupun orang yang dengan suka rela membantunya menyeberang jalan? Apa dunia sebegitu kejam untuknya? Membiarkan anak kecil menyeberang jalan sendirian?

"Hei, minggir!!!"

"Ah!"

Apa aku sudah mati?

"Ah, maafkan aku. Aku tidak sengaja menabrakmu. Apa kau baik-baik saja?" Key tidak mengindahkan pertanyaan dari bocah yang seumuran dengannya itu. Ia sibuk meraba-raba seluruh tubuhnya. Ia masih hidup.

Key menunduk spontan ketika merasakan perih di lututnya. Terdapat luka disertai darah dan lebam, ia berpikir itu hanya luka biasa. Ia masih bisa berjalan.

"He-hei, jangan menangis. Aku tidak sengaja. Aku baru belajar mengendarai sepeda. Maafkan aku." Bocah itu memperhatikan seluruh lekuk tubuh Key. Matanya melotot kaget ketika menemukan aliran darah di lutut Key.

"Lututmu berdarah! Apa aku harus mengantarmu pulang? Aku akan menelpon orang tuamu." Bocah itu mengeluarkan sebuah ponsel mini dari saku celananya. Ia mencoba men-dial sebuah nomor, tapi ia membatalkannya.

"Ah, apa kau tahu nomor telepon orang tuamu?"

Key menggeleng lemah.

"Hmm... Kenapa kau sendirian? Dimana orangtuamu? Aku ingin meminta maaf pada mereka karena tidak sengaja menabrakmu." Bocah itu mengulurkan tangannya.

Key melirik tangan mungil itu tanpa berpikir untuk membalas ulurannya. Lalu ia kembali menggeleng.

"Apa kau memiliki kekurangan? Seperti... tidak bisa bicara?"

Lagi, Key menggeleng layaknya orang bodoh yang tak tahu apa-apa. Ia hanya malas berbicara dengan orang yang tak dikenali, ibu berkata ia harus hati-hati terhadap mereka. Ah, ia jadi

"Kau mau es krim?"

"Es krim?" Bocah itu terkekeh melihat reaksi lucu Key ketika mendapat tawaran darinya, "ternyata kau bisa bicara." Sambungnya mengangguk lega.

"Kau berniat untuk membelikanku es krim, kan?" Key cemberut. Pertanyaannya terdengar menuntut.

"Eh? Kapan aku berkata begitu?"

Lil' MonsterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang