9.5

617 56 30
                                    

"Kau tidak perlu menunggunya disini." Ujar Mica pada Key di ruang kesehatan.

Key yang baru saja memasuki ruangan itu terdiam membeku di depan pintu yang ia tutup rapat. Ia ingin mendekat, ia ingin berada di sekitar Leon dan merawatnya, tapi ia tak punya keberanian untuk melangkahkan kakinya. Ia tak punya hak untuk hal itu, pada akhirnya ia hanya bisa memandang Leon yang terbaring di ranjang dari kejauhan.

"Kehadiranmu hanya membawa masalah dan petaka bagi Leon," Mica menggenggam tangan Leon, "pergilah." Sambungnya dengan raut yang sulit dipahami oleh Key.

"Kau tidak dengar perkataanku? Kau tuli? Pergilah!" Ulang Mica sedikit meninggikan nada bicaranya.

"Aku bukan pembawa masalah!" Seru Key tak terima dengan apa yang baru saja Mica katakan. Ia hanya ingin berada di dekat Leon, tidak mungkin ia membawa masalah untuknya. Lagipula selama ini mereka selalu baik-baik saja saat bersama, sangat jarang sekali mereka mendapatkan masalah yang besar. Apakah salah jika Key berada di dekat Leon? Hanya karena Leon sudah memiliki pacar, apakah Key tak diperbolehkan untuk berada di dekatnya lagi?

"Tentu saja kau adalah pembawa masalah!" Pekik Mica beranjak dari kursinya, ia berdiri berhadapan dengan Key, "bagaimana, bagaimana bisa sang penguasa sekolah seperti Teo peduli padamu?!" Tanyanya dengan menunjuk wajah Key, "bagaimana bisa Victor seorang anak kepala sekolah berusaha sangat keras hanya untuk mendekatimu?!" Nada bicaranya semakin meninggi di setiap perkataannya.

"Dan, bagaimana bisa Leon lebih menyayangimu dibanding aku.." Mica menatap Key masih dengan raut yang sulit untuk dipahami, "BAGAIMANA BISA?!"

"Kau," ia menjeda sejenak, "Kehadiranmu, aku sangat membenci kehadiranmu." Ucapnya terisak, seakan perkataannya itu berasal dari lubuk hatinya.

"Pergilah."

Setelah mendengar ucapan itu, dengan gusar Key segera keluar dari ruangan tersebut, ia tak tahu harus bereaksi seperti apa. Ia ingin berada di dekat Leon tapi Mica melarangnya, tapi jika Key harus menjaga jarak dari Leon, bagaimana dengan persahabatan mereka selama ini? Apakah selesai begitu saja? Apakah mereka akan menjadi dua orang yang tak mengenal satu sama lain? Tidak, Key tidak ingin hal itu sampai terjadi. Tapi Key bisa apa? Tatapan tajam Mica seolah mengatakan kebenaran bahwa Key memanglah pembawa masalah.

"Ikut aku."

"Aku akan mengajakmu bolos," ujar Victor setelah Key keluar dari ruangan, "aku akan membawamu ke tempat yang bisa membuatmu tenang." Bisikannya terdengar sedikit memaksa di pendengaran Key, tanpa sadar pemuda mungil itu mengangguk mengiyakan. Raut Key bagaikan orang yang tak memiliki ekspresi, sangat datar. Terlalu banyak hal yang mengisi kepalanya, sampai ia tak tahu bagaimana cara mengekspresikan diri.

Victor menarik Key keluar dari area sekolah, genggamannya pada tangan Key terasa sangat kuat dan semakin kuat. Beberapa pasang mata memperhatikan mereka dengan raut penuh tanda tanya, seolah bertanya apa yang sedang terjadi pada mereka. Selama di perjalanan Key terus memasang raut datar, sangat datar, seakan ia tak memiliki ekspresi. Tatapan matanya terasa kosong, pikirannya seakan melayang jauh. Victor dapat merasakan tubuh Key yang gemetar dari genggamannya. Ia seakan sedang menyeret mayat hidup.

Saat sampai di parkiran, Victor segera menarik Key menaiki motornya kemudian melajukannya dengan kecepatan yang tak beraturan. Key pernah menunjukkan raut seperti itu sesaat sebelum ia pergi meninggalkan yayasan panti asuhan, mengingat hal itu membuat Victor semakin kalang kabut. Ia memaksa Key untuk memeluk tubuhnya, kemudian mempercepat laju motornya. Sekarang ia bisa merasakan tubuh Key yang gemetar sepenuhnya, tanpa disuruh, Key mulai menguatkan pelukannya. Pelukan itu seakan mencekik Victor, semakin ia mempercepat laju motornya, semakin kuat pelukan itu terasa. Sekilas ia bisa mendengar Key seakan bergumam, "jangan tinggalkan aku.."

Ck, sial.

Setelah melalui perjalanan yang cukup jauh, akhirnya mereka sampai di sebuah taman pusat kota, tempat yang sangat familiar bagi mereka berdua. Taman yang tepat berseberangan dengan panti asuhan dimana Key dulu dirawat dan dibesarkan. Tempat dimana mereka pertama kali bertemu, tempat dimana mereka sering bertemu diam-diam. Tempat dimana dulu mereka bisa tertawa bersama. Tempat dimana Victor bisa bertemu dengan Key. Tempat dimana semua memori itu tercipta. Entah mengapa, melangkahkan kaki menuju taman ini membuat dada Victor terasa sesak, benar-benar menyesakkan. Ia teringat kenangan saat ia pertama kali bertemu dengan Key. Ia teringat dengan tawanya, ekspresinya saat sedang kesal, caranya meluapkan kemarahannya, caranya menunjukkan kepeduliannya pada Victor, semua kenangan itu terbesit sepintas, saling menyambung membuat memori bagai rekaman putar.

"Panti asuhan itu..." Key menunjuk gedung putih di seberang sana, rautnya yang sedari datar kini berubah menjadi penuh kemarahan.

"Hei, tenangkan dirimu." Ucap Victor sembari menyuruh Key untuk duduk di sebuah kursi besi yang berkarat.

"Disana, aku dibesarkan," Key menyandarkan kepalanya di bahu bidang Victor, "mereka merawatku sejak aku masih bayi." Lanjutnya sedikit terisak, tapi rautnya masih dipenuhi dengan kemarahan.

"Kemudian mereka... menjualku." Perkataan Key membuat Victor terlonjak kaget, "kau... ingat semuanya? Apa yang mereka lakukan padamu?" Tanyanya pada Key, meskipun ia tak percaya dengan apa yang baru saja Key katakan.

"Aku membenci mereka semua yang ada di dalam yayasan itu." Bisik Key sendu, ia mengepalkan tangannya sekeras mungkin, "ia menjadikanku budak seks, pria tua sialan! Aku akan membunuhmu!" Victor semakin tak paham dengan setiap perkataan Key, ia merasa teman masa kecilnya itu sedang halusinasi. Tapi jika halusinasi itu memang benar berdasarkan pengalaman hidup Key, sudah pasti Key pernah melewati masa-masa yang sulit. Victor hanya bisa terdiam, mencoba memahami maksud dari perkataan Key.

"Pengurus yayasan sialan! Bagaimana bisa mereka menyerahkanku pada pak tua itu demi uang..."

"Aku berusaha sebisa mungkin melupakan semua hal yang di tempat keji itu.."

"Hampir setiap malam aku terus mengingat kejadian itu," tiba-tiba Key menggenggam erat tangan Victor, "ia melakukan hal -hal yang sangat menjijikkan padaku, setiap hari. Hahahahaha!" Tawanya terdengar menyakitkan bagi Victor, semakin keras ia tertawa, semakin kuat genggaman tangannya, seakan ia sedang ketakutan.

"Ayahku pergi meninggalkanku setelah ibuku melahirkanku. Tapi terkadang aku mendengar bisikannya, seakan ia berbisik ini memanglah takdirku karena telah membunuh ibuku." Victor memeluk tubuh mungil itu, "tidak sepantasnya aku dilahirkan di dunia ini.." Lalu ia mencium dahi Key tanpa disadarinya meski ciuman itu tak sanggup menenangkan Key.

"Seharusnya ibuku masih hidup dan berbahagia dengan ayahku.."

"Kehadiranku menghancurkan segalanya.."

"Kehadiranku bagaikan malapetaka bagi mereka.."

"Aku hanya membawa masalah untuk mereka.."

"Aku membawa masalah untuk orang-orang di sekitarku.."

"Hahahahaha.." Tawanya kali ini terdengar sangat berat, seakan ia benar-benar lelah.

"Leon, kau merasa kasihan padaku, kan..?" Victor mengerutkan dahi, melepaskan pelukannya, "hei, aku bukan Leon-"

"Selama ini, kau berteman denganku karena kau merasa kasihan padaku, kan?" Tanya Key menggebu, memotong perkataan Victor, "kau satu-satunya orang yang menyelamatkanku dari genggaman pak tua itu.." Key mendongakkan kepala, memanjang wajah Victor, air matanya mengalir di pipinya yang memerah, ia terlihat seperti anak kecil bagi Victor, "terima kasih." Lanjutnya kemudian mencium bibir Victor sekilas.

Mereka terdiam untuk beberapa saat, saling berpandangan satu sama lain, tiba-tiba Key tersenyum lebar membuat hati Victor sedikit menghangat.

"Leon, aku sudah memikirkannya," ucap Key memegang tangan kanan Victor, "sepertinya, aku juga menyukaimu." Ia kembali tersenyum, kali ini lebih lebar dengan mata yang menyipit seperti bulan sabit, "sebenarnya, aku ingin kau pergi meninggalkan gadis itu, tapi aku tak punya keberanian untuk mengatakannya." Ungkapnya kemudian mencium punggung tangan Victor.

"Aku mencintaimu, Leon."

Sial.









an:
belakangan ini aku kehilangan motivasi, sorry:(
plis follow aku di twitter @yesiamkentang supaya kalian bisa tau kapan aku akan update:)

#TBC
#Nay2402

Lil' MonsterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang