Pandangan Pertama

1.2K 199 181
                                    

Waktu menunjukkan pukul 8 malam, Tae masih nampak gelisah duduk berhadapan dengan putra semata wayangnya yang sudah terkantuk-kantuk. Diketukkan nya pensil yang ada di tangan kanan ke pucuk kepalanya kemudian sesekali menggaruk kulit kepalanya yang sebenarnya tak gatal dengan ujung pensil itu.

"Papi RT udah belum? Bas ngantuk lho ya," rengek Bas memelas

"Sebentar. Jam operasional belajar itu sampe jam 9," jawab Tae ngomel. "Sibas bacain soalnya biar nggak ngantuk."

"Papi RT, bas ngantuk, tolong."

"Kurang 5 lagi soalnya. Nih Sibas yang baca soalnya, Papi yang jawab," ujar Tae sambil menyodorkan buku milik Bas.

Bas hanya menghela nafas kasar. "Jarak rumah Budi ke rumah Ani 5km, jika Budi sampai rumah Ani dalam waktu 15menit berapa kecepatannya?"

Tae memutar bola matanya membuat gestur berfikir keras. "Sibas..."

"Hm?"

"Sibas kalo cari temen yang kaya Ani ya, dari Papi SD sampe Papi punya anak Segede kamu dia temenan terus sama Budi. Itu artinya Ani dan Budi sahabat sejati."

Bas memicingkan mata ngantuk nya pada sang Ayah dengan tatapan tajam persis tatapan Tee yang siap menerkam mangsa.

"Mami Madam!!!" Pekik Bas tanpa ancang-ancang dan membuat Tae reflek menutup telinganya rapat.

Bagaikan mendengar sirine emergency sosok Tee yang berbalut piyama biru muda motif twety dan wajah yang seputih tepung kanji karena tengah memakai masker kecantikan sudah berdiri di dekat Tae.

"Mami, ni Papi RT ganggu sibas belajar," adu Bas pada Tee.

"Lah? Sibas kok bikin laporan palsu!" Protes Tae yang kini sedang dipelototi Tee. "Dek, Mas itu bantuin Sibas belajar lho."

TOK TOK

"Sebentar Dek, marahnya tunda dulu ada tamu," ujar Tae yang akhirnya bisa menghela nafas lega karena ada yang bertamu dan menyelamatkannya dari pandangan Tee yang menyeramkan.

Tae beranjak dari duduknya dilantai dan segera membuka pintu rumah. Kesempatan itu digunakan Bas untuk kabur ke kamarnya dan mengakhiri penderitaannya belajar bersama sang Ayah.

"Siapa ya?" Tanya Tae bingung pada sosok laki-laki berpostur tinggi dan memiliki wajah yang tampan. Jadi berasa ngaca; pikir Tae.

"Selamat malam Pak RT, sa...," Sapa laki-laki tampan menawan itu.

"Salah!" Potong Tae. "Gini cara panggilnya. Pak R'TAE. Gitu... Pak R'TAE..."

Laki-laki yang tampan itu nampak tak terlihat tampan pada detik ini, detik dimana dia nyengir dan manggut-manggut tak jelas memperhatikan laki-laki tua absurd di depannya.

"Oh ya, dari mana?" Tanya Tae.

"Saya mahasiswa KKN Pak, saya mau menyampaikan undangan bimbingan belajar. Mulai besok sore saya dan rekan-rekan akan mengadakan bimbel di balai desa barangkali Bapak berminat ikut, eh maksud saya anak bapak berminat ikut," ujar laki-laki itu ramah.

"Oh gitu. Bimbel matika bisa nggak?"

"Bisa Pak,"

"Oh oke. Besok biar Sibas ikut. Nggak bayar kan?"

Sibas? Namanya gak keren banget; pikir laki-laki itu.

"Gratis Pak. Tidak dipungut biaya. Baik Pak kalo gitu saya pamit Pak. Terimakasih...," Ujar laki-laki itu minta diri kemudian berlalu pergi meninggalkan teras rumah Tae.

Tae menutup pintu dan memalingkan tubuh untuk kembali pada kesibukannya tadi tapi sosok gembul yang tak lain adalah putra tercintanya telah hilang dari meja tamu tempat mereka belajar.

RT 5Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang