Beberapa hari ini Sibas nampak murung. Nilai ulangannya pun merosot tajam seperti turunan di puncak. Jika biasanya Sibas mendapat nilai rata-rata setiap mata pelajaran 4 maka kini sibas hanya bisa memperoleh nilai 2.
Bu Guru Dao selaku wali kelas Sibas jelas merasa prihatin atas kemerosotan nilai anak didiknya yang baik hati dan pandai menari layaknya personil girlband itu. Selagi memiliki kesempatan Bu Guru Dao memanggil Sibas ke ruangannya. Bukan untuk memarahi Sibas karena jajan pakai uang jatah SPP tapi Bu Guru Dao ingin anak didiknya mau berbagi keluh kesahnya, apalagi ujian kelulusan menanti di depan mata.
Sibas si anak perawan kebanggan Madam RTee dan Pak RTae pun memenuhi panggilan sang wali kelas dengan wajah ditekuk. Bu Guru Dao tersenyum manis pada anak didiknya meskipun nyatanya senyum itu tak membuat Sibas membalas senyumannya.
"Sibas," Bu Guru Dao menyebut nama Sibas dengan lembut. "Apa sibas ada masalah di rumah? Apa tetangga sibas masih suka tawuran?"
Sibas menggeleng.
"Apa Madam masih suka marahin Sibas karena lupa jalan pulang?" Sibas menggeleng lagi sebagai jawaban.
"Apa Pak Rtae minta Sibas ngeronda lagi? Jadi Sibas nggak bisa belajar? Gitu Sibas? Cerita sama Bu guru Dao?!" Bu Guru Dao semakin menuntut. Namun lagi-lagi yang Sibas berikan hanya gelengan kepala.
"Terus Sibas kenapa?? Kenapa nilainya udah bagus-bagus 4 sekarang jadi 2?" Bu Guru Dao sedih, nestapa, dia tak mau dianggap gagal membina Sibas padahal nyatanya segala daya dan upaya telah Bu Guru Dao lakukan.
"Hiks,"
Drama have begin!!
Bu Guru Dao segera mmebuka kantong jajanan pasar yang dibelinya tadi pagi. Kantong merah muda itu dibukanya lebar-lebar. Pisang rebus, mendoan dan nogosari terlihat begitu menggoda iman. Bu Guru Dao menyuguhkan jajanannya pada Sibas. Bu Guru Dao sangat mengerti, dia tak ingin sibas mendadak pinsan kelelahan menangis, sepertinya dengan mengemil sibas akan lupa rasa lelahnya dan terus bercerita tentang keluh kesahnya.
"Ayok, sibas ambil jajannya yang mana?" Bu guru Dao mempersilahkan saat melihat mata Sibas berbinar melihat jajanan yang tersaji di atas meja.
Sibas malu-malu mengulurkan tangan lalu mengambil mendoan dan cabai rawit kualitas pilihan. Biar kecil tapi pedasnya tak tertandingkan. Entah kenapa Sibas selalu teringat Maminya setiap melihat cabai.
"Jadi ada apa sibas?" Bu Guru Dao kembali bertanya.
"Hiks..."
"Sibas harus kuat ya. Ada apa Sibas?"
"Bu Guru, apa Bu Guru pernah merasakan ditinggalkan seseorang saat lagi sayang-sayangnya? Lagi cinta-cintanya? Dan kita gak tahu kemana dia pergi? Hiks, ingin sibas teriak."
"Siapa yang pergi Sibas?"
"Mas godt. Hiks. Mas Godt bagai hilang ditelan bumi dan bangunan sejak Papi tanya ke Mas Godt kapan mau halalin sibas. Apa mas Godt menyerah bu Guru? Mana janji manis mas Godt? Hiks..."
"Lah? Apa sibas udah cari ke rumah Mas Godt?" Sibas hanya menjawab dengan gelengan sambil menikmati mendoannya.
"Coba Sibas cari ke rumah Mas Godt. Sibas harus minta penjelasan. Bilang ke Mas Godt kalo hati Sibas bukan terminal yang cuma buat singgah terus bisa ditinggal pergi. Bu Rete Kuwotes of tudey."
"Tapi Sibas nggak tahu dimana rumah mas Godt. Huwaa..." Sibas menangis kejer sekarang.
"Yah, kalian pacaran model apa masa Sibas nggak tahu rumah Mas Godt?"
"Hiks, enggak tahu."
"Sibas jangan bersedih, ada Bu Guru Dao disini. Bu Guru akan bikin pamflet yang isinya mencari Mas Godt terus kita tempel di tiang listrik. Semoga dengan cara itu Mas Godt bisa kita temukan." Bu Guru Dao menggenggam tangan Sibas yang berminyak karena meremas mendoan untuk meluapkan marahnya. Bu Guru Dao yang sangat mengerti kesedihan Sibas terus memberinya moral support.
KAMU SEDANG MEMBACA
RT 5
FanfictionTentang Pak RT Tae dan para warga RT 5 yang sama-sama berkelakuan absurd Warning!!! BxB content M-preg