Gombalan Basi

2K 229 2
                                    

Senin
17 Oktober

Prilly termenung memandang batu nisan yang sudah dikelilingi oleh tumbuhan rambat. Tepat 1 bulan yang lalu, pahlawan dalam hidupnya, pergi meninggalkan kenangan indah.

Dari 1 bulan yang lalu, baru sekarang lah Prilly berani mengunjungi makam Vater. Hatinya masih berat melepaskan kepergian orang yang sangat berarti untuknya. Matanya terlihat sembab. Tubuhnya makin kurus.

"Prilly, pulang yuk. Langit sudah mulai gelap. Sebentar lagi hujan. Besok kita kesini lagi."

Prilly tak menghiraukan ucapan Ali. Ia masih tetap berjongkok sambil mengusap-usap nisan Vater.

"Prilly?"

"Kamu pulang saja dulu. Aku ingin disini bersama Vater."

Ali ikut berjongkok bersama Prilly. Tak peduli rintikan hujan yang sudah mengenai tubuhnya.

"Aku laki-laki. Laki-laki yang baik tidak akan meninggalkan perempuannya sendirian."

Pandangan Prilly beralih pada Ali. Setiap melihat Ali, Prilly selalu teringat pada Vater. Sikap dan tutur kata Ali sangat mirip dengan mendiang ayahnya.

"Kenapa?"

Prilly salah tingkah tertangkap basah sedang memandang sahabatnya. Ali hanya terkekeh pelan. Tangan kanannya pun ia kalungkan pada leher Prilly.

"Vater, izinkan aku menjaga anaknya yang cantik ini. Aku berjanji, tak akan ada airmata yang keluar dari matanya kecuali airmata bahagia." Ucap Ali seakan-akan berbicara pada Vater langsung. Prilly hanya tersenyum menerima perlakuan manis dari sahabatnya. Entahlah. Ia juga tak tau ingin menyebut Ali sebagai apa. Sikapnya,tutur katanya, tatapan matanya, sangat berbeda dari definisi 'sahabat'.

"Kenapa kamu melamun? Berdoa yuk untuk Vater. Semoga Allah menerima amal ibadahnya selama ini. Dan semoga Vater mendapatkan tempat terbaik di sisi-Nya." Ucap Ali yang diamini oleh Prilly.

Selesai berdoa, mereka pun beranjak dari tempatnya. Agak pegal memang berjongkok daritadi.

"Li." Panggil Prilly. Ali menoleh.

"Ada apa?"

"Apakah janji itu janji sungguhan?"

Ali refleks menghentikan langkahnya. Ia memutar badannya menghadap Prilly. Kedua tangannya memegang kedua bahu Prilly.

"Sekarang aku yang bertanya padamu. Apakah janji itu sebuah kalimat candaan? Apakah janji itu hanya sebuah kalimat penenang?"

Prilly menggeleng.

"Lalu, kenapa kamu menanyakannya? Janji bukanlah hal yang bisa dijadikan mainan. Seperti orang awam bilang, janji adalah hutang. Apabila kita tidak menepati janji, maka kita sama saja tidak membayar hutang yang seharusnya kita bayar. Lagipula di agama sudah dijelaskan bahwa janji itu harus ditepati. Siapapun yang mengingkari janji, maka orang itu sudah melanggar perintah Allah."

"Apalagi aku berjanji dengan Vater, orangtua kamu. Sudah pasti aku tepati. Dari kecil aku diajarkan untuk tidak sembarang membuat janji dengan orang lain. Karena janji itu bukanlah mainan. Bukan candaan. Orangtuaku pernah bilang, janji apapun yang sudah aku buat, harus ditepati. Dan aku akan menepatinya." Lanjut Ali. Prilly kagum mendengar penjelasan Ali. Ia tak menduga, sosok lelaki yang dulunya manja, cengeng, sekarang berubah menjadi lebih dewasa dari umurnya. Orang awam tak akan mengira bahwa Ali masih 21 tahun karena cara bicaranya yang sangat dewasa.

"Janganlah kagum dulu padaku. Nanti saja kagumnya setelah aku menyanyikan lagu 'akad' di pesta pertunangan kita." Ucap Ali PD.

"Pesta pertunangan?" Tanya Prilly. Ali mengangguk pasti.

"Belum juga minta restu sudah percaya diri sekali akan adanya pesta pertunangan." Ejek Prilly. Ali menaikkan satu alisnya.

"Memangnya kenapa? Kita kan sudah bersahabat dari kecil, tak susah untuk minta restu orangtua. Kan sudah saling mengenal satu sama lain." Bela Ali tak mau kalah.

"Kamu yakin? Waktu di Jerman saja Muter pernah mengenalkanku pada satu laki-laki berdarah Jerman. Ku akui dia sangat tampan dan mapan. Seingatku, Muter masih berkomunikasi baik dengannya sampai sekarang." Balas Prilly dengan nada mengejeknya.

"Masa bodoh. Selagi belum ada janur kuning melengkung, aku masih bisa meminta restu dan meminangmu. Segera. Setelah skripsiku selesai, siap-siap kedatangan rombongan keluarga Arab." Ucap Ali bersungguh-sungguh.

Prilly diam. Tak berani membalas dengan kata-kata. Ali memang pandai membuat Prilly terbang ke langit yang paling atas.











Kangen juga sama cerita ini. Semoga suka!💞

Ich Liebe DichTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang