Vater!

2.5K 231 6
                                    

"Ali? Ada apa denganmu?" Tanya Prilly ketika ia melihat wajah sahabatnya terlihat khawatir.

Ali menyodorkan ponselnya untuk menunjukkan sesuatu. Prilly tertunduk lemas. Penyakit lama sang ayah telah kembali. Prilly benar-benar tak bisa kehilangan superhero pertamanya.

"Aku takut, Li.. aku takut.." Ucap Prilly lirih seraya menenggelamkan wajahnya di dada bidang Ali. Ali mengusap-usap rambut Prilly penuh sayang. Dalam kondisi seperti ini, Ali harus menenangkan Prilly.

"Jangan takut. Vater orang yang kuat. Aku yakin Vater bisa melewati semua ini." Ucap Ali lalu mengecup pucuk kepala Prilly.

"Dia terlalu kalut dalam bekerja. Sudah berulang kali aku bilang bahwa dia harus beristirahat. Tapi dia hanya mengiyakan tanpa melaksanakannya. Kadang aku kesal dengan sikap Vater yang seperti itu. Kalau bukan Mama yang memberi aku peringatan, akan aku sogok Vater agar makan dan ku banting laptop kesayangannya agar dia tak bekerja terlalu sering." Oceh Prilly menumpahkan segala amarahnya yang selama ini ia pendam. Ali hanya mendengarkan tanpa memotong curhatan sahabatnya.

"Bahkan saking cintanya Vater dengan pekerjaan, perusahaan terkenal di Jerman pun ia beli untuk menambah deposito kantor lamanya. Ah untung aku sangat menyayangi dia. Kalau tidak, aku tak bisa berjanji Vater akan bekerja lagi."

Ali mendekap Prilly dengan erat. Ali sangat merindukan ocehan Prilly seperti ini. Bertahun-tahun ia tak mendengar ocehan itu. Dan sekarang, ocehan itu bisa ia dengar bahkan setiap hari.

"Prill." Panggil Ali. Prilly yang masih nyaman berada di dada bidang Ali pun mendongakan kepalanya.

"Apa?"

"Apakah di Jerman kamu sudah mempunyai tambatan hati?" Tanya Ali sangat berhati-hati. Wajar jika Ali bertanya seperti itu. Orang awam juga pastinya tau, Prilly memiliki wajah yang sangat bule. Mata hazel, hidung kecil yang mancung, bibir tipis yang merah merona, dan kulit yang putih bersih tanpa ada noda sedikitpun.

"Mengapa bertanya seperti itu?" Bukannya menjawab, Prilly malah bertanya balik. Itu membuat Ali semakin penasaran.

"Hanya ingin bertanya saja." Jawab Ali berusaha tenang.

"Jerman mengoleksi pria-pria tampan. Bahkan bisa dibilang sangat tampan. Tapi entah kenapa, tak ada sedikitpun dari mereka yang mampu menarik perhatianku. Sudah berkali-kali juga aku menolak ajakan kencan dari mereka." Jawab Prilly. Ali tersenyum puas. Berarti peluang Ali semakin besar.

"Prill. Tak terasa ya, umur kita udah 21 tahun sekarang. Perasaan baru kemarin aku menjahilimu dari pohon, bermain denganmu di dekat danau, membuatkanmu mahkota dari tumbuhan-tumbuhan disekitar danau, dan tidur dikamarmu yang super nyaman itu. Kalau boleh jujur, aku sangat rindu dengan masa-masa itu. Kita hanya fokus bermain, tak ada masalah yang menerpa. Sekarang? Tak terhitung lagi berapa banyaknya masalah yang ada. Termasuk masalah hati." Ucap Ali yang diakhir kalimat ia mengecilkan suaranya. Namun Prilly masih bisa dengar.

"Masalah hati? Maksudnya?" Tanya Prilly heran. Tak biasanya Ali membahas soal hati.

Baru saja Ali ingin menjawab, ponsel canggih milik Prilly pun berdering. Prilly langsung mengambil ponselnya dan menerima panggilan.

Tak lama kemudian, tubuh Prilly melemas. Seperti ada meteor yang menubruk tubuhnya. Pertahanannya hancur seketika. Airmata sudah tak bisa ia bendung.

Ali yang melihat itu langsung mendekap erat tubuh sahabatnya yang sangat bergetar. Dikecupnya pucuk kepala Prilly berkali-kali.

"Kamu kenapa, Sayang? Apa hal yang membuatmu seperti ini?" Tanya Ali dengan sangat lembut.

Mulut Prilly terasa kelu untuk berbicara. Setelah sepersekian detik, Prilly mulai membuka suaranya.

"Vater sudah tiada..."

                                   ***

Ali dan Prilly berlari cukup kencang di koridor rumah sakit. Tak peduli banyak orang terheran-heran melihat mereka.

"Mutter!" Panggil Prilly yang melihat Mutternya terduduk lemas dengan airmata yang terus membasahi pipinya.

"Prilly.." Jawab Mutter setengah bersuara.

Prilly menghampiri ibunya dan memeluknya dengan perasaan sedih. Prilly kembali terisak untuk yang kesekian kalinya.

"Kenapa bisa secepat ini, Mutter?! Kenapa?!" Prilly semakin mengeratkan pelukannya pada sang ibu.

"Tadi Vater berniat untuk membeli sebuket bunga untuk merayakan keluarnya kamu dari rumah sakit. Tapi tiba-tiba jantung Vater mulai berkontraksi. Mutter kala itu menunggu di mobil dengan perasaan yang tak enak. Mutter segera turun dan menyusul Vater. Saat sampai tempatnya, Mata Mutter memanas, Mulut Mutter tak bisa berucap apa-apa. Vater tergeletak dipinggir jalan dengan sebuket bunga mawar di dadanya. Langsung saja beberapa orang membantu Mutter membawa Vater ke rumah sakit. Namun rupanya takdir berkata lain. Vater sudah tak bernyawa saat dalam perjalanan." Jelas Mutter dengan isakan tangisnya.

Mama, Papa, dan Ali ikut bersedih karena merasakan kehilangan yang begitu dalam. Terlebih lagi Papa. Papanya Ali dan Vater Prilly memang tidak bersahabat dari kecil. Namun, bertahun-tahun sudah dilewati mereka dengan bahagia. Tak disangka, semua berubah hari ini. Tak ada lagi lelaki yang selalu menyemangati Mutter, tak ada lagi lelaki yang selalu mencairkan suasana, dan tak ada lagi sahabat yang optimis dengan apa yang ia perjuangkan.

"Mutter.. temani Prilly untuk melihat Vater. Prilly ingin melihat Vater.." Lirih Prilly. Hampir saja badannya terhuyung ke belakang saking lemasnya. Untung Ali sigap memeluknya. Kalau tidak, bisa jadi Prilly dirawat untuk sementara waktu.

"Vater akan dibawa oleh ambulans malam ini. Besok pagi kita akan antarkan Vater menuju tempat terakhirnya." Terang Mutter dengan tangis yang mulai mereda.

"Li.." Panggil Prilly. Ali berkali-kali mencium pucuk kepala Prilly berusaha untuk memberi ketenangan pada sahabatnya yang paling ia cintai(?)

"Apa, Sayang?" Tanya Ali dengan sangat lembut.

Prilly menyembunyikan wajah sendunya dalam ceruk leher Ali. Tangisnya mulai kencang. Ali mengusap-usap punggung Prilly penuh sayang.

"Vater, Li.. Vater.."

"Iya, Sayang. Kamu sabar, ya. Masih ada aku, Mama, Dan Papa yang selalu menyayangi kamu dan Mutter. Kita doakan yang terbaik untuk Vater." Ucap Ali yang diakhiri dengan kecupan cukup lama di kening Prilly.

Mama, Papa, dan Mutter terpaku dengan anak-anak mereka. Betapa sayangnya Ali dengan Prilly. Mutter begitu terharu dengan kasih sayang yang Ali beri untuk anaknya. Begitu juga dengan Papa dan Mama Ali yang terharu karena bocah kecil mereka sudah mengerti akan cinta. Menjaga dan menyayangi orang yang kita cintai.







Till the End, udah.
Kekasih Halalku, udah.
Trust Me I Love You, udah.
Ich liebe dich, udah.
Tinggal Caffe Love Story yang masih belum aku lanjut ceritanya:v hehe maaf ya..

Ich Liebe DichTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang