Badai

6.7K 421 41
                                    

Summary : Saat badai datang diantara kehidupan mereka. Maksudku, badai dalam arti yang sebenarnya.

Setting : Kongpob di tahun keempat di universitas.

=========

Sejak pagi, mendung terus menutupi langit kota Bangkok, disusul angin yang tak henti-hentinya menyebarkan hawa dingin ke penjuru kota. Menjadi wajar jika kau melihat pejalan kaki dengan entengnya membawa payung terlipat, atau tas ekstra untuk menyimpan mantel, ini merupakan antisipasi jika hujan benar-benar turun, dimana biasanya terjadi setiap hari.

Kongpob menatap langit lalu menghela nafas, bulan November memang bukan bulan baik untuknya. Tidak cukup dengan kesibukan sang kekasih di tempat kerjanya jauh di Amphawa dan kewajibannya sendiri sebagai mahasiswa tingkat akhir yang membuat waktu luangnya semakin menipis, musim penghujan seakan menambah daftar ketidakberuntungannya, karena tidak peduli malam ini malam minggu atau tidak, hujan akan tetap turun jika memang takdirnya.

"Ai'Kong... kau jadi mau ke Amphawa? Sepertinya cuacanya tidak mendukung" Aim merangkul bahunya dan ikut menatap langit.

"Entahlah, mendung seperti ini juga bisa menipu" Jawabnya, sembari mengingat beberapa hari sebelumnya, dimana mendung sama-sama mengepung kota Bangkok, namun tak ada hujan dalam dua hari -Kong hanya mencoba berpikir positif.

"Coba cek dulu ramalan cuaca, siapa tahu membantu. Aku duluan, ya"

Kong hanya mengedikkan dagu menanggapi kalimat sahabatnya. Begitu sosok Aim menghilang, dia baru mengambil langkah menuju asrama.

***

Arthit baru bisa merenggangkan otot saat rekan kerjanya datang ke mejanya, menyadarkan dia dari konsentrasi panjang. Laki-laki itu sangat luar biasa dalam urusan dedikasi, terlebih jika pekerjaannya dibatasi dengan deadline. Dia bisa mengabaikan apa saja yang terjadi di sekitarnya.

Arthit lantas bangkit dari kursinya dan menuju pantry, sedikit air putih dingin mungkin bisa menyegarkannya. Lalu sebuah notifikasi masuk ke ponselnya,

0062 : "P'Arthit, jangan lupa makan siang"

Arthit menggigit bibirnya, menolak tersenyum.

Arthit : "Lama-lama kau seperti Ibuku"

0062 : "Apa itu artinya aku orang yang paling kau sayangi di dunia?"

Arthit : "Mimpi!! Berhenti mengetik dan makan makan siangmu"

Entah kenapa Arthit bisa memprediksi balasan dari pesan singkatnya itu,

0062 : "Kau sangat perhatian, P'"

Benar, 'kan!

Arthit langsung mengantongi kembali ponselnya, tidak berniat membalas, namun bibirnya tidak bisa lagi menahan senyuman, Sedikit tambahan tenaga untuk sisa harinya yang singkat. Arthit menjawab panggilan rekannya untuk makan siang bersama.

Seharusnya hari sabtu jam kerja di kantor hanya sampai jam makan siang, namun karena musim hujan dimana penyakit juga makin mudah menyerang, Arthit dan beberapa yang lainnya harus lembur satu jam lebih lama untuk melengkapi kekurangan.

Seberapapun tidak ingin hatinya melakukan pekerjaan ekstra, namun kenyataan kalau dia membutuhkan pemasukan lebih membuatnya harus berkompromi. Laki-laki itu sudah bertekad untuk mencapai target misinya sampai Kongpob lulus kuliah, sudah cukup mereka sama-sama tersiksa karena jarak yang selama dua tahun ini memisahkan, Arthit tidak berpikir akan bisa bertahan jika lebih dari ini.

Saat kembali ke meja kerjanya, dia memeriksa ponselnya sekali lagi, takut jika tak sengaja mengabaikan pesan dari kekasihnya, namun tak ada apapun. Arthit menghela nafas, mungkin dia kelelahan dan tertidur, pikirnya berusaha positif.

Opposite AttractWhere stories live. Discover now