Malamnya, setelah belajar cukup keras untuk ulangan Geografi besok, kurebahkan badan di atas kasur, sejenak memejamkan mata, lalu menatap langit-langit kamar. Iseng, kuraih handphone di atas nakas lalu kunyalakan sambungan data, membiarkan beberapa notifikasi bermunculan dari akun media sosialku.
Satu yang menarik perhatianku, sebuah notifikasi dari aplikasi Instagram.
Rakha Raihan follows you.
Aku mengernyit. Siapa?
Penasaran, aku membuka profil miliknya. Banyak foto yang dia upload di sana. Aku melihat salah satunya. Tunggu. Aku sepertinya pernah melihat orang ini. Tapi di mana?
Aku mencoba mengingat. That's right! Dia cowok yang tadi pagi di kantin dan juga di musala. Tapi dari mana dia tahu username Instagram-ku? Apa dia semacam... penguntit? Ah, masa? Mungkin dia hanya iseng.
Satu notifikasi muncul lagi.
Rakha Raihan leaves a comment on your post.
so cute girl!
Itu adalah postingan terakhir yang ku-upload. Di mana aku sedang memakan es krim dan Hana mengambil fotoku. Terkesan candid.
Aku melempar handphone ke sofa. Tak terlalu memikirkannya. Karena, ya sudah, banyak kan tipe cowok yang modus seperti itu? Iseng-iseng komentar di postingan cewek, terus saat si cewek balas komentarnya, si cowok men-direct message, dan terjalinlah hubungan online. Dan mirisnya, walau belum pernah bertatap muka secara langsung, keduanya bisa-bisanya menjalin ikatan "pacaran". Sangat menganehkan memang.
Ini bukan sarkasme, tapi ini nyata. Kids zaman now buktinya.
***
Suara riuh dari arah lapangan futsal sampai terdengar ke dalam kelas. Aku dan ketiga temanku dengan didorong rasa penasaran, segera keluar, karena bel istirahat baru saja berbunyi lima menit yang lalu.
Di pinggir lapangan dipenuhi oleh siswa yang berteriak heboh. Seperti menyaksikan super big match saja, batinku.
"Ada yang tanding basket, tuh. Liat yuk, guys!" Sarah langsung bergerak ke pinggir lapangan dan ikut berdesakan dengan penonton lain.
Aku, Hana, dan Risma pun susah payah untuk bisa berdiri paling depan dekat dengan Sarah yang terlihat sangat antusias menyaksikan pertandingan ini. Bagaimana tidak, banyak yang kinclong-kinclong pemainnya.
Risma menunjuk ke tengah lapangan. "Eh, Tar, si Alder maen juga, tuh."
Aku mengedarkan pandangan ke arah lapangan. Iya, benar, ada Alder di sana. Bajunya sudah basah oleh keringat. Sekarang dia sedang men-dribble bola menuju ke ring lawan.
"Anjir! Timnya si Alder kece-kece, ya? Ya ampun! Apalagi yang item manis itu, duuuhh." Mata Sarah berbinar memperhatikan seorang cowok yang kini tengah men-dribble saat sebelumnya bola dibawa oleh Alder.
"Mata lo langsung ijo ya kalo liat yang bening-bening," cibir Risma di sampingku.
"Bener! Tadi aja pas ulangan Geografi lo kayak mayat hidup. Lesu, kayak nggak gairah banget." Hana ikut mencibir.
"Lo berdua, tuh, ya bisanya nyinyir aja sama gue, bukannya seneng liat temennya semangat lagi kayak gini. Nikmat Tuhan tuh jangan disia-siain, lah, mubazir tahu nggak."
"Dinikmatin bersama, sih, iya. Iya nggak, Han?" sahut Risma.
"Yoi. Lo nggak liat tuh, Sar? Hampir semua cewek-cewek di pinggir lapangan pada heboh pas liat si cowok item manis itu maenin bolanya. Jadi, lo harus bersaing dulu sama sekian banyak cewek itu. Emang lo bisa?" tantang Hana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Truth or Dare (Completed)
Teen Fiction"Gue suka sama lo. Mau gak jadi pacar gue?" Kalimat itu terlontar jelas dari mulut Tari yang saat ini merasa malu setengah mati melakukan tantangan Truth or Dare dari teman-temannya itu. "Oke, mulai hari ini kita pacaran." Jawaban yang sungguh dilu...