#11

61 15 0
                                    

Pagi hari yang cerah kembali menyapa Irene dengan cuitan burung yang terbang saling mengejar. Matahari sudah hampir naik, ini waktunya Irene melakukan peregangan. Namun, ada sesuatu yang mengganjal pada diri Irene.

"Kau harus tau bahwa aku lebih baik dari Hanbin. Bocah tengik itu. Kau harus percaya pada ku."

"Apa ini salah?" Irene bergumam sendiri sambil merenung dibawah sinar matahari depan jendela balkon.

Jantung Irene terasa berdegup. Degupnya berbeda dengan degupan normal seperti sebagaimana jantung berdegup. Detakannya lebih cepat, seiring dengan bersemunya pipi Irene membayangkan kejadian kemarin. Saat Baekhyun memeluk Irene di depan orang banyak.

"Apakah aku menyukainya?" Gumam Irene untuk yang kedua kali. Belum sempat ia menyimpulkan perasaannya, bel apartment Irene berbunyi beberapa kali.

Kaki Irene secara paksa melangkah mendekati pintu apartment. Perasaannya jadi campur aduk. Sedikit berlari, Irene kini telah berdiri di depan pintu. Pintu ia buka dan detik selanjutnya jantung Irene berhenti berdetak.

"Good Morning!" Baekhyun berdiri seperti anak TK yang siap berangkat sekolah. Wajahnya manis, tingkahnya nyaris membuat Irene tersenyum manis.

Namun, sesuatu yang indah ini terenggut habis ketika suara Hanbin menyadarkan mereka berdua. Irene baru ingat dengan fakta bahwa Hanbin masih menginap di rumahnya.

"Heol, aku lupa hari ini harus sekolah." Gumamnya khas seperti orang baru bangun tidur. "Oh, Baekhyun?"

"Mwo?" Suara Baekhyun mendadak jadi datar sambil menatap tajam.

"Ani." Hanbin terkekeh. Lalu pandangannya beralih pada Irene yang mengerjap diam memperhatikan mereka berdua.

"Gomawo. Aku akan sekalian pulang saja, kau berhati-hatilah." Ujarnya. Entah mengapa kalimatnya membuat Irene merasa kecewa. Tanpa alasan yang jelas.

•••

Hari terus berganti. Hubungan antara Baekhyun dan Irene sepertinya cukup berkembang. Terlihat dari bagaimana mereka bertemu di area sekolah. Jika biasanya Irene akan cepat-cepat menjauh dan menghindar dari Baekhyun, kini Irene justru memberanikan diri untuk membalas sapaan Baekhyun meski hanya tersenyum tipis atau melambai tangan kecil. Meski seperti itu, Baekhyun berhasil dibuat sumringah. Hatinya seperti terus bermekaran seperti bunga dalam taman.

Perasaan Irene bertolak belakang dengan Baekhyun. Dirinya merasa lebih takut dari sebelumnya. Selalu diselubungi rasa was-was jika ada beberapa orang yang menatapnya ketika ia membalas sapaan Baekhyun. Terutama Dasom. Irene selalu merasa dirinya terancam tatkala Dasom datang bersama gerombolan temannya melewati Irene.

Duk.

Tak sengaja, kaki Irene terbentur laci kecil di sisi ranjangnya. Ia kaget dan tersadar dari lamunannya. Kakinya mulai melangkah menuju balkon untuk sekedar menghirup udara bebas. Pikirannya serasa melayang entah kemana, ikut merasakan kebebasan seperti burung yang berterbangan di langit. Setelah merasa cukup, Irene kembali ke dalam dan membereskan ranjangnya sampai menemukan sesuatu.

Gantungan kunci mobil ayah.

Rasanya Irene sudah lama tidak mencari ayah lagi. Mungkin Irene sudah mulai pasrah dan ikhlas pada mendiang ayahnya yang belum bisa dipastikan keberadaannya atau Irene melupakan tujuan utamanya untuk mencari ayahnya karena realita kehidupan Irene semakin rumit.

Satu keputusan baru hari ini, Irene menghela nafas pelan. "Appa, mianhaeyo." Irene merasa cukup sampai disini perjuangannya untuk mencari sosok seorang ayah. 4 tahun lebih ia habiskan dan ia sadar itu hanya membuang banyak waktu, membuat Irene lupa untuk memanfaatkan waktunya dengan lebih baik lagi ketimbang memaksakan sosok Ayah tuk kembali padanya.

Betapa bodohnya Irene. Memaksakan untuk bertemu dengan apa yang telah lama hilang dari hidupnya. Ayah pasti akan sangat kecewa melihat Irene yang semula dianggap pantang menyerah namun malah jadi terkesan keras kepala.

Secara pasti dnegan keteguhan hati, Irene memutuskan menyimpan gantungan kunci itu di dalam kotak accessories .

Jam sudah menandakan bahwa sebentar lagi gerbang sekolah akan dibuka. Ini baru pukul 06.45 tapi entah kenapa Irene begitu semangat berangkat ke sekolahnya.

Langkah kakinya hari ini terasa ringan. Seperti Irene benar-benar memulai harinya dengan lembaran yang baru. Ia seperti dilahirkan kembali ke dunia. Konyol memang, Irene sampai terkekeh sendiri di trotoar menuju halte bus.

"Dasar, mengerikan."

Dengusan itu terdengar samar di telinga Irene yang disumpal earphone. Suara yang familiar membuat kepalanya secara otomatis menengok dan menatap risih orang itu.

"Whatever!" Balas Irene mendengus.

Irene masuk ke dalam bus diikuti Hanbin di belakangnya. Mereka duduk di bangku yang bersebelahan. Irene diam di bangku dekat kaca, memandang bebas keluar membiarkan Hanbin duduk di sebelahnya sambil bermain games.

Mata Irene nyaris menutup tapi tertunda setelah Hanbin menaruh invitation card berwarna dark blue dengan spidol glitter hijau lemon.

"Kau baru tujuhbelas tahun?"

"Menurut mu?" Hanbin memutar matanya malas. "Kau harus datang, ahjumma."

"Ya! Kau menyebalkan!" Irene mencubit permukaan lengan Hanbin dan dibalas kekehan Hanbin.

"Intinya kau harus datang. Tinggal ikuti arahannya."

"Ok, aku akan datang."

•••

Waktu memang sangat tidak terasa. Irene sudah keluar dari kelasnya membawa beberapa buku untuk disimpan ke dalam loker agar tasnya tidak terlalu terasa berat. Ia berjalan seorang diri menatap lurus ke depan sambil menyunggingkan sedikit senyum tipis pada beberapa orang yang ia kenal.

Langkahnya berhenti tepat di depan loker. Ketika loker sudah terbuka, ia segera memasukkan buku-buku dari tasnya ke dalam loker. Setelah selesai, Irene membuka ponsel untuk melihat jam sekalian mengirim pesan singkat pada seseorang.

To: Kris
Kris, tolong beritahu Jay bahwa hari sabtu ini aku tidak bisa bekerja. Aku ada acara mendadak. Gomawo.

Sent.

Ia segera memasukkan ponselnya ke dalam tas dan meneruskan perjalanannya menuju halte bus untuk pergi ke suatu tempat yang ingin ia kunjungi secara mendadak tadi siang.

"Hey!" Suara bariton seseorang menghentikan langkahnya. Irene cukup kaget mendapati seseorang yang tidak ia kenali menepuk pundaknya.

"Aku Kai, maaf membuat mu jadi kaget seperti itu. By the way, tolong sampaikan nanti pada... em..." Kai terlihat menggaruk rambutnya yang tidak gatal seolah memikirkan rangkaian kalikat seperti apa yang pantas ia katakan selanjutnya. "Your boss. Nah! katakan pada bos mu sepertinya Baekhyun tidak bisa masuk kerja untuk 4 kali pertemuan."

"Eoh? Waeyo?" Suara Irene menyiratkan rasa cemas secara tidak langsung.

Mata Kai sedari tadi memang tidak menatap langsung pada mata Irene. Ia menatap pada batang hidung Irene yang memberi jarak antar kedua matanya yang begitu indah.

"Baekhyun kecelakaan."

Bahu Irene menegang. Niatnya membeli baju baru untuk ke pesta Hanbin harus tertunda kali ini. Irene memutuskan pergi ke tempat dimana Baekhyun dirawat.

###

Annyeong!
Long time no see:(
Ya ampun ga kerasa udh 800+ readers cerita ini. Terharu gue nih wkkw.

Sebelumnya gue minta maaf karena ini udah telat banget. Gue juga nyadar ini udh bener-bener lama setelah posting-an terakhir gue chapter 10.

Untuk para silent readers sekalian, mohon kerja samanya buat kritik atau apa kek jadi setidaknya kalian meninggalkan jejak di story gue ini dan nantinya bakal gue jadiin pelajaran tersendiri.

Btw gue seneng banget elah bisa dapet Juara 1 di lomba debat smansa bandung wuhuu. Padahal biasanya gue suka ngebacot tanpa faedah dan dari ajang perdebatan itu gue jadi lebih ngotak dikit kalau ngomong. Wkwkk maap kalau kaga ada yg nanya soal ini. Maap juga sekali lagi atas ketelatan yang amat sangat ini. Mwah:* terimakasih!!!

Special GirlWhere stories live. Discover now