#13

59 14 5
                                    

Irene mungkin tidak akan pernah keluar dari ruang inap Baekhyun jika Ibu Baekhyun tidak membujuk Baekhyun untuk segera tidur agar dirinya bisa terbangun esok hari dengan semangat baru dan segar. Meski akhirnya Baekhyun menurut, tapi Baekhyun tentu tidak langsung setuju begitu saja. Sifat Baekhyun tetaplah sama seperti dulu. Menaruh kesempatan dalam kesempitan. Baekhyun bersedia tidur jika Irene duduk disampingnya. Hanya itu. Tapi Irene tidak bisa terus-terusan seperti itu. Jantungnya terus berolahraga saat berada disekitar Baekhyun. Ini tidak adil. Melihat bagaimana dengan normalnya Baekhyun saat berinteraksi dengan Irene tidak seperti kakunya Irene bahkan gelagapan ketika diperlakukan Baekhyun diluar ekspektasinya.

"Irene," langkah kaki Irene terinterupsi oleh Ibu Baekhyun. "Hati-hati di jalan!"

***

Apartment Irene sangat sepi. Eh, bukannya setiap hari Irene selalu diselubungi kesepian di dalam apartment yang sudah lama ia tinggali ini? Tapi kenapa baru sekarang rasa itu sukses mengusik kenyamanan Irene?

Setelah mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil, Irene segera naik ke atas ranjang. Ia merasa bosan, selama beberapa menit hanya bersidekap sambil berbaring menatap ke langit-langit kamarnya dan menilik foto-foto yang terjepit diantara tali dari tumblr lamp miliknya. Hampir 15 menit Irene seperti itu, dan kini jemarinya meraih ponsel dari dalam tasnya.

Sedikit terkejut, ada 7 missed calls dan lebih dari 5 pesan di ponselnya dari pengirim yang sama.

Hanbin.

Ada apa dengannya? Pikir Irene.

Tanpa pikir panjang. Jarinya menekan layar ponselnya yang berwarna hijau. Cukup menunggu dua kali dering, telfon langsung diangkat oleh pihak sebrang.

"Yeoboseyo?"

Awalnya Irene hendak bertanya apa keperluan Hanbin menelfonnya berkali-kali. Atau membuat Hanbin jengkel dan tertawa puas. Mendengus sambil sedikit tersenyum bodoh. Tapi ternyata suara dibalik ponsel itu dengan telak menghentikan niatnya serta gerakan tubuhnya yang ikut terhenti seiring berjalannya waktu. Tak sampai disitu, suara lain di balik ponsel lagi-lagi membuat Irene sulit bernafas.

Angin berhembus dari sela tirai balik jendela yang tidak sepenuhnya Irene tutup. Dingin merayap diatas kulit Irene. Membuat tenggorokan Irene mati rasa. Oh, ada apa dengan dirinya? Mengapa ada banyak sekali rasa dalam hatinya yang tercampur aduk tanpa definisi yang dapat memperjelas perasaannya?

"Appa! Kenapa ponsel ku ada ditangan mu?" Itu suara Hanbin dengan intonasi yang secara tidak langsung mengingatkan Irene pada suara Chen kecil yang kebingungan ketika melihat perbedaan baju Irene saat di pantai (bikini) dan baju renang miliknya saat keluarga mereka berlibur ke rumah Chansik.

Percakapan di sebrang sana berlanjut sekali lagi sebelum sambungan terputus sebelum Irene berkesempatan untuk memberikan satu patah kata. "Teman mu telfon, Appa kebetulan lewat. Mian."

***

Dulu, Ibu pernah memberikan sebuah dress abu-abu tanpa lengan yang panjangnya selutut pada Irene. Saat itu panjangnya masih bisa menyentuh betis Irene. Lucu. Dress itu berwarna abu yang tidak gelap dan juga tidak terlalu terang. Pada setiap ujungnya diberi sedikit hiasan berupa pita biru. Oh, itu sudah lama sekali dan baju itu masih tergantung rapih dalam plastik pelindung yang sengaja Irene bungkuskan agar baju itu tetap terjaga dari debu.

Sekarang, Irene memakai dress tersebut. Ia menggoyangkan tubuhnya seperti cinderella di depan kaca. Ia tersenyum sendiri untuk beberapa detik. Setelah membandingkan sendiri penampilannya saat memakai dress ini dan juga dress yang tadi ia beli di mall rasanya begitu aneh ketika mendapati dress pemberian Ibu lebih menarik dan juga cocok ketika dipakai.

Ulang tahun Hanbin dirayakan esok hari, kira-kira 5 jam setelah jam sekolah Irene selesai. Irene jadi tidak sabar menunggu hari esok. Tidak sabar? Entahlah, ia sendiri terasa kurang yakin.

"Aish, aku jadi merasa pusing sendiri." Dengus Irene menarik tipis senyum miringnya seraya merapihkan kembali barang-barangnya ke dalam lemari pakaian.

Ini sudah sangat sore, Irene kembali ke atas ranjang tidurnya. Ia meraih ponselnya dengan cekatan, mengetik beberapa kalimat pada Hanbin.

To: Hanbin
Ya! Jangan lupa untuk memberi sambutan yang meriah untuk ku, eoh? Kkkkk

Sent.

Irene masih teringat dengan suara bariton dibalik ponsel miliknya atas nama Hanbin. Irene kembali merenung. Mungkin ini karena Irene terlalu mati-matian mencari Ayahnya ditambah lagi Irene sangat lelah sampai pendengarannya terganggu dan halusinasinya meningkat dalam waktu yang sama.

******

Mungkin sore ini akan menjadi sore yang paling Seokjin harapkan sebagai sore hari terakhir untuk segala masalah miliknya dan atau masalah milik keluarga besarnya. Semua tentang rasa penasarannya. Semua tentang rasa kesal yang sulit untuk ia kontrol. Semua tentang rasa kasihan pada perempuan muda di tempat pencarian korban tsunami waktu itu. Seokjin masih ingat namanya, Bae Irene. Nama yang sangat cantik seperti orangnya. Cantiknya bahkan nyaris mengalahkan kecantikan sunset hari ini dari balkon kamarnya.

Seokjin terkekeh kecil sambil berpegangan pada besi di balkon. Ia menatap ke arah kiri. Balkon kamar adiknya yang sebentar lagi akan menginjakkan umur 17 tahun. Seokjin tiba-tiba dilanda rasa khawatir dan juga kasihan pada adiknya atas kepergian ayah kandung mereka dulu karena kecelakaan, terlalu membuat luka dalam pada hati kecil Hanbin.

Ayah?

Meski Ibu mereka telah mendapatkan figur ayah baru dalam hidup mereka, justru Seokjin pikir itu menambah kesan miris pada keluarga mereka terutama pada Hanbin. Putra bungsu keluarga Kim yang terlilit masalah. Yap, masalah yang tidak diketahuinya sama sekali.

Tentang Irene.

Perempuan yang Seokjin bohongi ketika di tempat tsunami. Perempuan yang percaya bahwa kehadiran Seokjin kala itu untuk mencari sesuatu yang ia tinggalkan selepas mencari adiknya. Seokjin merasa penuh beban. Tapi sedikit bebannya mulai terlepas seiring bertambahnya detik sebelum menit, ia ingin esok hari segera datang.

Untuk mempertemukan apa yang telah lama berpisah.

"Ya! Mwohae?" Suara itu bersumber dari sosok Hanbin yang berdiri di balkon kamarnya. Mereka saling bertukar tatap untuk beberapa detik. "Kau pasti sedang memikirkan kado apa yang cocok untuk ulang tahun ku besok kan?"

"Eish," desis Seokjin pada Hanbin. "Aku sudah punya kado untuk mu. Besok akan datang jika waktunya telah tiba."

"Pasti itu hadiah spesial kan?" Alis Hanbin bergerak naik turun. Hal yang selalu Seokjin katakan super konyol.

Seokjin tersenyum kecut. Ia tak bisa melihat Hanbin bergerak ke atas meraih bintang namun gagal karena hal kecil. "We'll see." Seokjin akhirnya memutuskan untuk masuk ke dalam kamarnya. Meninggalkan Hanbin bersama sunset yang indah dan cantik seperti perempuan yang ia cintai, Bae Irene.

Kau tidak bisa mendapatkannya Hanbin, kau tidak bisa.

●●●

Next or no?

Butuh pendapat nih. Kira-kira enaknya Irene sama Baekhyun atau sama Hanbin? Atau sama Seokjin??

#TeamBaekRene
#TeamHanRene
#TeamSeokRene

Comment down bellow! Thx u~

Special GirlWhere stories live. Discover now