Seorang gadis berambut hitam berombak tengah menikmati suasana sore dengan ditemani segelas capucino dan film kartun kesukaannya. Suasana rumahnya terlihat lengang. Tidak ada tanda-tanda keberadaan orang lain selain dirinya. Tiba-tiba telpon rumahnya berdering nyaring. Segera gadis berambut hitam berombak itu mengangkatnya.
"Hallo, Rauna di sini. Ini dengan siapa?" tanya Rauna setelah menempelkan telpon di telinganya. Namun, seseorang di sebrang sana tidak menjawab pertanyaan Rauna.
"Hallo," ulang Rauna, tetapi tetap saja tak terdengar jawaban.
Akhirnya, Rauna memilih menutup telponnya. Belum sempat dia berbalik, telpon kembali berdering. Rauna mengangkatnya lagi.
"Hallo," ucap Rauna. Beberapa menit Rauna menantikan seorang di sebrang sana berbicara. Tetapi, tetap saja orang itu tidak angkat suara.
"Hallo, adakah yang dapat aku bantu?" tanya Rauna di tengah kekesalannya. Tetapi, sepertinya orang di sebrang sana tidak mengerti apa artinya kesal. Ia tetap saja diam seolah sedang mempermainkan Rauna.
"Dasar, menyebalkan," decak Rauna seraya menutup telpon tersebut kasar.
Ia benar-benar merasa telah dipermainkan. Rauna melangkahkan kakinya menuju sofa tempatnya tadi duduk dan melanjutkan menonton kartun kesukaannya kembali. Ia tidak mempedulikan telpon rumahnya yang berkali-kali berdering nyaring.
PRANGGG...
Rauna menoleh kaget ke arah dapur. Dari sana ia mendengar suara benda terjatuh. Ia lalu melihat jam dinding yang ada di sana. 06.00 p.m.
Apa itu mommy? Tapi, kapan dia pulang?
Rauna berjalan perlahan ke arah dapur.
"Mommy, apa itu kau?" tanyanya seraya mengedarkan pandangannya.
"Mommy?" ulangnya lagi.
Namun, Rauna sama sekali tidak melihat tanda-tanda ada orang di sana. Tiba-tiba pandangannya terhenti pada sebuah pecahan piring yang berserakan di lantai. Matanya membola. Degup jantungnya berdetak dua kali lebih cepat dari biasa. Badannya serasa lemas. Di pecahan itu banyak sekali cairan merah kental. Ya, cairan merah kental itu adalah darah. Entah, entah dari mana darah itu berasal. Rauna kembali mengedarkan pandangannya ke seluruh sudut dapur. Namun, tetap saja ia takmenemukan seorang pun di sana.
Tuhan...
"Mommy," panggilnya lagi.
Kini Rauna duduk di sebuah kursi yang ada di sana. Keringat dingin mulai menjalari tubuhnya. Tiba-tiba mata Rauna menangkap sosok kucing hitam yang tengah terbaring lemah.
"Molly!" pekiknya. Ia kaget karena Molly –kucing kesayangannya- terluka. Segera ia membawa Molly.
Bermenit-menit telah berlalu. Namun, dokter yang menangani Shally belum juga keluar. Rasa khawair kini semakin menjalari hati Bryan. Sebentar-sebentar ia berjalan hilir mudik di depan pintu ruang emergency lalu duduk kembali. Berulang kali ia melakukan hal yang sama hanya untuk sedikitnya dapat mengurangi kekhawatirannya.
"Bryan, bagaimana keadaan Shally?" tanya seorang lelaki seraya berlari ke arah Bryan. Bryan menoleh ke arah asal suara.
"Evan, aku tidak tahu. Semenjak aku sampai disini, dokter yang menangani Shally belum juga keluar," jawab Bryan. Ia lalu duduk kembali diikuti dengan Evan.
"Rauna dan Nel mana?" tanya Bryan.
"Aku tidak tahu mereka di mana. Tadi berkali-kali aku menghubungi Rauna, tapi tidak juga di angkat begitu pula dengan Nel," jawab Evan. Bryan menghembuskan napasnya yang terasa berat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Vonis Kematian
Mystery / ThrillerSosok berjubah hitam yang seperti dewa kematian datang di kehidupan Nel dan teman-temannya. Dia memerangkap mereka dalam teror kematian dan membuat mereka kembali mengingat dosa yang mereka lalukan di masa lalu. Sebenarnya dosa apa yang mereka lakuk...