Suara ambulan meraung di luar sana, sementara bau obat-obatan menyapa indera penciuman. Beberapa orang yang mengenakan jas sneli dengan stetoskop yang menggantung di kerahnya berjalan hilir mudik, beberapa terlihat panik dan beberapa lagi terlihat santai.
Seorang lelaki mengacak-acak rambutnya kesal. Wajahnya terlihat keruh dan ketakutan, begitu pula dengan lelaki yang ada di sampingnya saat ini. Mereka adalah Nel dan Bryan. Mereka bersama tiga orang detektif yang kini tengah berbincang dengang dokter mengenai hasil autopsi yang keluar.
"Apa arti dari semua ini?" tanya Bryan.
"Apa mungkin ini hukuman untuk kesalahan kita di masa lalu?" Nel menjawab pertanyaan Bryan dengan sebuah pertanyaan pula.
Bryan menatap Nel tajam. Tatapannya mengisyaratkan bahwa ia tak menyukai apa yang Nel katakan.
"Hukuman? Kesalahan? Maksudmu apa?" bentak Bryan seraya memegang kerah baju Nel kasar. Nel membuang mukanya.
"Tidakkah kau mengingat Landy, Bryan?" lirih Nel.
Bryan melepaskan Nel perlahan. Semua anggota tubuhnya kini seakan lemas. Landy, sampai kapanpun dia tidak akan melupakan sahabatnya yang satu itu.
"Apa hubungannya semua ini dengan Landy?" lirih Bryan.
Nel menghela napasnya yang terasa berat.-
"Aku rasa kau sendiri tahu apa jawabannya."
Nel menghembuskan napasnya perlahan dan entah mengapa ia merasa paru-parunya seolah kekurangan pasokan oksigen. Kenangan itu, kejadian itu, semuanya masih terekam jelas dalam ingatan Nel. Nel bukannya tidak ingin melupakan semua kenangan itu, tetapi ia tidak bisa. Setiap malam kenangan itu selalu berputar dalam mimpinya dan esok paginya dia akan bangun dengan keringat yang membanjiri tubuhnya. Penyesalan itu benar-benar telah membuatnya terteror.
***
"Evan, tak bisakah kau mengemudikan mobilnya lebih cepat lagi?" ucap Rauna frustasi.
"Ini sudah kecepatan maksimal, Rauna," ucap Evan seraya tetap terfokus menyetir.
Evan mengemudikan mobilnya dengan kecepatan di atas maksimal. Untunglah jalanan sore ini lengang. Sehingga ia tidak perlu berurusan dengan kemacetan dan bising klakson.
Beberapa menit lalu saat Evan menemani Rauna ke dokter hewan untuk memerikasa Molly, dia mendapat telepon dari Bryan yang mengatakan Bu Neora telah meninggal dengan kondisi sama seperti Stephanny.
Di sudut yang berlawanan seseorang yag mengenakan pakaian serba hitam berdiri tepat di arah mobil Evan melaju. Ia menatap lurus ke arah jalan di depannya. Tepatnya menatap lurus mobil yang dimana di dalamnya ada Evan serta Rauna.
Sosok berjubah hitam itu adalah seorang lelaki. Ia lalu menundukan kepalanya tanpa mempedulikan adanya mobil yang melaju dengan kecepatan tinggi di depannya. Namun, sepertinya Evan dan Rauna belum menyadari adanya orang tersebut.
"Rauna, kau harus tenang. Semua pasti akan baik-baik saja," ujar Evan seraya menengok ke arah Rauna.
"Kau bilang tenang? Bagaimana bisa aku tenang disaat seperti ini?" bentak Rauna.
Rauna lalu mengalihkan pandangannya ke depan. Matanya seketika membola.
"Evan! Injak pedal remnya sekarang!" seru Rauna panik.
Evan segera mengalihkan pandangannya ke jalan bersamaan dengan itu lelaki berjubah hitam tersebut mengangkat wajahnya. Ia segera membanting kemudi setelah melihat seorang lelaki yang mengenakan jubah hitam tersebut. Wajah lelaki tersebut sangat pucat, seolah tidak ada darah disana. Di pelipis kirinya mengalir darah dan di ujung mata kanannya juga terdapat darah yang telah mengering. Selain itu, wajahnya hampir lima puluh persen dipenuhi luka bakar. Sebelum membantingkan kemudi, Evan dapat melihat dengan jelas siapa lelaki berjubah hitam tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Vonis Kematian
Mystery / ThrillerSosok berjubah hitam yang seperti dewa kematian datang di kehidupan Nel dan teman-temannya. Dia memerangkap mereka dalam teror kematian dan membuat mereka kembali mengingat dosa yang mereka lalukan di masa lalu. Sebenarnya dosa apa yang mereka lakuk...