Kita sudah sampai di rumah, tapi Bella masih tidak mau masuk ke dalam. Padahal sudah sejak tiga hari yang lalu aku membayar beberapa orang untuk membersihkan seluruh rumahku, terutama sofa dan bekas darah yang berceceran di sekitarnya. Mungkin Bella menemukan jiwa baru seorang ibu dari sosok Bibi Vera yang membuat dia merasa nyaman ketika bersamanya.
Malam itu aku tinggal sendiri. Ya sendiri, tanpa ada mayat di ruang TV atau anakku yang sedang belajar di kamarnya. Mataku menerawang ke langit-langit kamar, otakku merasa penat. Beberapa hari ini tubuhku terlalu banyak bergerak, otakku merindukan udara segar. Aku mengedipkan kedua mataku beberapa kali, dan sepertinya aku menemukan tempat yang sudah sangat lama tidak aku kunjungi.
Bibirku tersenyum sinis, lalu aku bangit dari tempat tidur. Kakiku melangkah keluar kamar lalu turun ke lantai bawah menuju pintu utama kemudian melewatinya.
Mobil yang terparkir di depan garasi seakan memanggilku, menyuruhku masuk dan menungganginya bagai kuda pacu. Aku pun dengan rasa penuh gariah mengendarai mobil tersebut.
Gelap dan sepinya malam ini membuatku semakin bersemangat untuk menuju tempat itu, hanya untuk menyapa beberapa teman lama yang sudah jarang aku temui. Mobil ini terus berjalan menuju ke arah utara. Ya, aku akan menuju Red Bar. Sedikit meneguk minuman menyegarkan otak sepertinya ide yang bagus.
Kemudian mesin mobil mati, aku keluar dari kendaraan beroda empat itu. Terlihat tulisan RED BAR yang terlihat jelas dengan lampu-lampu meriah yang melingkari setiap hurufnya. Dengan tegas kakiku masuk ke dalam, melewati pintu kaca yang masih terlihat sama seperti yang dulu.
Beberapa orang melihatku dengan muka aneh, aku tidak tahu apa yang terlihat aneh pada diriku, aku hanya berjalan menuju Bar Counter yang merupakan sekat penghalang di mana pengunjung dapat langsung memesan dan menikmati berbagai jenis minuman.
Aku melihat seorang perempuan cantik berambut pirang indah di dalam sana. Dan aku masih mengenal wajahnya.
"Curt?" petugas cantik itu terkejut melihat kedatanganku. Dia adalah salah satu teman manisku pada masa lalu, masa di mana aku masih menjadi seorang pembunuh bayaran.
"Vivian." nadaku pelan dimakan oleh hentakan musik R&B yang sudah di remix oleh sang DJ. Dia tersenyum kaku kehadapanku. "kasih aku satu minuman." lanjutku meminta.
"Apa kau kembali?" pertanyaan itu sedikit membingungkan, aku sendiri tidak tahu apakah ini pertanda aku kembali menjadi Curt yang liar atau hanya sekedar main belaka. Tidak lama dia kembali berbalik menghadapku membawa minuman yang terlihat segar dengan potongan es batu berbentuk dadu menari di dalamnya.
"Anggap ini sebagai ucapan selamat dating." nadanya memberi makna gratis pada minuman yang disodorkan kepadaku. Aku tersenyum dan langsung meneguk minuman itu hingga habis, ketika aku meletakan gelas itu di atas meja bar terdengar bunyi lonceng kecil yang berasal dari benturan beberapa es batu dengan gelas kaca tersebut.
Aku tersenyum menang, itu membuktikan kalau tubuhku masih kuat untuk meminum apa pun jenisnya yang ada di bar ini. Vivian ikut tersenyum, dia terlihat semakin cantik sekarang, sudah sekitar Sembilan tahun aku tidak pernah menyentuh tempat ini dan bertemu dengannya.
Semenjak aku masuk sekolah kepolisian hingga aku memiliki seorang anak, aku seperti sudah melupakan duniaku di sini.
"Apa kau kembali?" dia mengulang pertanyaan itu
"Entahlah, aku hanya ingin melihat suasana di sini sekarang seperti apa. Ternyata tidak banyak yang berubah." Vivian berbalik dan memberiku satu gelas minuman lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
CURT - TAMAT
General FictionCurt menata hidupnya senormal mungkin. Hingga suatu saat terjadi satu hal dan menyebar ke hal lain, mengharuskannya masuk kembali ke dunia hitam.