Pagi harinya. Ya tepat jam empat pagi telingaku mendengar bunyi ponsel berdering nyaring. Beberapa kali aku biarkan nada itu merusak keheningan malam, tubuhku masih malas bangun, rasanya badan ini memerlukan waktu untuk beristirahat.
"Ya?" aku menyerah dan mengangkat telpon itu.
"Kita ketemu di dermaga sekarang!" aku mendengar suara James seperti mendesak. Aku langsung tersadar mendengar nadanya, terdengar seperti ada kabar penting yang akan di sampaikan olehnya. Aku pun memiliki kabar yang harus diinfokan kepadanya.
Dengan cepat aku bangkit dari tidurku dan sekilas membasahi mukaku dengan air dingin, lalu tanganku menggeser lemari besar yang terletak di samping tempat tidur. Dengan sekuat tenaga aku mendorongnya hingga suatu benda terlihat jelas di balik lemari tersebut.
Sudah lama aku menyembunyikan kotak berangkas yang berisikan sisa uang dari hasil membunuhku pada masa lalu dan beberapa perhiasan yang aku ambil dari para korban. Namun mataku tertuju pada satu pisau lipat dan dua pistol hitam, aku melihat isi pelurunya dan masih terisi penuh. Dengan cepat aku menyelipkan kedua pistol itu ke belakang celanaku dan pisau lipat itu aku masukkan ke dalam saku belakang, seperti biasanya.
Semangat yang membakar jiwaku membuat setiap gerakan yang aku kerjakan terkesan menjadi lebih cepat dari biasanya. Kaki dan tanganku bergerak lebih cepat dari gerakan normal, begitu pun dengan mataku.
Aku berlari menuruni anak tangga menuju lantai bawah lalu keluar dari rumah. Pertama aku membuka pintu utama seketika angin dingin masuk mengelus tubuhku yang terbalut oleh kemeja dan jaket hitam yang mengkilap.
Tanganku memegang pintu kemudi kemudian masuk dan menyalakan mesinnya. Sekali aku membiarkan suara itu mengaung kencang, aku senang mendengarnya. Sedetik kemudian mobil itu mulai bergerak menuju dermaga yang sudah tidak terpakai di daerah utara.
James memilih tempat yang aman untuk kita bebas berbincang, anak yang pintar! Mobilku masih melaju menuju tempat yang di tuju.
Kurang dari tiga puluh menit mobilku berhenti di samping sebuah kapal besar yang terlihat usang di bibir dermaga. Kemudian aku keluar dari mobil dan menghampiri James yang sudah berdiri di depan mobilku.
"Aku harap akan mendengar kabar baik darimu." ucapku setengah mengigil dengan udara yang terasa sedikit lebih dingin di sini. James hanya tersenyum menghampiri dan memelukku sekilas dengan akrab.
"Tentu sobat, aku akan membuat surga di hari-hari berikutnya untukmu." aku ikut tersenyum memandangnya dengan harapan penuh. "Tadi malam aku bertemu Vivian di Red Bar, dia memberiku kabar tentang keberadaan Bella." lanjutnya dengan antusias.
Aku tertawa dan berteriak senang, sepertinya aku harus membereskan masalah nomor telephonku, kenapa dia tidak bisa menghubungiku? Apa ada nomorku yang salah di ponsel Vivian? Ah aku tidak memikirkan hal membingungkan itu, aku kembali berucap terima kasih pada James dan Vivian dalam hati.
"Di mana?"
"Di salah satu gedung kosong di daerah timur."
"Kau yakin akan hal itu?" aku memastikan, karena yang aku lihat Bella seperti berada di satu ruang kecil, ruangan utuh dan sudah jadi.
"Entahlah, tapi Vivian merasa yakin ketika memberitahuku."
"Dari mana dia dapat kabar ini?"
"Ada dua orang yang datang ke bar dan memesan minuman kepadanya. Mereka mengeluh tentang pekerjaan menjaga anak kecil yang diikat dan terlihat tidak berdaya," James berusaha menjelaskan sesingkat mungkin. "Mungkin mereka menganggap tugas menjaga satu gadis kecil adalah hal yang membosankan." lanjutnya menerka-nerka.
KAMU SEDANG MEMBACA
CURT - TAMAT
General FictionCurt menata hidupnya senormal mungkin. Hingga suatu saat terjadi satu hal dan menyebar ke hal lain, mengharuskannya masuk kembali ke dunia hitam.